Jakarta (ANTARA News) - Boyamin Saiman, kuasa hukum pengusaha Hartono Karjadi menyerahkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian atas laporan yang dibuat pengusaha kelas kakap, Tomy Winata.

Menurut Boyamin, kliennya dilaporkan oleh Tomy di Polda Bali dengan nomor LP/74/II/2018/SKPT. Dalam laporan yang dibuat Tomy, Hartono dituding telah memberikan keterangan palsu dalam akta otentik dan atau penggelapan dan atau pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP dan atau 372 KUHP dan atau Pasal 3, 4 dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Selain meminta perlindungan hukum dari Kapolri, Boyamin juga meminta proses penegakan hukum kasus ini berjalan transparan.

Menurut Boyamin, terdapat kejanggalan dalam laporan Tomy terhadap kliennya tersebut.

"Ada kejanggalan mulai dari aspek formal maupun material," kata Boyamin di Gedung Bareskrim Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Jumat.

Boyamin merinci pada 12 Februari 2018, telah ditandatangani perjanjian pengalihan hak tagih (cessie) antara PT Bank China Construction Bank Indonesia (CCB) selaku penjual dengan Tomy Winata selaku pembeli.

Hak tagih atau piutang yang dialihkan menurut Tomy adalah utang piutang atas nama PT Geria Wijaya Prestige (GWP).

"Dengan demikian posisi Tomy sebagai pelapor tidak punya hubungan hukum dengan terlapor," katanya.

Selain itu obyek pengalihan sampai saat ini masih dalam posisi sengketa berdasarkan laporan polisi nomor LP/984/IX/2016/Bareskrim tertanggal 21 September 2016 tentang tindak pidana penggelapan yang diduga dilakukan oleh tersangka Priska M. Cahya dan Tohir Sutanto. Pelapor laporan tersebut adalah Edy Nusantara sebagai kuasa hukum Fireworks Ventures Limited.

Terkait laporan Edy, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim pada 15 Maret 2018 telah menggeledah kantor pusat Bank CCB di kawasan SCBD, Jakarta. Dari hasil penggeledahan, penyidik memastikan tiga sertifikat SHGB PT GWP ada di bank tersebut.

"Jadi seluruh piutang atas nama debitur PT GWP itu telah dijual melalui Program Penjualan Aset-aset Kredit (PPAK) VI pada 2004 oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kepada PT Millenium Atlantic Securities (MAS) yang kemudian oleh PT MAS dialihkan kepada Fireworks Ventures Limited," kata Boyamin.

Sementara itu, perjanjian yang diklaim Tomy terjadi pengalihan piutang atau hak tagih (cessie) tanggal 12 Februari 2018 ternyata hak kebendaannya berupa sertifikat PT GWP berada di Bank CCB, yang masih menjadi objek sengketa pidana dan telah ada dua tersangka dalam perkara tersebut.

Boyamin juga menyesalkan tindakan penyidik Dirreskrimsus Polda Bali yang menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.SIDIK/20/IV/2018/DIT RESKRIMSUS, tanggal 30 April 2018 tanpa memeriksa saksi dan terlapor terlebih dulu.

"Penerbitan Sprindik tersebut diduga tidak diikuti dengan adanya SPDP yang ditembuskan kepada terlapor sebagaimana disyaratkan dalam Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015," ujar Boyamin.

Pihaknyapun mendesak Kapolri agar segera memerintahkan Bareskrim Polri untuk mengambil alih penanganan perkara di Polda Bali tersebut agar bisa berjalan objektif.

Surat permohonan perlindungan hukum itu menurut Boyamin sudah ditembuskan ke Presiden RI, Ketua DPR RI, Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Pimpinan KPK, Ombudsman RI, Menteri Sekretaris Negara, Menko Polhukam, Kabareskrim Polri, Irwasum Polri, Ketua Kompolnas, dan Kapolda Bali.

Baca juga: MAKI dan keluarga Budi Mulya datangi KPK

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018