Jakarta (ANTARA news) - Siapa saja yang berwisata ke Provinsi Maluku Utara serasa tak lengkap jika belum mengunjungi lokasi wisata cengkih Afo di Ternate karena pengunjung akan menelusuri jejak rempah di Indonesia.

Meskipun berada di lereng gunung, lokasinya sebenarnya tidak begitu jauh dari pusat kota. Jarak tempuhnya hanya sekitar 30 menit menuju kawasan permukiman penduduk di Kelurahan Marikurubu.

Menuju ke tempat itu, pengunjung akan melalui jalan beraspal yang menanjak dan berkelak-kelok, membelah lereng Gunung Gamalama yang sejuk.

Tetapi untuk sampai di lokasi tumbuhnya cengkih Afo 1 dan Afo 2, pengunjung harus berjalan kaki melalui jalan setapak melewati perkebunan cengkih generasi terbaru.

Melewati hutan yang masih perawan di sisi kiri-kanannya, pengunjung akan menempuh jalan menanjak dan berkelok, Afo 1 bisa ditempuh selama 30 menit sedangkan Afo 2 bisa dicapai sekitar 20 menit perjalanan.

Oleh warga Tongole, pohon ini dinamai cengkih Afo 1, cengkih Afo 2 dan cengkih Afo sesuai urutan usia. Ketiganya tumbuh di lokasi yang tidak terlalu berjauhan di Tongole.

Rombongan dari Komisi IV DPR RI dan staf Kementerian Pertanian, misalnya, mengunjungi tempat wisata cengkih Afo akhir April lalu untuk menelusuri jejak-jejak kejayaan rempah yang masih dapat ditemui.

Cengkih Afo yang merupakan cengkih tertua di dunia berada di kawasan kebun Air Tege-Tege Kelurahan Marikurubu, Kecamatan Ternate Tengah, tepatnya di lereng Gunung Gamalama.

Rombongan itu disambut Mama Imbah, salah satu anggota komunitas Cengkih Afo dan Gamalama Spices (CAGS).

Ada rombongan lain yang sebagian besar kaum wanita dari Jakarta mengunjungi tempat wisata itu awal Mei. Mereka menikmati hidangan makanan khas setempat.

Beberapa orang juga terlihat menikmati udara segar dan pesona alam sekitar di tempat cengkih Afo. "Inilah kunjungan pertama saya ke sini untuk melihat pohon cengkih tertua di dunia," kata Hasan yang ditemani dua orang rekannya.

Pria asal Halmahera itu mengaku baru sempat ke tempat wisata cengkih Afo dan daerah asalnya juga memiliki pohon-pohon cengkih tetapi tidak setua atau ukurannya tidak sebesar cengkih Afo.


Puing-Puing

Cengkih Afo generasi pertama telah berusia lebih dari 400 tahun dan sudah mati, menyisakan puing-puingnya saja, berada di ketinggian sekitar 650 meter di atas permukaan laut (mdpl) atau berbatasan dengan area hutan Gunung Gamalama.

Sedangkan Afo generasi kedua menyisakan satu pohon yang masih bisa dilihat meskipun sudah mati. Letak pohon Afo dua ini berada di ketinggian sekitar 400 mdpl dengan umur sekitar 200 tahun.

Kebun cengkih di Air Tege-Tege luasnya sekitar 50 hektare. Selain cengkih, di kebun itu juga terdapat pohon rempah lainnya, seperti pala, kenari dan kelapa.

Saat ini, pohon cengkih yang tumbuh di sana adalah cengkih generasi Afo ketiga dan keempat dengan usia sekitar 30-50 tahun.

Pohon cengkih Afo 1 adalah pohon yang selamat dari upaya pemusnahan pohon cengkih, sebagai kendali oleh VOC untuk menjaga monopoli perdagangan rempah. Hanya perkebunan milik dan di bawah kendali VOC yang boleh memiliki pohon cengkih.

Pada tahun 1770, seorang saudagar Prancis berhasil mengambil bibit dari pohon ini dan membawa ke negaranya hingga ke Zanzibar, yang saat ini menjadi salah satu produsen cengkih terbesar di dunia.

