Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemlu RI Jose Tavares menyatakan bahwa Indonesia siap untuk turut serta dalam produksi gabungan vaksin COVID-19 bersama dengan ASEAN dan China, jika formula vaksin yang tepat telah ditemukan.
"Kami (ASEAN) terbuka dengan kemungkinan produksi gabungan obat atau vaksin COVID-19 begitu formulanya ditemukan. Indonesia, dalam hal ini, juga siap bergabung dalam produksi bersama tersebut," kata Jose dalam Jakarta Forum daring yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Jumat.
Hal itu, tambah Jose, dilakukan demi menopang pembuatan obat-obatan atau vaksin secara massal agar dapat tersedia dan terjangkau bagi semua masyarakat di kawasan, bahkan di luar kawasan.
Lebih lanjut, Jose menjelaskan dua skenario yang menurutnya mungkin terjadi di tengah pandemi yang sedang berlangsung saat ini.
Pertama, skenario terbaik yang mungkin adalah para ilmuwan berhasil menemukan obat atau vaksin untuk penyakit infeksi virus corona tersebut pada tahun ini dalam beberapa bulan ke depan, yang kemudian diharapkan akan dapat diakses oleh masyarakat.
"Kuncinya adalah kita dapat mengendalikan wabah ini, sehingga semua hal yang sudah direncanakan sebelumnya dapat dilaksanakan tanpa terkendala wabah," ujar Jose, menambahkan bahwa meskipun begitu mungkin tetap perlu kelaziman baru karena proses produksi vaksin secara massal akan memakan waktu.
Kedua, skenario terburuk di mana vaksin atau obat belum ditemukan setidaknya hingga tahun depan serta ada kemungkinan besar muncul kasus infeksi gelombang kedua dan ketiga.
"Hal itu tentu akan dibarengi dengan pengujian massal lalu mereka yang positif terinfeksi harus diisolasi, kemudian ada protokol kesehatan dan pembatasan sosial yang lebih ketat serta pemetaan zona infeksi," kata Jose.
Menanggapi hal itu, dr. Paranietharan, perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Indonesia menyangsikan bahwa skenario pertama--kemungkinan terbaik yang diharapkan terjadi--akan sulit terealisasi.
"Sayangnya, jika realistis saya kira perlu waktu satu tahun atau bahkan lebih sampai akhirnya kita mempunyai vaksin yang tepat. Sehingga kita harus belajar hidup dalam kelaziman baru," kata Paranietharan dalam acara virtual yang sama.
Dia juga menekankan bahwa selama vaksin COVID-19 belum ditemukan, masyarakat harus mematuhi anjuran terkait protokol kesehatan dan kegiatan sosial demi mengendalikan wabah.
"Kami (ASEAN) terbuka dengan kemungkinan produksi gabungan obat atau vaksin COVID-19 begitu formulanya ditemukan. Indonesia, dalam hal ini, juga siap bergabung dalam produksi bersama tersebut," kata Jose dalam Jakarta Forum daring yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Jumat.
Hal itu, tambah Jose, dilakukan demi menopang pembuatan obat-obatan atau vaksin secara massal agar dapat tersedia dan terjangkau bagi semua masyarakat di kawasan, bahkan di luar kawasan.
Lebih lanjut, Jose menjelaskan dua skenario yang menurutnya mungkin terjadi di tengah pandemi yang sedang berlangsung saat ini.
Pertama, skenario terbaik yang mungkin adalah para ilmuwan berhasil menemukan obat atau vaksin untuk penyakit infeksi virus corona tersebut pada tahun ini dalam beberapa bulan ke depan, yang kemudian diharapkan akan dapat diakses oleh masyarakat.
"Kuncinya adalah kita dapat mengendalikan wabah ini, sehingga semua hal yang sudah direncanakan sebelumnya dapat dilaksanakan tanpa terkendala wabah," ujar Jose, menambahkan bahwa meskipun begitu mungkin tetap perlu kelaziman baru karena proses produksi vaksin secara massal akan memakan waktu.
Kedua, skenario terburuk di mana vaksin atau obat belum ditemukan setidaknya hingga tahun depan serta ada kemungkinan besar muncul kasus infeksi gelombang kedua dan ketiga.
"Hal itu tentu akan dibarengi dengan pengujian massal lalu mereka yang positif terinfeksi harus diisolasi, kemudian ada protokol kesehatan dan pembatasan sosial yang lebih ketat serta pemetaan zona infeksi," kata Jose.
Menanggapi hal itu, dr. Paranietharan, perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Indonesia menyangsikan bahwa skenario pertama--kemungkinan terbaik yang diharapkan terjadi--akan sulit terealisasi.
"Sayangnya, jika realistis saya kira perlu waktu satu tahun atau bahkan lebih sampai akhirnya kita mempunyai vaksin yang tepat. Sehingga kita harus belajar hidup dalam kelaziman baru," kata Paranietharan dalam acara virtual yang sama.
Dia juga menekankan bahwa selama vaksin COVID-19 belum ditemukan, masyarakat harus mematuhi anjuran terkait protokol kesehatan dan kegiatan sosial demi mengendalikan wabah.