Pekanbaru (ANTARA News) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menambah personel khusus terdiri dari tim medis dan bius guna menyelamatkan dan merelokasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) setelah dua kali insiden menerkam warga di Indragiri Hilir.

"Kami meningkatkan jumlah personel khusus untuk pembiusan agar dapat lebih tersebar di hamparan hutan dan kebun yang panjang jalur sampai 40 kilometer," kata Ketua tim penyelamat Harimau sumatera, Mulyo Hutomo kepada Antara di Pekanbaru, Senin.

Namun, dia mengatakan saat ini pihaknya masih berupaya melakukan mediasi kepada masyarakat pasca raja rimbau tersebut menerikam seorang warga bernama Yusri Efendi hingga meninggal akhir pekan ini.

Hutomo mengatakan, apabila situasi telah berhasil dikendalikan, tim tersebut akan segera diberangkatkan ke Kecamatan Pelangiran, lokasi harimau menerkam warga.

Sebenarnya, sesuai rencana ia menjelaskan tim tersebut akan diberangkatkan pada hari ini. Akan tetapi, dia belum dapat menyebut jumlahnya karena tim tersebut saat ini tengah disiapkan oleh BBKSDA Riau di Pekanbaru.

Lebih jauh, Hutomo menjelaskan penambahan jumlah personel khusus untuk upaya pembiusan telah disetujui dan merupakan instruksi langsung Direktorat Jenderal Sumber Daya Alam dan Ekosistem.

Yusri Efendi, seorang buruh bangunan di Dusun Sinar Danau, Desa Tanjung Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir meregang nyawa setelah diserang seekor harimau sumatera pada Sabtu malam (10/3).

Kejadian tersebut berawal saat korban bersama tiga orang rekannya masing-masing Rusli (41) Indra (26) dan Syahran (41) sedang mengerjakan bangunan rumah walet. Korban dan warga merupakan pendatang asal Desa Pulau Muda Kecamatan Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan.

Sempat dinyatakan hilang, korban Yusri berhasil ditemukan di atas tanaman kumpai (sejenis rumput yang terdapat di atas air) sekira pukul 19.00 WIB. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui korban meninggal dunia karena mengalami pendarahan akibat luka robek bekas gigitan harimau di tengkuknya.

Beberapa bulan sebelum insiden tewasnya Yusri, awal Januari 2018 lalu seorang warga bernama Jumiati juga meninggal dunia karena insiden yang sama, diserang harimau. Perempuan berusia 33 tahun itu meninggal saat sedang melakukan perawatan sawit di tempat ia bekerja, PT Tabung Haji Indo Plantantion (THIP).

Sebenarnya, pasca insiden pertama, tim BBKSDA Riau telah diturunkan untuk menangkap dan menyelamatkan harimau tersebut. Tim tersebut terdiri dari TNI, Polisi dan sejumlah pegiat satwa dilindungi.

Sejumlah perangkap juga telah dipasang. Perangkap-perangkap berbentuk kotak berisi kambing jantan dan babi hutan menyebar di sekitar lokasi itu.

Begitu juga kamera pengintai, yang dipasang di setiap sudut dimana perangkap itu berada. Namun, selama lebih kurang dua bulan pencarian, belum ada perkembangan berarti.

Di sekitar TKP, Hutomo mengatakan terpantau dua ekor harimau Sumatera. Keduanya berjenis kelamin betina, berusia sekitar empat tahun. Untuk mempermudah identifikasi, BBKSDA Riau memberi nama keduanya dengan nama Boni dan Bonita.

Dalam kejadian ini, Bonita diduga kuat pelaku penerkam warga. Pasalnya, Jumiati sebelumnya tewas ditangan Bonita. Bonita juga disebut mengalami perubahan prilaku pasca menerkam Jumiati. Diantaranya, tidak sungkan untuk bertemu dan mendekati manusia. Sementara, harimau normal akan menghindar dan lari saat melihat kerumunan manusia.

Beberapa kali pula warga melihat Bonita berkeliaran di areal perkebunan sawit. Tidak sedikit gambar rekaman Bonita berkeliaran di perkebunan sawit direkam warga. Namun, untuk memastikan hal tersebut, Hutomo mengatakan pihaknya masih terus mendalaminya.

Pewarta: Bayu Agustari Adha
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018