Ya selama ini memang begitu, sekarang juga dua (yang berlaku) kan. Oleh karena itu, selama itu berfungsi dengan baik, ya tetap saja (UU Tipikor) jalan."
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Selasa, mengatakan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tetap berlaku meskipun Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan.

"KUHP itu kan diambil dasarnya dari KUHP Belanda, jadi tetap berlaku secara nasional. Sekiranya ini sesuai dengan jaman setelah 100 tahun mungkin kita pakai KUHP Itu, ya disesuaikan dengan jamannya, tidak berarti maka UU Tipikor itu langsung tidak berlaku," kata Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta, Selasa.

Sepanjang UU Tipikor tidak dicabut atau dibatalkan, maka UU tersebut masih berlaku untuk digunakan dalam kasus penindakan kasus korupsi.

Wapres menjelaskan terbitnya UU Tipikor pada saat itu didasarkan karena tugas aparat hukum, seperti polisi dan jaksa, tidak berjalan seperti yang diharapkan masyarakat dalam memberantas kasus korupsi.

"Selama kita tidak batalkan UU Tipikor, itu tetap berjalan. Memang prinsip (UU Tipikor) waktu itu penindakan KPK itu tidak permanen. Itu dasarnya karena aparat hukum, seperti polisi dan jaksa, tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan," jelasnya.

Dengan masuknya empat pasal UU Tipikor dalam RKUHP, lanjut Kalla, maka dasar hukum untuk penindakan kasus korupsi bisa menggunakan dua UU tersebut.

"Ya selama ini memang begitu, sekarang juga dua (yang berlaku) kan. Oleh karena itu, selama itu berfungsi dengan baik, ya tetap saja (UU Tipikor) jalan," tambahnya.

Sebelumnya, KPK mengusulkan kepada Pemerintah untuk mengeluarkan delik-delik khusus dalam RKUHP, agar penyelesaiannya tidak berlarut-larut.

"Agar penyelesaian RKUHP tidak berlarut-larut, maka KPK mengusulkan pemerintah mengeluarkan delik-delik khusus seperti tindak pidana korupsi, narkotika, pelanggaran HAM, pencucian uang, tindak pidana terorisme, sehingga delik-delik khusus diatur seluruhnya di luar RKUHP," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

Dalam konteks pemberantasan korupsi, KPK memandang pengaturan delik korupsi secara keseluruhan pada UU khusus atau UU Tipikor seperti yang ada saat ini dinilai lebih efektif.

Lebih lanjut, ia menyatakan revisi delik korupsi akan lebih efektif dan sederhana dilakukan melalui revisi UU Tipikor, termasuk kebutuhan untuk memasukkan ketentuan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang belum masuk ke dalam UU Tipikor maupun penyesuaian dan peningkatan sanksi bagi pelaku korupsi.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018