Meski demikian, masyarakat masih bisa menyaksikan pohon Afo generasi kedua di perkebunan tersebut karena masih ada satu batang pohonnya yang berdiri meskipun sudah mati. Ukuran pohon Afo 2 relatif besar, dengan tinggi sekitar 20 meter dengan lingkar batang lebih dari tiga meter.

Berbeda dari Afo generasi pertama yang konon memiliki ukuran lebih besar, yakni 36,60 meter dengan garis tengah garis tengahnya 1,98 meter. Sedangkan usia Afo1 4,16 meter.

Semasa hidupnya hingga 1990-an, cengkih Afo 1 bisa menghasilkan buah cengkih 600 kilogram.

Sejarawan JJ Rizal menyebut, keberadaan cengkih Afo ini membuktikan bahwa nenek moyang cengkih memang berasal dari daerah Maluku Utara, salah satunya di Ternate. Ia pun membenarkan, tidak ada penjelasan pasti kapan pertama kali cengkih ditemukan.

Catatan sejarah menjelaskan, dulu masyarakat setempat justru tidak mengenal cengkih sebelum kedatangan para pedagang dari China. Tidak jelas kapan pertama distribusi cengkih ini mulai dilakukan.

Hanya saja, sekitar lima tahun Sebelum Masehi (SM), ada budaya di China bahwa tingkat kebangsawanan seseorang di sana dilihat dari berapa banyak mengunyah cengkih. Bahkan di Babilonia, pada 1500 SM ditemukan bejana yang salah satu isinya adalah cengkih.

"Jadi bisa kita bayangkan, jaringan cengkih ini sudah berjalan dalam periode yang sangat panjang, jauh sebelum kedatangan bangsa Portugis ke sini," katanya.

Menurut Rizal, ketenaran cengkih dari Maluku Utara akhirnya menimbulkan berbagai tampak luar biasa, termasuk menyebabkan berdirinya Indonesia. Dari pencarian cengkih ini menimbulkan terbentuknya tata dunia.

Orang-orang Eropa berlomba mencari cengkih ke sini dan dalam perjalanan mereka menemukan tempat-tempat baru, seperti penemuan Amerika oleh Christopher Columbus dan penemuan-penemuan lain.

"Karena cengkih dan kekayaan rempah lain pula bangsa kita akhirnya dijajah dan timbul nasionalisme hingga terbentuk NKRI seperti sekarang ini," katanya.

Cengkih memiliki berbagai manfaat dan kegunaan bagi kesehatan. Seorang teman dari Nigeria yang pernah bertugas di Jakarta sebagai diplomat mengirim gambar biji cengkih dengan tulisan "sucking a piece of clove after meal helps in reducing acidity" (menghisap sepotong cengkih setelah makan membantu mengurangi kadar keasaman).

Ado Ibrahim yang pernah bertugas di Tanzania tahun 1993 hingga 1998 menemukan banyak pohon cengkih di Zanzibar. "Saya mengunjungi Zanzibar beberapa kali dan hanya butuh waktu sekitar satu jam naik kapal dari daratan Tanzania atau sekitar 15 menit dengan pesawat udara," katanya.

Menurut Ado, cengkih dari Zanzibar berkualitas dan berkelas tinggi.

Bumi Moloku Kie Raha pada masa lalu pernah menjadi kawasan penghasil rempah-rempah yang diperebutkan bangsa kolonial seperti Portugis, Spanyol, Belanda dan bangsa-bangsa di Asia.

Karena itu untuk mengembalikan tonggak kejayaan rempah-rempah, berbagai usaha dilakukan termasuk melalui Festival Teluk Jailolo (FTJ) dengan tema kali ini ialah "Pesona Budaya Kepulauan Rempah (Wonderful Culture of Spice Island).

Festifal ini merupakan wujud upaya mengangkat eksistensi kepulauan rempah dalam pesona keberagaman budaya, keindahan alam dan surga bawah laut Halmahera Barat ke tengah masyarakat lokal dan dunia.

Pewarta: Mohamad Anthoni
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018