“Kelapa sawit itu buat Indonesia, benar-benar tanaman yang paling strategis. Ekspornya nomor satu, petaninya 17 juta dan tanpa kita sadari, setelah pemberlakuan pungutan ekspor yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, ternyata maki
Nusa Dua (ANTARA News) -  Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan minyak kelapa sawit merupakan industri yang strategis tidak hanya dalam mencapai tujuan pembangunan di Indonesia tapi juga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang digagas PBB.

“Kelapa sawit itu buat Indonesia, benar-benar tanaman yang paling strategis. Ekspornya nomor satu, petaninya 17 juta dan tanpa kita sadari, setelah pemberlakuan pungutan ekspor yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, ternyata makin banyak lahir industri hilirnya,” ujarnya pada Konferensi Internasional Ke-14 Indonesia Palm Oil Conference (IPOC)  & Outlook 2019 di Nusa Dua, Bali, Kamis. 

Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah mengarahkan pengembangan industri minyak sawit sesuai dengan prinsip keberlanjutan, dengan mengeluarkan sejumlah aturan untuk memenuhi prinsip tersebut di samping untuk memperkuat daya saing komoditas itu.

Ia menyebut dua arah kebijakan pemerintah itu terkait mengendalikan pasokan dan permintaan, seperti mandatori ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) dan pungutan ekspor, serta penggunaan wajib biodiesel 20 (B20). 

“Kewajiban kami untuk mengelola sektor (minyak kelapa sawit) ini dengan hati-hati dan bertanggung jawab untuk generasi mendatang,” ujar Darmin. 
 
Menko Perekonomian Darmin Nasution (tengah) di sela-sela konferensi international IPOC & 2019 Outlook, di Nusa Dua, Bali, Kamis (HO/ GAPKI)

Oleh karena itu, ia mengakui pemerintah agak hati-hati untuk memenuhi permintaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) terkait penurunan pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya.

“Kami harus kaji itu (penurunan pungutan ekspor) secara mendalam,” kata Darmin.

Ia mengingatkan bahwa sebagai produsen CPO dan eksportir terbesar bisa menjadi “price centre” atau penentu harga khususnya minyak sawit.

“Apapun yang kita kerjakan, bergerak dunia (harga minyak nabati) ini,” katanya Darmin. 

Pada pemaparannya, Darmin mengungkapkan produksi CPO memberi kontribusi GDP sebesar 2,46 persen. Tahun 2017, kata dia, CPO dan turunannya menyumbang ekspor nonmigas terbesar mencapai Rp307 triliun naik 25,73 persen dibanding 2016, dengan tujuan ekspor terbesar adalah China (Rp69,52 triliun), Uni Eropa (Rp51,57 triliun) dan India (Rp37,12 triliun).

Pada kesempatan tersebut Kepala Bappenas/PPN Bambang Brodjonegoro juga mengungkapkan tentang pentingnya industri CPO dan produk turunannya untuk membantu Indonesia mencapai SDGs 2020. 

Oleh karena itu ia mengharapkan suatu saat ada produk minyak sawit Indonesia di pasar Eropa yang dijajakan dengan label "sustainable product", karena telah menerapkan prinsip industri berkelanjutan. 

Sementara itu Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengatakan serangan dan kampanye negatif Barat yang tiada habisnya terhadap CPO yang dikaitkan dengan isu lingkungan dan kesehatan itulah yang mendorong tema IPOC 2018 tentang Palm Oil Development: Contributing to Sustainable Development Goals (SDGs). 

“Bahwa minyak sawit memberi kontribusi besar terhadap pencapaian SDGs di Indonesia,” ujarnya.

Baca juga: Gapki proyeksikan ekspor CPO naik tujuh persen 2018

Baca juga: Bakal dongkrak harga CPO, Gapki dukung percepatan Program B20

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2018