Jakarta (ANTARA News) - Hasil survei  Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menunjukkan bahwa kearifan lokal yang banyak terdapat di setiap daerah di Indonesia diyakini bisa menjadi penangkal serangan radikalisme dan terorisme. 

"Kearifan lokal memiliki kekuatan dan daya rekat, serta sumber kontrol moral dalam menjaga hubungan masyarakat yang harmonis, baik dalam masyarakat homogen maupun heterogen," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius saat merilis hasil survei di Jakarta, Kamis.

Dalam survei nasional "Efektivitas Kearifan Lokal dalam Menangkal Radikalisme di Era Milenial" itu  diketahui kepercayaan masyarakat terhadap kearifan lokal sebagai daya tangkal radikalisme dan terorisme berada pada skor 63,60 atau berada dalam kategori tinggi.

"Sebanyak 63,60 persen responden menyatakan kearifan lokal masih relevan sebagai sarana pencegahan terorisme," kata Suhardi.

Survei itu dilakukan oleh BNPT menggunakan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif dengan rentang waktu antara bulan April hingga September 2018 di 32 provinsi se-Indonesia. 

Metode kualitatif dilaksanakan dalam bentuk diskusi terpumpun yang menghadirkan perwakilan pemerintah daerah, tokoh adat, agama, pendidikan, dan elemen pemuda di setiap provinsi.

Sementara untuk kuantitatif dilakukan dengan penyebaran kuesioner ke 450 responden di setiap provinsi. Total responden yang dipakai adalah 14.400 orang, terdiri atas mahasiswa PTKN dan PTUN,  dosen, siswa SMA dan MAN.

Suhardi mengungkapkan terdapat empat bentuk kearifan lokal, yaitu tutur lisan, tata ruang, norma sosial dan seni kebudayaan. 

"Kearifan lokal masih relevan untuk pencegahan, tapi masalahnya di daerah tak ada lagi dokumen yang utuh tentang apa itu kearifan lokal. Akibatnya, 30,09 persen responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang apa itu kearifan lokal," kata Suhardi.

Kondisi tersebut, kata Suhardi,  terjadi antara lain karena kurangnya sosialisasi kearifan lokal, khususnya di kalangan milenial. 28,33 persen responden mengakui hal tersebut. 

"Ditambah lagi faktor menurunnya interaktif antarmasyarakat karena efek dari kemajuan teknologi, faktor penetrasi media sosial yang demikian kuat," ujarnya.

Dengan catatan tersebut, BNPT mendorong pemerintah daerah untuk melakukan transformasi dekonstruktif terhadap kearifan lokal. 

Ada empat langkah yang direkomendasikan, yaitu inventarisasi ulang kearifan lokal, pendefinisian ulang, reformulasi, dan transfer pengetahuan tentang kearifan lokal.

"Tapi harus diingat, semuanya dilakukan dengan pendekatan era milenial. Definisikan dan formulasikan ulang apa itu kearifan lokal dengan gerakan yang mudah diterima generasi milenial sehingga mereka lebih tertarik dan tak lagi lari kepada media sosial saja untuk aktivitas sehari-harinya," kata Suhardi.

Turut mendampingi Suhardi dalam pemaparan hasil survei itu Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis, Direktur Pencegahan Brigjen Pol Hamli, dan Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat Andi Intang Dulung.
Baca juga: Cegah radikalisme terorisme, BNPT perkuat pemahaman masyarakat perbatasan
Baca juga: Mahasiswa diminta lakukan kontranarasi lawan radikalisme-terorisme
Baca juga: BNPT ajak kepala daerah aktif cegah terorisme

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018