Jakarta (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan langsung Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II tahun 2019 kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang di dalamnya memuat potensi kerugian keuangan negara Rp6,25 triliun.
"Baru saja kami menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II kepada Presiden. Tadi juga sudah kami sampaikan ke Presiden yaitu pemeriksaan selama semester II 2019 dilakukan pada 488 entitas, 71 dari pemerintah pusat, 367 dari pemerintah daerah," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna di lingkungan Istana Kepresidenan di Jakarta, Kamis.
Ketua BPK menyampaikan IHPS II tahun 2019 itu didampingi sejumlah Wakil Ketua BPK antara lain Anggota III BPK Achsanul Qosasi, sedangkan Presiden Jokowi didampingi Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Sekretariat Negara Pratikno.
Menurut Agung, IHPS II tahun 2019 menemukan 4.094 temuan yang memuat 5.480 permasalahan yang terdiri dari 971 (18 persen) adalah permasalahan kelemahan sistem pengendalian internal, sebanyak 1.725 (31 persen) adalah masalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dengan nilai sebesar Rp6,25 triliun serta 2.784 (51 persen) merupakan masalah ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan sebesar Rp1,35 triliun.
"Dari 1.725 masalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, sebanyak 1.270 yaitu sebesar Rp6,25 triliun merupakan permasalahan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1,29 triliun yang berasal dari 709 permasalahan, potensi kerugian sebesar Rp1,87 triliun yang berasal dari 263 masalah dan kurang penerimaan sebesar Rp3,609 triliun yang berasal dari 298 masalah, jadi ini masalah yang sifatnya konsolidatif keseluruhan dari hasil pemeriksaan yang kita lakukan," jelas Agung.
IHPS II tahun 2019 itu juga memuat pemeriksaan terhadap laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan perjanjian utang luar negeri, pemeriksaan kinerja tematik, pemeriksaan dengan tujuan tertentu serta hal-hal lain terkait pengelolaan keuangan negara.
"Sudah ada diskusi yang sangat produktif dan BPK sepakat mendukung upaya pemerintah untuk menghadapi pandemi COVID-19 dan mitigasi risiko COVDI-19," tambah Agung.
Dukungan BPK tersebut, menurut Agung, termasuk penyampaian hasil kajian BPK mengenai pengelolaan keuangan negara dalam menghadapi COVID-19 yang isinya risiko dan bagaimana mitigasi risikonya serta mitigasi risiko pasca-COVID-19.
"Namun ini hanya merupakan kajian, kami dalam posisi tidak ikut terlibat. Kami hanya akan menyampaikan ke pemerintah dan stakeholder risiko-risiko apa saja yang mungkin dihadapi oleh para pengelola keuangan negara dalam konteks penanganan pandemi COVID-19 dan mitigasi risiko," ungkap Agung.
Kajian itu dikerjakan karena, menurut Agung, pemerintah menghadapi dua masalah yaitu masalah kesehatan terkait pandemi COVID-19 dan masalah ekonomi yang diakibatkan oleh COVID-19 itu sendiri.
"Bahasa kami mitigasi risiko pandemi COVID-19, termasuk bagaimana agar masalah-masalah yang sudah dimitigasi dalam kajian karena BPK punya 2 fitur wewenang, pertama kami memberi rekomendasi berdasarkan pemeriksaan keuangan baik pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dan satu fitur lagi adalah pendapat, ini bagian fitur berikutnya yaitu pendapat," tambah Agung.
Nantinya analisis risiko tersebut juga akan digunakan BPK untuk melakukan audit keuangan pemerintah.
"Namun demikian masalah pengelolaannya dapat ditanyakan ke pemerintah karena kami tidak dalam posisi untuk mengatur tapi hanya menyampaikan risikonya dan risiko itu kami gunakan untuk melakukan pemeriksaan setelah selesai dilaksanakan," kata Agung.
IHPS II tahun 2019 memuat hasil pemantauan terhadap pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP) per 31 Desember 2019 atas LHP yang diterbitkan periode 2005-2019. Pada periode tersebut, BPK telah menyampaikan 560.521 rekomendasi kepada entitas yang diperiksa, dan sebanyak 416.680 rekomendasi (74,3 persen) telah ditindaklanjuti.
Hasil pemantauan juga menunjukkan kerugian negara/daerah senilai Rp3,20 triliun.
Tingkat penyelesaian yang terjadi pada periode 2005-2019 menunjukkan terdapat angsuran sebesar Rp284,90 miliar, pelunasan sebesar Rp1,14 triliun, dan penghapusan sebesar Rp82,83 miliar sehingga sisa kerugian adalah sebesar Rp1,69 triliun.
