Ini merupakan dampak negatif ketika agama dijadikan legitimasi untuk kepentingan politik"
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia Dr Muhammad Lutfhi Zuhdi menilai Undang-Undang Negara Bangsa Yahudi yang disahkan parlemen Israel patut disesalkan karena menyalahi prinsip negara modern yang menghormati keragaman dan hak asasi manusia.

"Kehadiran UU ini akan menuai kecaman berbagai pihak karena diskriminatif dan rasialis. UU tersebut telah mencabut bahasa Arab dari daftar bahasa resmi dan menegaskan bahwa Yerusalem yang `utuh dan bersatu` sebagai ibu kota Israel," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan dalam sistem negara modern hampir tidak ada negara yang homogen, baik di dalam bahasa maupun agamanya.

"Hampir semua negara memberikan tempat untuk kebebasan agama, etnik, suku dan ras untuk berdemokrasi dan menjamin kesetaraan," katanya.

Menurut Luthfi, sebenarnya UU itu bukan hal baru, tetapi lebih melegitimasi ide pendirian negara Israel yang saat berdirinya sudah menyatakan sebagai negara atau bangsa terpilih sehingga menganggap bangsa lain sebagai bangsa kelas dua.

Lutfi sangat menyayangkan agama yang semestinya menjadi semangat menolak rasisme dan diskriminasi justru menjadi alat untuk meligitimasi tindakan tersebut.

"Ini merupakan dampak negatif ketika agama dijadikan legitimasi untuk kepentingan politik," tuturnya.

Lutfi meyakini pengesahan UU Negara Bangsa Yahudi itu tidak akan berdampak langsung terhadap Indonesia, juga tidak akan ditiru di Indonesia.

Lulusan universitas di Jordania ini menegaskan dalam kasus Indonesia agama tidak mungkin menjadi semangat tindakan rasisme.

"Indonesia adalah bangsa yang terbuka dan toleran yang terdiri atas berbagai agama, ras, etnik, dan suku," ujarnya.

Menurut dia agama di Indonesia menjadi penguat persatuan, bukan sebagai alat pemecah belah apalagi tindakan rasialis sepanjang tidak digunakan untuk kepentingan politik.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018