Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Sekjen Kemendes PDTT) Anwar Sanusi mengungkapkan salah satu cara memanfaatkan solusi lokal untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah yaitu dengan membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

"BUMDes diharapkan dapat menjadi lembaga ekonomi yang menjadi kunci untuk memicu pergerakan ekonomi desa ke depan. Di dalamnya terdapat aspek pemberdayaan secara utuh, tidak hanya pemberdayaan ekonomi, melainkan juga pembangunan kelembagaan, penguatan kapasitas SDM dan menajerial, pengembangan jejaring ekonomi dan hilirisasi ekonomi," tutur Sesjen Kemendes Anwar Sanusi dalam siaran pers yang diterima Antara Jakarta, Selasa.

Pernyataan tersebut disampaikan saat dia menjadi panelis di acara Four High-Level Meeting on Country-Led Knowledge Sharing (HLM CKS) 4 “Local Innovation as a Driver for Global Development” yang berlangsung selama tiga hari (15-17 Oktober 2018) di Nusa Dua, Bali.

Anwar mengatakan jumlah BUMDes meningkat signifikan. Pada akhir 2014, jumlah BUMDes hanya 1.022, namun hingga akhir 2017 jumlahnya meningkat drastis menjadi 39.149 BUMDes. Kemudian pada 2018, tercatat bahwa sekitar 56% desa telah memiliki BUMDes.

Anwar menilai lonjakan itu terjadi berkat meningkatnya antusiasme desa dan penetapan BUMDes menjadi salah satu program prioritas penggunaan dana desa.

Namun, dia mengakui masih ada BUMDes yang belum efisien.

"Apa yang membuat belum efisien? Mungkin tidak didukung oleh SDM yang mumpuni. Sebagai solusi kami memiliki pendekatan dalam mendidik desa melalui Akademi Desa 4.0. Kami coba latih desa dari aspek pembangunan desa termasuk BUMDes-nya. Bursa Inovasi Desa juga menjadi media untuk saling bertukar informasi," lanjutnya.

Sejalan dengan hal tersebut, Perbekal (Kepala Desa) Desa Kutuh, I Wayan Purja mengatakan, masing-masing desa memiliki peluang berbeda.

Setelah melalui berbagai tahapan, BUMDes di Desa Kutuh kini sudah berjalan dan memiliki delapan unit usaha dan dua layanan.

"Sekarang Desa Kutuh nol kemiskinan dan nol pengangguran. Di desa berbagi keuntungan. Membantu menjadi usaha-usaha kecil dan menciptakan 200 pengusaha. BUMDes menyediakan barang dan mendistribusikannya ke warung dan kafe. Hampir tiap tahun bisa menyekolahkan warganya ke tingkat sarjana dan master," ungkapnya.

Sementara itu, Woo Sung Lee dari STEPI Korea Selatan memberikan penjelasan tentang inovasi lokal di Korea. Dia mengatakan program baru pemerintah Korea yang diinisasi LSM dan pihak swasta membantu pemerintah melihat dan mengembangkan kearifan lokal masyarakat.

"Di Korea, kepemilikan desa dan pembangunan dimulai dari komunitas, tapi dibantu pemerintah dengan memberikan insentif, penghargaan, atau pun memberi hadiah. Kami melihat inovasi di desa banyak tantangan. Kita harus menangkap kisah sukses yang bisa disebarkan, bukan hanya tentang memperbaiki ekonomi masyarakat," paparnya.(KR-MRA)

Pewarta: Maria Lisbet Hestica Pardosi
Editor: Jaka Sugiyanta
Copyright © ANTARA 2018