Surabaya,  (antarasulteng.com) - Di dunia modern sekarang ini sering terjadi persaingan antara prestasi (karier) dan relasi (hubungan antarperonal), sehingga mereka yang terikat dalam lembaga perkawinan sering dihadapkan pada kemelut rumah tangga yang tidak jarang berujung pada perceraian.

"Kalau sudah begitu, mau pilih mana? Bercerai atau tetap kemelut?," ucap ahli ilmu kejiwaan Prof dr Willy F. Maramis SpKJ(K) dalam seminar yang diadakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Sabtu (26/4).

Di hadapan sejumlah pasangan suami istri dalam seminar mengenai relasi dan komunikasi suami istri, ia menyampaikan seringkali orang terjebak pada satu atau dua pilihan, padahal jika mau berpikir kritis, manusia akan menemukan banyak sekali alternatif pilihan.

"Situasi pasangan suami istri yang sama-sama berkarier, atau penghasilan suami yang lebih rendah daripada istri tidak jarang memunculkan percikan api yang siap menghanguskan biduk rumah tangga. Itu penyebab perceraian yang sering terjadi," tukasnya.


Dalam seminar untuk memperingati Dies Natalis ke-3 FK UK Widya Mandala (WM) Surabaya itu, Willy yang juga Dekan FK WM itu menyodorkan sebuah resep yakni melakukan relasi berupa komunikasi, tapi komunikasi yang berempati atau bicara dengan perasaan.


"Komunikasi yang baik membutuhkan keterbukaan. Baik terbuka dalam memberi umpan balik maupun terbuka untuk menerima umpan balik," ujar guru besar yang tetap enerjik dalam usianya yang memasuki 88 tahun pada Juni 2014 itu.

Menurut dia, bila tidak ada usaha secara sadar untuk berkomunikasi secara empati, maka suami istri cenderung saling menjauh satu sama lain dalam hidup modern yang lebih menomorsatukan prestasi dan kenikmatan daripada relasi dalam perkawinan.

"Memberi umpan balik dengan komunikasi yang baik mampu memperkaya diri sendiri dan orang lain. Keterbukaan diri dan empati dapat dilatih," tuturnya.

Caranya, bicaralah "heart to heart" (dari hati ke hati), saling curhat (curahan hati) seperti waktu masih pacaran. Bicara dengan perasaan. Hilangkan kesan menyudutkan pasangan dan tempatkanlah diri Anda pada situasi pasangan.

"Komunikasi dengan perasaan akan menimbulkan relasi yang akrab, hangat, dan intim. sediakan waktu untuk berkomunikasi dari hati ke hati dengan si Dia," urainya.

Artinya, bercerai atau kemelut bukan pilihan. "Pilihlah untuk menjalani suatu hidup yang berarti yaitu berkomunikasi empatik dengan pasangan. Ini tidak terjadi dengan sendirinya, diperlukan usaha dari kedua belah pihak. Hidup yang berarti tidak terjadi secara kebetulan, tidak juga karena situasi, tetapi adalah pilihan," katanya.(Skd)


Pewarta : Edy M Ya'kub
Editor : Santoso
Copyright © ANTARA 2024