Jakarta (ANTARA News) - Andi Mustafa sedang berdiri di atas puing sisa bangunan tempat dia dan warga lainnya tinggal di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah.

Kepada tim Aksi Cepat Tanggap, Andi menceritakan kejadian yang dialaminya saat likuefaksi, fenomena tanah mencair sehingga semua objek yang berada di atasnya tersedot ditelan lumpur.

“Tiba-tiba tanah goyang,” kata Andi, dikutip dari laman ACT, Rabu (3/10).

Andi sore itu, sekitar pukul 18.02, sedang bersiap ke surau dekat rumahnya untuk menunaikan salat Maghrib. Dia sedang berjalan ke kamar hendak mengambil sarung ketika rumahnya tiba-tiba bergetar.

Istri Andi berteriak, menyuruhnya segera keluar dari rumah. Andi kemudian melihat sendiri tanah yang tadinya kuat dan kokoh untuk dipijak, tiba-tiba berubah menjadi bergelombang layaknya ombak. Aspal jalanan yang keras bahkan sampai terlipat ke atas mengikuti gerakan tanah yang begitu “liar” kala gempa 7,4 SR datang. 

Hanya mengandalkan atap seng pemukiman dan kelincahan melompat, Andi coba bertahan di atas genteng menghindari maut.

“Tak bisa saya lari sempurna, hanya bisa merayap pegangan tembok,” kata laki-laki paruh baya ini sambil mempraktikkan caranya menyelamatkan diri.

Dia sempat tertimpa bangunan rumah, tidak bisa bergerak, mulutnya terus memanjatkan doa meminta pertolongan. Likuefaksi membuat tembok yang menindih Andi merekah, sehingga membuat celah bagi dirinya untuk melarikan diri.

“Tembok itu berjalan ke belakang saya," kata dia.

Andi lekas menyelamatkan dirinya, bertahan di atap rumah. Istri dan keluarga Andi hingga kini belum ditemukan.

Saat bertemu tim ACT, Andi tampak sedang serius memperhatikan tanah, mengangkat puing sambil berharap melihat tubuh pasangannya dalam keadaan selamat.

Perumnas Balaroa memang menjadi salah satu lokasi dengan kondisi paling hancur pascagempa. Bukan karena tsunami, bukan efek langsung dari gempa, namun, likuefaksi.

Saat ini, evakuasi korban masih berlangsung, termasuk di Perumnas Balaroa. Tim Disaster Emergency Response ACT, Kusmatadi, mengatakan, Desa Balaroa berada cukup jauh dari pesisir pantai, tidak terkena gelombang tsunami.

Di bawah perumahan penduduk ini melintang sesar Palu-Koro, yang menjadi penyebab gempa. Patahan ini membentang dari utara ke selatan, membelah kota Palu.

Baca juga: Perjuangan Anjas mencari anak dan istrinya pascagempa

Baca juga: Vivo sumbang Rp4 miliar melalui ACT untuk korban bencana Palu-Donggala

Baca juga: ACT siapkan 1.000 relawan ke Sulteng


Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018