Jakarta (ANTARA) - Ikatan Guru Indonesia (IGI) mendukung penuh langkah pemerintah yang melakukan peniadaan Ujian Nasional (UN) jenjang SMP dan SMA untuk melindungi siswa dan guru dari penularan pandemi COVID-19.
"Ini adalah keputusan yang sangat tepat, dalam suasana pandemi COVID-19, yang belum jelas kapan berakhirnya," ujar Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Dia menambahkan ada beberapa pertimbangan, di antaranya saat ini masih banyak guru belum siap menjalankan pembelajaran jarak jauh atau kelas maya.
Pembelajaran daring tersebut, kata dia, bagian dari persiapan UN.
Selanjutnya, pelaksanaan UN akan terganggu suasana psikologis masing-masing siswa yang berada dalam ketakutan tertular virus corona jenis baru itu.
"Siswa dan guru pun memiliki potensi yang sangat besar untuk tertular atau menularkan COVID-19. Meskipun dilakukan berbagai upaya pencegahan dengan berbagai macam cara disinfektan," kata dia.
Ia mengemukakan jika UN tetap dilaksanakan maka bertentangan dengan himbauan Presiden Jokowi yang menginginkan siswa dan guru tetap berada di rumah.
"Sehingga sungguh sangat tepat apa yang diputuskan oleh Presiden Joko Widodo terkait peniadaan UN," kata dia.
Pemerintah daerah juga terlihat gamang dalam menanggapi persoalan UN, yakni ada yang menunda, namun ada juga bersikukuh akan melaksanakan UN.
"UN juga tidak memiliki nilai apapun dan tidak memberikan manfaat apapun, kecuali sekadar angka-angka yang juga tidak akan ditindaklanjuti," kata dia.
Sejak 2015, nilai UN tidak lagi digunakan sebagai penentu kelulusan. Nilai UN juga dimanfaatkan untuk pemetaan pendidikan di daerah. Kemendikbud pada 2021 juga akan mengganti format UN dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
"Ini adalah keputusan yang sangat tepat, dalam suasana pandemi COVID-19, yang belum jelas kapan berakhirnya," ujar Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Dia menambahkan ada beberapa pertimbangan, di antaranya saat ini masih banyak guru belum siap menjalankan pembelajaran jarak jauh atau kelas maya.
Pembelajaran daring tersebut, kata dia, bagian dari persiapan UN.
Selanjutnya, pelaksanaan UN akan terganggu suasana psikologis masing-masing siswa yang berada dalam ketakutan tertular virus corona jenis baru itu.
"Siswa dan guru pun memiliki potensi yang sangat besar untuk tertular atau menularkan COVID-19. Meskipun dilakukan berbagai upaya pencegahan dengan berbagai macam cara disinfektan," kata dia.
Ia mengemukakan jika UN tetap dilaksanakan maka bertentangan dengan himbauan Presiden Jokowi yang menginginkan siswa dan guru tetap berada di rumah.
"Sehingga sungguh sangat tepat apa yang diputuskan oleh Presiden Joko Widodo terkait peniadaan UN," kata dia.
Pemerintah daerah juga terlihat gamang dalam menanggapi persoalan UN, yakni ada yang menunda, namun ada juga bersikukuh akan melaksanakan UN.
"UN juga tidak memiliki nilai apapun dan tidak memberikan manfaat apapun, kecuali sekadar angka-angka yang juga tidak akan ditindaklanjuti," kata dia.
Sejak 2015, nilai UN tidak lagi digunakan sebagai penentu kelulusan. Nilai UN juga dimanfaatkan untuk pemetaan pendidikan di daerah. Kemendikbud pada 2021 juga akan mengganti format UN dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.