Palu (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah (Sulteng) akan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) mengenai keberadaan dan masih beroperasinya Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang ada di wilayah provinsi tersebut termasuk di Desa Dongi-Dongi dan Kota Palu.

"Kita perlu mendengar penjelasan dari pihak-pihak terkait dengan apa yang sebenarnya terjadi," ucap Ketua DPRD Sulteng Dr Hj Nilam Sari Lawira di Palu, Sabtu.

Nilam Sari Lawira yang merupakan istri dari Wakil Ketua Umum DPP NasDem mengemukakan rencana pembahasan mengenai PETI di wilayah Sulteng akan dibahas setelah para elite politik di DPRD Sulteng selesai melaksanakan reses.

"Saya baru melaksanakan reses, dan para anggota DPRD Sulteng juga sedang melaksanakan reses. Setelah masa reses, baru kita akan bahas mengenai hal ini," ujarnya.

DPRD Sulteng akan mengundang pihak-pihak terkait yang menangani langsung mengenai pertambangan meliputi Dinas ESDM Sulteng, pihak kepolisian dan mitra pemerintah yang tergabung dalam Forkompimda Sulteng.

Nilam yang merupakan politisi NasDem mengemukakan seharusnya setiap warga negara dan semua komponen harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan perundangan yang ada di negara ini.

Ia mengatakan penanganan dan penertiban PETI tidak harus dilakukan serta merta, tetapi harus melibatkan para pihak yang berwenang.

"Kita paham bahwa masyarakat juga butuh mata pencaharian, tetapi kita juga tidak boleh melegalkan sesuatu yang tidak dilegalkan oleh ketentuan perundangan," sebutnya.

Sebelumnya, Aktivis lingkungan dan agraria Sulawesi Tengah (Sulteng) Syahrudin Ariestal Douw meminta aparat penegak hukum untuk menghentikan penggunaan bahan kimia merkuri dan sianida dalam kegiatan pertambangan energi sumber daya mineral.

"Beberapa kelompok ikut melakukan penambangan tanpa izin dengan menggunakan merkuri dan sianida sebagai cara mengurai endapan emas dari batu atau pun tanah," kata Syahrudin.

Syahrudin yang juga mantan Ketua Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng menyebut belakangan warga kembali disuguhkan dengan fenomena penambangan tanpa izin (PETI).

"Isu penambangan tanpa izin (PETI) pertama kali booming di Sulawesi Tengah pada tahun 2010. Awalnya penambang menggunakan pendekatan konvensional seperti mendulang. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan waktu, metode penambangan rakyat konvensional kini bergeser menggunakan bahan kimia berbahaya, dan pergeseran metode urai oleh masyarakat karena munculnya kelompok-kelompok pemodal yang ikut melakukan penambangan tanpa izin," kata Etal sapaan akrab Syahrudin.

Dalam keterangan tertulisnya, ia menguraikan PETI di Sulteng banyak bermunculan, seperti di Poboya di Kota Palu, Dongi-dongi di Kabupaten Sigi, Malomba di Kecamatan Dondo Tolitoli, dan terakhir terjadi di Kabupaten Parigi Moutong.

Etal yang juga berprofesi sebagai advokat menilai maraknya penambangan ilegal, akibat lemahnya kontrol dan penindakan aparat penegak hukum.
  Spanduk penutupan PETI di Dongodongi (ANTARA/Muhammad Hajiji)

Pewarta : Muhammad Hajiji
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024