Jakarta (antarasulteng.com) - Sejumlah nelayan dari Sulawesi Tengah mengunjungi Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta Utara, untuk mendalami teknik menangkap cumi-cumi yang efektif, sebagai bagian dari upaya meningkatkan pemanfaatan potensi cumi-cumi di provinsi ini.
"Kita ingin membuat inovasi baru lewat Program Inkamina 2014, memanfaatkan bantuan kapal penangkap ikan 30 GT dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk meningkatkan tangkapan cumi-cumi," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng Hasanuddin Atjo terkait kunjungan nelayan ke PPI Muara Angke, Jakarta, Jumat.
Hasanuddin mengemukakan, Sulawesi Tengah memiliki potensi penangkapan cumi-cumi yang cukup besar dna pasar ekspornya kini semakin terbuka, namun potensi itu belum dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan pengetahuan nelayan dalam teknologi yang efektif dalam menangkap cumi-cumi.
Selain potensi tangkapan besar, kata Hasanuddin, Sulteng juga akan mendapat alokasi kapal penangkap ikan lewat Program Inkamina KKP pada 2014 sebanyak 18 unit.
"Sebagian dari kapal ini akan kita desain khusus untuk menangkap cumi-cumi, disamping menangkap ikan demersal. Kita rencana untuk mengalokasikan kapal penangkap cumi di daerah Tolitoli dan di Kabupaten Banggai," ujarnya.
Karena itu, kata Hasanuddin, sejumlah nelayan dari dua kelompok usaha bersama (KUB) nelayan di Tolitoli dan Banggai Laut dibawa untuk melihat dari dekat PPI Muara Angke yang khusus melayani para nelayan penangkap cumi-cumi.
Para nelayan itu didampingi konsultan kapal penangkap ikan, Ketua Forum Nelayan Inkamina Sulawesi Tengah, Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Dinas KP Sulteng Agus Sudaryanto dan sejumlah pejabat terkait dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng.
Selama berada di Muara Angke, tim menyaksikan dari dekat kapal-kapal penangkap cumi, sarana dan peralatan yang dimiliki, bertukar pikiran mengenai desain kapal dan teknik menangkap yang efektif, sistem pengawetan hasil tangkapan hingga pemasarannya dengan didampingi Kepala Seksi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke, DJunaedi dan Kepala Seksi Kepelabuhanan UPT Pengelolaan Kawasan Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Mahat.
Tim juga mengunjungi Balai Teknologi Penangkapan Ikan (BTPI) Muara Angke yang memproduksi alat-alat tangkap ikan dan cumi-cumi.
PPI Muara Angke adalah pelabuhan perikanan satu-satunya di Indonesia yang hampir seluruh aktivitasnya melayani para nelayan penangkap cumi dengan volume pelelangan antara 70 sampai 100 ton setiap hari, 80 persen diekspor ke China, Singapura, Thailand dan Jepang.
Jumlah kapal yang beroperasi di pelabuhan ini mencapai sekitar 1.000 unit, dimana 80 persennya adalah kapal penangkap cumi-cumi.
Harga lelang cumi-cumi kualitas ekspor di TPI Muara Angke saat ini rata-rata Rp80.000 per kilogram.
Seorang pemilik kapal penangkap cumi yang sedang merapat di PPI Muara Angke mengemukakan, dalam sekali melaut selama 80-90 hari, ia bisa menangkap sampai 70 ton cumi-cumi. Kalau hasil tangkapan itu laku dilelang Rp80.000/kg, berarti penghasilannya mencapai Rp5,6 miliar.
Dari omzet tersebut, sekitar 60 sampai 70 persen dipakai untuk biaya operasional, terutama untuk membeli bahan bakar. (R007)
"Kita ingin membuat inovasi baru lewat Program Inkamina 2014, memanfaatkan bantuan kapal penangkap ikan 30 GT dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk meningkatkan tangkapan cumi-cumi," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng Hasanuddin Atjo terkait kunjungan nelayan ke PPI Muara Angke, Jakarta, Jumat.
Hasanuddin mengemukakan, Sulawesi Tengah memiliki potensi penangkapan cumi-cumi yang cukup besar dna pasar ekspornya kini semakin terbuka, namun potensi itu belum dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan pengetahuan nelayan dalam teknologi yang efektif dalam menangkap cumi-cumi.
Selain potensi tangkapan besar, kata Hasanuddin, Sulteng juga akan mendapat alokasi kapal penangkap ikan lewat Program Inkamina KKP pada 2014 sebanyak 18 unit.
"Sebagian dari kapal ini akan kita desain khusus untuk menangkap cumi-cumi, disamping menangkap ikan demersal. Kita rencana untuk mengalokasikan kapal penangkap cumi di daerah Tolitoli dan di Kabupaten Banggai," ujarnya.
Karena itu, kata Hasanuddin, sejumlah nelayan dari dua kelompok usaha bersama (KUB) nelayan di Tolitoli dan Banggai Laut dibawa untuk melihat dari dekat PPI Muara Angke yang khusus melayani para nelayan penangkap cumi-cumi.
Para nelayan itu didampingi konsultan kapal penangkap ikan, Ketua Forum Nelayan Inkamina Sulawesi Tengah, Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Dinas KP Sulteng Agus Sudaryanto dan sejumlah pejabat terkait dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng.
Selama berada di Muara Angke, tim menyaksikan dari dekat kapal-kapal penangkap cumi, sarana dan peralatan yang dimiliki, bertukar pikiran mengenai desain kapal dan teknik menangkap yang efektif, sistem pengawetan hasil tangkapan hingga pemasarannya dengan didampingi Kepala Seksi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke, DJunaedi dan Kepala Seksi Kepelabuhanan UPT Pengelolaan Kawasan Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Mahat.
Tim juga mengunjungi Balai Teknologi Penangkapan Ikan (BTPI) Muara Angke yang memproduksi alat-alat tangkap ikan dan cumi-cumi.
PPI Muara Angke adalah pelabuhan perikanan satu-satunya di Indonesia yang hampir seluruh aktivitasnya melayani para nelayan penangkap cumi dengan volume pelelangan antara 70 sampai 100 ton setiap hari, 80 persen diekspor ke China, Singapura, Thailand dan Jepang.
Jumlah kapal yang beroperasi di pelabuhan ini mencapai sekitar 1.000 unit, dimana 80 persennya adalah kapal penangkap cumi-cumi.
Harga lelang cumi-cumi kualitas ekspor di TPI Muara Angke saat ini rata-rata Rp80.000 per kilogram.
Seorang pemilik kapal penangkap cumi yang sedang merapat di PPI Muara Angke mengemukakan, dalam sekali melaut selama 80-90 hari, ia bisa menangkap sampai 70 ton cumi-cumi. Kalau hasil tangkapan itu laku dilelang Rp80.000/kg, berarti penghasilannya mencapai Rp5,6 miliar.
Dari omzet tersebut, sekitar 60 sampai 70 persen dipakai untuk biaya operasional, terutama untuk membeli bahan bakar. (R007)