Jakarta (ANTARA) - Individu dengan autisme, pemerhati, guru, mahasiswa, dan masyarakat umum yang peduli berkumpul bersama di Monas merayakan kampanye Light It Up Blue LIUB sambil menyaksikan Monas mulai disirami cahaya biru pada Rabu petang, mulai pukul 18.00 - 20.00 WIB.

Tidak hanya Monas, kampanye LIUB, kerja sama Yayasan Autisma Indonesia (YAI) dengan Pemerintah Provinsi Jakarta, sebagaimana disampaikan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu malam, juga berencana untuk menyelimuti Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) baru yang berdesain artistik di beberapa lokasi dengan cahaya biru.

Ketika landmark dan bangunan di Jakarta menyala biru, Indonesia bergabung dengan gerakan global yang cahayanya mengirimkan pesan, harapan dan penyertaan kepada individu dengan autisme.

Kampanye Light It Up Blue (LIUB) yang merupakan gerakan kepedulian terhadap individu autisme diadakan tiap tahun sepanjang April, dimulai tanggal 2 April di seluruh dunia. Di Indonesia, kegiatan LIUB sudah dilakukan untuk kelima kalinya, mulai 2015.

"Dukungan masyarakat terhadap individu autisme dan keluarganya harus terus menerus dan diulang tiap tahun untuk menggugah rasa kepedulian masyarakat bahwa mereka ada di antara kita," kata dr Melly Budhiman Sp Kj, Ketua Yayasan Autisma Indonesia.

Dalam kesempatan itu, partisipan yang hadir mengenakan baju/kaos/asesoris warna biru. Selain di Jakarta, Kampanye LIUB ini juga tercatat diselenggarakan oleh komunitas peduli autisme antara lain di Bogor (Lawang Selapan) dan Bandung (Gedung Sate).

Melly mengatakan di Indonesia dibanding 20 tahun lalu kesadaran terhadap individu dengan autisme sudah cukup tinggi, tapi pada praktiknya masih terjadi hal yang tidak diinginkan seperti perisakan (bullying) dan terabaikannya hak individu autisme.

"Praktek bullying masih terjadi. Hak individu dengan autisme terabaikan misalnya banyak sekolah tidak mau menerima dengan berbagai alasan seperti guru-guru belum mengerti menangani mereka," kata Melly.

Jika masalahnya itu, menurut Melly, seharusnya sekolah serius menyiapkan guru-guru karena individu dengan autisme itu berhak untuk bersekolah.

Hak lain seperti fasilitas dalam transportasi umum juga masih menjadi kendala. Karena kebanyakan fasilitas transportasi umum seperti kursi prioritas, meski sudah diperuntukkan untuk penyandang cacat namun pada praktiknya tidak bisa dipergunakan oleh penyandang autisme.

Padahal berdasar Undang-Undang, penyandang autisme termasuk dalam kategori penyandang disabilitas. "Menempatkan penyandang autis di kursi prioritas akan meminimalisir potensi mereka terganggu dan mengganggu penumpang lain. Namun sering karena terlihat seperti individu yang tidak punya gangguan, kursi prioritas tak boleh dipakai penyandang autisme," kata Tina Gayatri, seorang ibu yang sehari-hari menemani putranya penyandang autisme berkegiatan menggunakan transportasi publik.

Hal inilah yang menyebabkan kampanye LIUB perlu diulang tiap tahun untuk terus menggugah kepedulian masyarakat dan pemangku kepentingan lain.

Tanggal 2 April adalah momen World Autism Awareness Day yang dideklarasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui resolusi PBB No. 62/139 pada 18 Desember 2007. Penetapan ini bermakna seruan kepada pemerintah, institusi dan publik di seluruh dunia untuk merangkul dan menerima individu dengan autisme sepenuhnya.

Di seluruh dunia momen ini kemudian digunakan untuk menyuarakan kepedulian bagi individu dengan autism dan April pun menjadi bulan peduli autism global.

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres pada peringatan Hari Peduli Autisme Sedunia pada 2018 menyoroti pentingnya pemberdayaan perempuan dan anak perempuan dengan autisme.

Baca juga: KBRI, MIKTA rayakan hari autisme dunia di Addis Ababa
Baca juga: Monas bercahaya biru untuk peringatan Hari Peduli Autisme

 

 

Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019