Jakarta (ANTARA) - Masyarakat seringkali menganggap remeh herpes dan sebagian di antara mereka tidak segera berobat ke dokter bila menderita herpes. Padahal, infeksi herpes ini sangat berbahaya dan mudah menular. Waspadalah!

Di dunia kedokteran, terdapat dua jenis herpes, yakni herpes simplex serta herpes zoster. Herpes simpleks merupakan gangguan atau infeksi pada kulit dan/atau alat kelamin, disebabkan HSV (virus herpes simpleks).

Herpes zoster merupakan infeksi pada kulit (termasuk kelamin) dan membran selaput lendir atau mukosa, diakibatkan VVZ (virus varisela zoster).

Herpes simpleks memiliki banyak sekali nama lain (sinonim), seperti cold sore, herpes digitalis, herpes simplex, genital herpes atau herpes genitalis, herpes febrilis, herpes gladiatorum, herpes labialis, herpes progenitalis, fever sore, oral herpes, fever blister. Herpes zoster juga punya beberapa sinonim, misalnya cacar ular, dompo, shakes, shingles.

Herpes zoster merupakan penyakit yang swasirna (dapat sembuh sendiri), namun untuk mencegah memberatnya gejala klinis dan timbulnya komplikasi, diperlukan tatalaksana yang efektif, sesuai rekomendasi dan nasihat dokter atau ahli dermatologi.

Herpes zoster umumnya merupakan kelanjutan dari cacar air. Herpes zoster jika menyerang mata, dinamakan herpes zoster oftalmikus, dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. Infeksi VVZ berpotensi menyebar ke otak, hati, atau paru-paru.

Sindrom Ramsay-Hunt merupakan bentuk khusus herpes zoster yang bercirikan: muka perot, kelainan kulit, telinga berdenging, vertigo, mual, gangguan pendengaran dan pengecapan.

Penyebab herpes simpleks adalah HSV tipe 1 atau 2. HSV yang tergolong virus DNA ini dinamakan pula Herpes virus hominis. Adapun faktor pencetus herpes simpleks, berupa trauma (fisik dan psikis), kelelahan, stres, koitus berlebihan, kurang tidur, gangguan saluran pencernaan, menstruasi, peningkatan suhu tubuh (demam), makanan atau minuman yang merangsang, alkohol, obat-obatan (golongan imunosupresif, kortikosteroid).

Adapun penyebab herpes zoster adalah VVZ (virus Varicella-zoster). VVZ yang berinti DNA ini merupakan virus herpes pada manusia tipe 3 (HHV-3).

Untuk kasus herpes simpleks, wanita lebih besar risikonya daripada pria. Penularan herpes simpleks melalui aktivitas seksual lewat mulut-alat kelamin dan kontak kulit/tangan. Infeksi primer akibat HSV-1 umumnya dialami di masa anak. Adapun infeksi HSV-2 dapat dialami selama dekade kedua/ketiga kehidupan.

Di seluruh penjuru dunia, terdapat lebih dari 400 juta orang terkena herpes genital dikarenakan HSV-2. Di AS, sebanyak satu dari lima penduduk dewasa positif terinfeksi HSV-2, dan 1 juta infeksi baru terjadi setiap tahun.

Insiden herpes zoster adalah 1,2 - 3,4 per 1000 orang. Insiden sesuai usia yaitu kurang dari 1 per 1000 anak-anak, dan 12 per 1000 orang pada penderita berusia lebih dari 65 tahun. Meskipun dapat menyerang semua usia, herpes zoster sering terjadi pada orang dewasa dan usia lanjut.

Sekitar 80 persen dialami penduduk berusia lebih dari dua puluh tahun. Sekitar 30 persen diderita orang berusia lebih dari 55 tahun. Hanya 5 persen yang terjadi pada anak kurang dari 14 tahun. Herpes zoster dialami 10-20 persen populasi di periode tertentu kehidupan mereka.


Potret Klinis

Masa inkubasi herpes simpleks berkisar 2-12 hari. Munculnya vesikel (gelembung berdiameter kurang dari 1 cm, berisi cairan serum) di kulit dengan didahului rasa terbakar dan gatal. Terkadang disertai demam, rasa tak enak badan, selera makan menurun atau menghilang, dan nyeri otot. Selain itu, kelenjar limfe regional dapat membengkak.

