Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Ace Hasan Syadzily mengatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terkait dengan Panama Papers dan Paradise Papers tidak memiliki legitimasi moral untuk menjadi pemimpin.

Ace dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis,  menjelaskan, Panama Papers dan Paradise Papers adalah dua dokumen yang dikeluarkan ICIJ (International Consortium of Investigative Journalist) yang berisi megaskandal para tokoh dunia, pengusaha, selebriti yang mendirikan perusahaan cangkang di negara suaka pajak (tax havens) dengan tujuan utama melakukan penghindaran pajak atau penyembunyian beneficial ownership.

Panama Papers terkait firma hukum Mossack Fonseca di Panama, yang melibatkan nama-nama besar termasuk disebut-sebut nama Sandiaga Uno. Sedangkan Paradise Papers bersumber dari firma hukum Appleby di Bahama yang juga didalamnya disebut-sebut nama Prabowo Subianto. Modus dan motif keduanya hampir sama, katanya.

Memang, belum tentu mereka melakukan tindak pidana perpajakan atau yang lain, atau besar kemungkinan telah mengikuti program pengampunan pajak pada tahun 2016. Namun, pendirian perusahaan cangkang di luar negeri sangat kuat dugaannya terkaitan dengan upaya menghindari pantauan sistem hukum dan administrasi Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perpajakan, pencucian uang, dan korupsi, katanya.

Menurut dia, secara hukum, sepanjang yang dilaporkan telah sesuai maka tidak timbul masalah. Namun, Ditjen Pajak tetap dapat melakukan analisis dan tindak lanjut apabila masih terdapat harta yang belum dilaporkan dalam tax amnesty sesuai Pasal 18 UU Pengampunan Pajak. Apalagi dengan dukungan kerja sama bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance - MLA), tentu posisi Pemerintah lebih kuat untuk melakukan penyelidikan demi kepastian hukum dan keadilan.

Ia menyatakan, tak tertutup kemungkinan data Panama Papers dan Paradise Papers juga terkait dengan dugaan pidana korupsi dan pencucian uang di masa lalu. Maka sepanjang belum kedaluwarsa, aparat penegak hukum tetap dapat melakukan penyelidikan.

Secara moral, mengingat modus dan motif pendirian perusahaan cangkang di tax havens adalah untuk menghindari kewajiban hukum di Indonesia, sebagaimana terjadi di negara lain, misalnya Inggris, Finlandia, dan Australia yang melibatkan pejabat negara, tuntutan mundur lazim didesakkan.

"Tak ada legitimasi moral lagi bagi mereka yang telah melakukan tindakan tercela ini. Hal ini telah ditunjukkan oleh Perdana Menteri Islandia, David Gunnlaugsson, yang mengundurkan diri karena namanya disebut-sebut dalam dokumen Panama Papers itu," katanya.

Maka, meskipun telah mendapat pengampunan pajak, tindakan memanfaatkan tax havens jelas tidak dapat dibenarkan secara etis dan menjadi sebuah cacat bagi siapa pun untuk mengikuti kontestasi politik, karena salah satu tanggung jawab sebagai presiden adalah menjadi teladan dan penglima penegakan hukum yang harus dapat dicontoh kualitas moralnya. Terlebih Indonesia yang semakin bertumpu pada penerimaan perpajakan.

"Dengan disebutnya nama Prabowo-Sandi dalam dua dokumen tersebut, layakkah keduanya menjadi presiden dan wakil presiden? Apakah memang keduanya memiliki legitimasi moral dalam mengelola Indonesia yang sekarang sumber pendapatan negaranya bertumpu pada perpajakan?" katanya.

Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2019