Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim menolak keberatan advokat Fredrich Yunadi yang didakwa bekerja sama untuk menghindarkan mantan ketua DPR Setya Novanto untuk diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi e-KTP.

"Mengadili, menyatakan keberatan eksepsi penasihat hukum dan terdakwa Fredrich Yunadi tidak dapat diterima. Memerintahkan penuntut umum pada KPK untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama Fredrich Yunadi, menangguhkan biaya perkara sampai putusan akhir," kata ketua majelis hakim Saifudin Zuhri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Pertimbangan hakim adalah pertama bahwa pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadili perkara itu karena perbuatan dalam perkara itu adalah tindak pidana umum.

"Pasal 21 (UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 ) yang tercantum dan tidak terpisahkan dari UU Pemberantasan Tipikor memang awalnya delik umum tapi sudah ditarik jadi delik khusus UU Pemberantasan Tipikor tapi memang tidak secara tegas disampaikan ditarik dari pasal berapa kitab undang-undang hukum pidana karena hanya tersirat saja, sehingga kewenangannya menjadi kewenangan pengadilan Tipikor," kata anggota majelis hakim Sigit Hendra Binaji.

Keberatan kedua adalah bahwa  kewenangan Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) untuk menentukan itikad baik seseorang. "Untuk tahu apakah terdakwa beritikad baik atau tidak di dalam pengadilan haruslah diperiksa saksi-saksi dan bukti," tambah Sigit.

Baca juga: Jaksa Penuntut Umum KPK minta hakim tolak eksepsi Fredrich Yunadi

Mengenai keberatan ada modus operandi dalam dakwaan yang disebut rekayasa, hakim menilai sudah masuk pembuktian materiil sehingga harus diperiksa saksi dan bukti dalam pokok perkara. Surat dakwaan juga dinilai sudah menguraikan identitas dan tindak pidana yang dilakukan Fredrich.

"Sedangkan untuk poin keberatan terdakwa nomor 27 dan 28 sampai mengenai terdakwa melaporkan ke pihak yang berwajib yaitu unsur pimpinan Saut Situmorang dan Agus Rahardjo, dan dua penyidik Aris Budiman dan A. Damanik, majelis memperitmbangkan menurut hemat majelis bukan ruang lingkunp materi eksepsi seperti pasal 156 KUHP," kata hakim anggota Titi Sansiwi.

Fredrich pun langsung menyatakan banding. "Siap kami mengerti dan kami langsung menyatakan banding atas putusan itu," kata Fredrich.

"Tidak diatur mengengai upaya hukum terhatap putusan sela tapi intinya perlawanan bisa diajukan bersama-sama saat pemeriksaan pokok perkara," kata hakim Saifudin.

"Siap pak kami tetap akan melakukan perlawanan," tegas Fredrich.

Sidang akan dilanjutkan pada Kamis 15 Maret 2018 dengan agenda pemeriksaan saksi.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018