"Baru saja kami menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II kepada Presiden. Tadi juga sudah kami sampaikan ke Presiden yaitu pemeriksaan selama semester II 2019 dilakukan pada 488 entitas, 71 dari pemerintah pusat, 367 dari pemerintah daerah," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna di lingkungan Istana Kepresidenan di Jakarta, Kamis.
Ketua BPK menyampaikan IHPS II tahun 2019 itu didampingi sejumlah Wakil Ketua BPK antara lain Anggota III BPK Achsanul Qosasi, sedangkan Presiden Jokowi didampingi Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Sekretariat Negara Pratikno.
Menurut Agung, IHPS II tahun 2019 menemukan 4.094 temuan yang memuat 5.480 permasalahan yang terdiri dari 971 (18 persen) adalah permasalahan kelemahan sistem pengendalian internal, sebanyak 1.725 (31 persen) adalah masalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dengan nilai sebesar Rp6,25 triliun serta 2.784 (51 persen) merupakan masalah ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan sebesar Rp1,35 triliun.
"Dari 1.725 masalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, sebanyak 1.270 yaitu sebesar Rp6,25 triliun merupakan permasalahan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1,29 triliun yang berasal dari 709 permasalahan, potensi kerugian sebesar Rp1,87 triliun yang berasal dari 263 masalah dan kurang penerimaan sebesar Rp3,609 triliun yang berasal dari 298 masalah, jadi ini masalah yang sifatnya konsolidatif keseluruhan dari hasil pemeriksaan yang kita lakukan," jelas Agung.
IHPS II tahun 2019 itu juga memuat pemeriksaan terhadap laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan perjanjian utang luar negeri, pemeriksaan kinerja tematik, pemeriksaan dengan tujuan tertentu serta hal-hal lain terkait pengelolaan keuangan negara.
"Sudah ada diskusi yang sangat produktif dan BPK sepakat mendukung upaya pemerintah untuk menghadapi pandemi COVID-19 dan mitigasi risiko COVDI-19," tambah Agung.
Dukungan BPK tersebut, menurut Agung, termasuk penyampaian hasil kajian BPK mengenai pengelolaan keuangan negara dalam menghadapi COVID-19 yang isinya risiko dan bagaimana mitigasi risikonya serta mitigasi risiko pasca-COVID-19.
"Namun ini hanya merupakan kajian, kami dalam posisi tidak ikut terlibat. Kami hanya akan menyampaikan ke pemerintah dan stakeholder risiko-risiko apa saja yang mungkin dihadapi oleh para pengelola keuangan negara dalam konteks penanganan pandemi COVID-19 dan mitigasi risiko," ungkap Agung.
Kajian itu dikerjakan karena, menurut Agung, pemerintah menghadapi dua masalah yaitu masalah kesehatan terkait pandemi COVID-19 dan masalah ekonomi yang diakibatkan oleh COVID-19 itu sendiri.
"Bahasa kami mitigasi risiko pandemi COVID-19, termasuk bagaimana agar masalah-masalah yang sudah dimitigasi dalam kajian karena BPK punya 2 fitur wewenang, pertama kami memberi rekomendasi berdasarkan pemeriksaan keuangan baik pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dan satu fitur lagi adalah pendapat, ini bagian fitur berikutnya yaitu pendapat," tambah Agung.
Nantinya analisis risiko tersebut juga akan digunakan BPK untuk melakukan audit keuangan pemerintah.
"Namun demikian masalah pengelolaannya dapat ditanyakan ke pemerintah karena kami tidak dalam posisi untuk mengatur tapi hanya menyampaikan risikonya dan risiko itu kami gunakan untuk melakukan pemeriksaan setelah selesai dilaksanakan," kata Agung.
IHPS II tahun 2019 memuat hasil pemantauan terhadap pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP) per 31 Desember 2019 atas LHP yang diterbitkan periode 2005-2019. Pada periode tersebut, BPK telah menyampaikan 560.521 rekomendasi kepada entitas yang diperiksa, dan sebanyak 416.680 rekomendasi (74,3 persen) telah ditindaklanjuti.
Hasil pemantauan juga menunjukkan kerugian negara/daerah senilai Rp3,20 triliun.
Tingkat penyelesaian yang terjadi pada periode 2005-2019 menunjukkan terdapat angsuran sebesar Rp284,90 miliar, pelunasan sebesar Rp1,14 triliun, dan penghapusan sebesar Rp82,83 miliar sehingga sisa kerugian adalah sebesar Rp1,69 triliun.