Jakarta (ANTARA News) - Wakil Gubernur Aceh 2007-2012 Muhammad Nazar disebut mendapat Rp700 juta dari Proyek Pembangunan Dermaga Sabang Aceh yang dibiayai APBN.

"Ada untuk wakil gubernur Rp700 juta Pak Muhammad Nazar selaku NAD 2," kata  Board of Management (BOM) Nindya Sejati Joint Operation (JO) Bayu Ardhianto dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Bayu bersaksi untuk terdakwa Irwandi Yusuf yang didakwa melakukan tiga perbuatan yaitu pertama menerima suap sebesar Rp1,05 miliar terkait proyek-proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018, menerima gratifikasi sepanjang menjadi Gubernur Aceh periode 2017-2022 sebesar Rp8,717 miliar dan gratifikasi saat menjabat gubernur Aceh 2007-2012 sebesar Rp32,454 miliar sehingga seluruhnya mencapai Rp42,221 miliar.

Proyek pembangunan dermaga Sabang dikerjakan oleh Joint Operation (JO) Nindya Karya dan Tuah Sejati dan terbukti ada korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp116 miliar dalam periode 2006-2011 dengan anggaran sekitar Rp760 miliar. Dalam proyek itu sudah ada beberapa orang yang divonis penjara yaitu kuasa Nindya Sejati JO Heru Sulaksono yang divonis 9 tahun penjara, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Ramadhani Ismy divonis 6 tahun penjara dan mantan Gubernur Bener Meriah Ruslan Abdul Gani divonis 5 tahun penjara.

Uang untuk Wakil Gubernur Muhammad Nazar itu disebut Bayu diminta oleh mantan panglima GAM Sabang Izil Azhar yang juga orang dekat Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.

"Ada untuk NAD 1 (Gubernur Aceh), ada untuk NAD 2 Pak Muhammad Nazar, ada catatannya," ungkap Bayu.

Bayu mengaku menyerahkan uang tersebut kepada Izil Azhar secara tunai.

"Prosedunya permintaan Izil Azhar disampaikan ke Pak Taufik (Muhammad Taufik Reza)," tambah Bayu.

Bekas Bupati Bener Meriah sekaligus mantan  Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Ruslan Abdul Gani mengaku ada pengeluaran teknis maupun non-teknis saat pengerjaan dermaga Sabang.

"Teknis karena fisik di lapangan harus aman, sedangkan non teknis yaitu ada kombatan GAM mengaku-ngaku mengambil sesuatu atau menghambat pekerjaan dan yang paling piawai adalah Izil Azhar karena bisa mengamankan jadi kegiatan bisa aman sesuai arahan gubernur," kata Ruslan.

Non teknis yang dimaksud Ruslan khususnya sejumlah permintaan dari para mantan kombatan GAM.

"Pandai-pandai kita saja sesuai kondisi di lapangan karena saat itu 2011 sedang masa transisi, ya biasalah teman-teman kita biasa tidak makan, sekadar minta ongkos pulang itu yang kita sebut non teknis," ungkap Ruslan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019