Herpes zoster memiliki masa tunas 7-12 hari. Sering mengenai wajah, batang tubuh, termasuk dada. Lesi-lesi baru tetap timbul selama kira-kira seminggu. Ada riwayat menderita cacar air di masa anak. Dibandingkan herpes simpleks, herpes zoster boleh jadi lebih parah dan cenderung lebih lama pada orangtua.

Manifestasi klinis dari herpes zoster dapat didahului gejala prodromal, berupa gejala seperti flu, demam, pusing atau nyeri kepala, selera makan berkurang/menghilang, rasa tidak enak badan atau badan terasa lemas. Gejala prodromal ini dapat terjadi sampai satu minggu sebelum timbul ruam di kulit.

Adapun potret klinis yang khas pada herpes zoster berupa nyeri hebat, berlangsung terus-menerus, pada masa akut. Dapat disertai rasa nyeri baik di otot maupun tulang, sensasi gatal, rasa pegal, muncul ruam kemerahan atau gelembung (dengan diameter kurang dari satu cm berisi cairan jernih) yang bergerombol dan unilateral (mengenai satu sisi tubuh), bisa bercampur darah, berubah keruh atau berwarna kelabu setelah beberapa hari. Cairan ini bisa mengering di atas kulit, disebut krusta.

Kelenjar limfe regional dapat terasa perih, melunak, membengkak. Jika 1-3 bulan setelah membaik, rasa sakit masih menetap, maka kondisi ini disebut neuralgia pasca herpes (NPH). Hanya 20 persen penderita herpes zoster yang berlanjut menjadi NPH. NPH paling sering muncul di usia lebih dari 55 tahun.


Diagnosis Banding

Tim medis perlu berhati-hati saat membedakan herpes simpleks dengan beberapa kelainan kulit lain yang mirip. Misalnya impetigo, sindrom Behçet, infeksi virus Coxsackie, sifilis, sindrom Stevens-Johnson, herpangina, stomatitis aftosa (sariawan), varisela, dan herpes zoster.

Ruam kemerahan (rash) pada herpes zoster perlu dibedakan dari herpes simpleks dan infeksi virus lainnya. Nyeri pada herpes zoster perlu dibedakan dengan nyeri pada infark miokard akut, emboli paru-paru, pleuritis, perikarditis, kolik ginjal.

Ada beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang dapat direkomendasikan dokter atau ahli dermatologi untuk menegakkan diagnosis herpes simpleks. Tes slide antibodi direct immunofluorescent menjadi pilihan untuk penegakan diagnosis secara cepat.

Kultur virus merupakan metode paling definitif untuk diagnosis; hasilnya diketahui dalam 1-2 hari. Uji serologis HSV menggunakan antibodi serum immunoglobulin jenis IgM dan IgG. Tes serologis menggunakan Western blot assay atau ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay).

Uji Tzanck disertai pengecatan Wright atau Giemsa. Tzanck smear menunjukkan sel raksasa multinucleated.

Untuk penegakan diagnosis herpes zoster, dokter atau ahli dermatologi akan merekomendasikan beberapa pemeriksaan penunjang sesuai indikasi. Uji sitologi berupa Tzanck smear dapat direkomendasikan dokter.

Pemeriksaan Direct Fluorescent Antibody sebagai deteksi asam nukleat atau antigen spesifik VVZ. Untuk pemeriksaan DNA VVZ, perlu dilakukan kultur virus atau pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction). Pemeriksaan mikroskop elektron, tes serologi boleh saja bila memang diperlukan, atas indikasi. Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak diperlukan.

Medikamentosa herpes simpleks berupa terapi sistemik dan terapi topikal. Terapi sistemik, pilihannya acyclovir (200 mg per oral 5x sehari atau 800 mg 3x sehari), valacyclovir (1000 mg 2x sehari), atau famciclovir (250 mg tiga kali sehari), masing-masing untuk tujuh hingga sepuluh hari. Terapi topikal juga direkomendasikan dokter untuk mengatasi herpes simpleks.

Namun 5 persen acyclovir ointment dapat digunakan untuk herpes genitalis tahap awal dan infeksi herpes genitalis di kulit pada penderita yang daya tahan tubuhnya lemah. Krim penciclovir untuk herpes di bibir dan mulut.

