Yang sedang kita pikirkan di ITB, melibatkan pakar-pakar psikologi kira-kira GPS itu seperti apa pemasangannya agar tidak mengganggu pengemudi
Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan menggandeng pakar Institut Teknologi Bandung untuk mengkaji keselamatan The Global Positioning System (GPS) saat berkendara.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu menjelaskan kajian ini menyusul pro dan kontra penggunaan GPS di kendaraan roda empat atau mobil yang dinilai masih aman untuk dilakukan.


“Yang sedang kita pikirkan di ITB, melibatkan pakar-pakar psikologi kira-kira GPS itu seperti apa pemasangannya agar tidak mengganggu pengemudi,” katanya. 


Dia menambahkan hasil kajian itu pula yang akan menentukan apakah diperbolehkan menyetir dengan menggunakan GPS dengan hanya mendengar petunjuk, bukan melihat ke layar petunjuk.


“Kita melakukan kerja sama spesifik sekali, kalau bicara menyengkut masalah konsentrasi, pemikiran kita, otak kita tidak boleh ada gangguan, kalau sepintas melihat ke layar, pandangan kita, konsentrasi kita memang itu mengganggu konsentrasi kita,” katanya.



Hasil kajian tersebut akan disosialisasikan kepada masyarakat untuk dijadikan acuan, seperti Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).


Sementara itu, untuk sepeda motor, Budi menegaskan penggunaan GPS sangat berbahaya karena menyebabkan tidak konsentrasi dan tidak seimbang dalam berkendara.


Apalagi, lanjut dia, sepeda motor bukan kendaraan yang sejak awal bisa dipasang aplikasi GPS.


“Saat kita ngantuk berapa detik mobil kita melenceng kiri gimana, itu saya yakin kita melihat GPS enggak sedetik, dua detik. Apalagi motor dengan satu tangan. Ini sudah saatnya kita kaji penggunannya dengan kajian bersama ITB tadi,” katanya.

Baca juga: Pengemudi ojek daring dukung larangan GPS demi keselamatan, keberatan besaran denda
Baca juga: Begini tanggapan GOJEK soal larangan pakai GPS


Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019