... ndak mungkin. Itu hanya tanggapan-tanggapan...
Yogyakarta (ANTARA News) - Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purnawirawan) Gatot Nurmantyo, yakin pemerintah tidak akan melarang penyampaian tema-tema soal politik di mesjid-mesjid.

"Tidak mungkin pemerintah melarang itu, ndak mungkin. Itu hanya tanggapan-tanggapan," kata dia, seusai berbicara dalam Dialog Kebangsaan bertajuk "Menjaga Perdamaian dan Kesatuan Bangsa Indonesia" di Masjid Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat sore.

Menurut dia, jika harus dilarang, yang dilarang untuk disampaikan di mesjid adalah ujaran-ujaran yang mengadu domba serta menghasut ke arah yang tidak benar. "Kalau politik, politik itu tujuannya mulia, hanya disalahartikan saja," kata dia.

Ia mengatakan berbagai bidang ilmu mulai dari kedokteran, perbintangan, hingga politik seluruhnya ada di dalam Al-Quran. Oleh sebab itu, ia menilai aneh jika politik dilarang di mesjid, pasalnya surat-surat Al-Quran juga ada yang membahas mengenai pemerintahan.

"Sekarang gini, mesjid ini, contohnya akan melaksanakan shalat tarawih, di mana sepanjang bulan Ramadhan ini tarawihnya (membaca surat Al-Quran) sampai 30 juz. Di mesjid tidak boleh politik khan, imamnya membacakan surat An-Naml, surat semut, Nabi Sulaiman, itu khan (tentang) pemerintahan khan, (bisa) ditangkaplah dia," kata dia.

Selain itu, menurut dia, Nabi Muhammad SAW sebagai panutan umat Islam juga pernah menyampaikan soal politik dan pemerintahan di Masjid Nabawi, Madinah. Sehingga perlu dipertanyakan apabila ada pelarangan politik di Masjid.

"Jika ada yang melarang penyampaian politik di mesjid, satu, kalau dia umat muslim dia tidak tahu tentang agama. Kedua, kalau (dia) bukan umat muslim maka sok tahu agama Islam, khan gitu," kata dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Saadi, mengatakan, tidak ada larangan dalam ajaran agama untuk menjadikan mesjid sebagai tempat pendidikan politik asal menggunakan nilai dan etika yang baik.

Adapun yang dilarang soal politik di mesjid, menurut Saadi, adalah ketika tempat ibadah umat Islam itu dijadikan tempat kegiatan politik praktis, misalnya untuk kampanye, mengajak atau mempengaruhi untuk memilih atau tidak memilih calon.

"Termasuk menjelekkan, menyampaikan ujaran kebencian, memfitnah serta melakukan provokasi untuk melawan pemerintahan yang sah," kata dia.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018