Pemberian analgesik, antipiretik, dan antipruritus atas indikasi. Pilihan tatalaksana topikal lainnya berupa acyclovir (krim atau ointment), krim Penciclovir, atau krim Docosanol. Antibiotik atau kotrimoksasol diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Mitra seksualnya juga perlu diperiksa dokter.

Pada kasus herpes zoster, dokter dapat meresepkan antivirus sesuai indikasinya. Obat antivirus, seperti: acyclovir (800 mg per oral, lima kali sehari, selama tujuh hingga sepuluh hari atau 10 mg per kg berat badan intravena setiap delapan jam selama tujuh hingga sepuluh hari), famcyclovir (250-500 mg, 3x/hari, selama seminggu, per oral), valacyclovir (1000 mg, 3x/hari, selama seminggu, per oral).

Efek samping obat antivirus berupa: mual, muntah, nyeri kepala, pusing, nyeri perut. Pemberian antivirus bertujuan untuk mengurangi replikasi virus, mengurangi radang, mempercepat kesembuhan, mencegah lesi baru muncul, mengurangi keparahan dan lama nyeri.

Tatalaksana nonfarmakologis pada kasus herpes zoster dengan kompres basah (menggunakan solusi Burow atau air dingin) selama 15 hingga 30 menit diulangi lima hingga sepuluh kali per hari untuk memecahkan vesikel, menghilangkan serum dan krusta. Perawatan perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri sekunder.

Untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri pada penderita herpes zoster, dokter dapat merekomendasikan golongan analgesik ± narkotik. Misalnya: analgesik: asam mefenamat (tiga hingga empat kali 250 hingga 500 mg per hari), dipiron (3x500 mg per hari), parasetamol (3x500 mg per hari) plus kodein (3x10 mg per hari). Calamin lotion dapat mengurangi rasa sakit dan gatal. Vitamin neutrotropik dapat ditambahkan.

Untuk kasus NPH yang menyertai penderita herpes zoster, dokter dapat meresepkan asiklovir, dan antidepresan golongan trisiklik (misalnya: amitriptilin 10-75 mg per hari) selama tiga hingga enam bulan setelah sensasi nyeri atau sakit mereda.

Obat antidepresan trisiklik lainnya yang juga dapat dipakai yaitu: desipramin, nortriptilin, maprotiline. Dapat juga diberi capsaicin ointment, 0,025-0,075 persen atau lidocaine topical patches. Obat antikonvulsan atau antikejang, seperti fenitoin, karbamazepin, gabapentin, pregabalin sebagai pengendali rasa sakit pada NPH.


Pencegahan

Ada beberapa upaya preventif agar tidak terkena herpes simpleks. Misalnya: menghindari stres, jangan sampai kelelahan, stop konsumsi alkohol, menjauhi makanan yang merangsang, hindari variasi hubungan seksual yang "aneh-aneh".

Abstinensia atau "puasa" berhubungan seks, penggunaan kondom, edukasi, dan konseling penderita diperlukan untuk mengurangi risiko penularan herpes genital. Aplikasi pericoital dari gel tenofovir, suatu gel vagina antiretroviral, terbukti menurunkan risiko terkena HSV-2 pada perempuan.

Ibu hamil yang menderita herpes simpleks primer selama masa 6 minggu terakhir periode kehamilan, direkomendasikan dokter untuk melahirkan dengan metode seksio sesarea, sebelum atau dalam masa 4 jam setelah ketuban pecah.

Untuk mencegah herpes zoster, dokter atau ahli dermatologi akan merekomendasikan pemberian vaksin. Vaksin herpes zoster (Zostavax) dari virus hidup yang dilemahkan, efektif untuk mencegah herpes zoster dan NPH. Sebaiknya diberikan untuk usia minimal 60 tahun atau lebih. Kortikosteroid juga direkomendasikan dokter untuk mencegah NPH.

*) dr Dito Anurogo MSc adalah duta literasi Sulawesi Selatan 2019, penulis "The Art of Medicine" (Gramedia), dosen tetap Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah (FKIK Unismuh) Makassar.


Baca juga: Studi: pasien kanker berisiko kena herpes zoster

Baca juga: Berciuman berisiko tularkan radang gusi hingga herpes

Copyright © ANTARA 2019