Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto menilai "perang" diksi yang disampaikan para pasangan capres-cawapres belum efektif dalam menggaet massa mengambang atau "swing voters".

"Selama 1,5 bulan kampanye ini belum efektif garap 'swing voter' karena baru meneguhkan suara pada pemilih yang sejak awal kecenderungan pada Jokowi dan Prabowo," kata Gun Gun usai diskusi bertajuk "Perang Diksi Antar Kandidat" di kantor Populi Center, di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan banyak masyarakat tidak peduli dengan pernyataan seperti politik genderuwo, politisi sontoloyo, hijrah kecuali mereka yang ada di dalam barisan pasangan calon.

Gun Gun mencontohkan pemilih yang berafiliasi pada Prabowo melihat wajah Boyolali konteksnya bukan "bullying" namun kritik sosial atas ketimpangan di masyarakat.

"Lalu di kubu Jokowi menilai kata-kata hijrah itu positif, dan politik genderuwo harus dilihat isinya," ujarnya.

Menurut dia, "swing voter" masih menunggu perkembangan dari dua pasangan calon sehingga belum tereksposur dari kedua kubu.

Dia mengatakan kalau kecenderungannya seperti itu maka meneguhkan dari awal yang berafiliasi dan berpotensi besar untuk kurangi mereka yang belum menentukan pilihan.

Gun Gun menjelaskan kedua paslon harus menampilkan program yang kontras diantara keduanya bukan justru menonjolkan gimmick-gimmick atau pemilihan diksi.

Menurut dia, gimmick-gimmick atau pemilihan diksi yang berlangsung merupakan hal lumrah namun tetap basisnya program masing-masing calon.

"Misalnya bagaimana keberbedaan program ekonomi Prabowo dengan Jokowi, kebijakan luar negeri, pola pengentasan ekonomi dan kemiskinan," katanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018