Jakarta (ANTARA) - Pakar kesehatan merekomendasikan aturan menjaga jarak setidaknya dua meter bagi Anda yang terpaksa keluar rumah untuk keperluan tertentu.
Namun, mengingat temuan baru Pusat Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) yang menyatakan virus penyebab COVID-19 bisa menyebar di udara dari orang yang terinfeksi sejauh 1,8 meter, apa menjaga jarak dua meter masih efektif?
"Jaga jarak tetap relevan mengurangi risiko infeksi karena tidak semua percikan liur dapat bertahan sejauh itu di udara. Lebih dari satu meter apalagi dua meter percikan liur tersebut akan jatuh ke bawah," ujar dokter Vito A. Damay kepada ANTARA, Rabu.
Sebelumnya, menyatakan virus SARS CoV-2 penyebab COVID-19 bisa menyebar di udara dari orang yang terinfeksi sejauh 1,8 meter. Menurut mereka, virus ini dapat tersebar melalui partikel-partikel kecil yang mampu bertahan di udara dan menginfeksi orang dengan jarak yang sebelumnya dianggap aman.
Dokter divisi penyakit tropik dan infeksi di Departemen Penyakit Dalam FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Adityo Susilo pernah mengatakan, terkait risiko penularan COVID-19 melalui udara, maka jaga jarak sosial dan fisik sejauh dua meter bisa jadi tak lagi efektif.
Kemudian, bahkan jika seseorang menjaga jarak lebih dari dua meter tetapi berada di ruangan yang sama dengan orang yang dicurigai terkena COVID-19 dan berbagai sirkulasi udara dengan dia, maka dia berisiko terkena penyakit yang sama.
Hal senada juga diungkapkan Vito. Dia menuturkan, ada kemungkinan pada tempat yang tidak memiliki sirkulasi udara yang baik, percikan liur yang sangat halus lebih lama mengambang di udara dan bisa dihirup orang lain.
Dalam hal ini, mengenakan masker sudah wajib dan tidak bisa dinegosiasikan lagi. Dokter menyarankan, masker kain sudah cukup asalkan sesuai standar kesehatan yakni tiga lapis kain katun dan dipakai secara benar.
"Kalau pakai masker yang kain tiga lapis apalagi masker bedah, maka bersin pun pasti tetap dalam masker air liurnya. Kalau kita sehat dan pakai masker maka kemungkinan menghirup udara yang ada unsur partikel liur dan virusnya pun lebih kecil," kata Vito yang merupakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dan pembicara di berbagai kesempatan mengenai COVID-19.
Sementara itu, khusus pada wanita hamil dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan fertilitas, endokrinologi, reproduksi di RS Pondok Indah – Pondok Indah, Yassin Yanuar Mohammad merekomendasikan penerapan protokol kesehatan yang sama seperti orang pada umumnya.
"Rekomendasinya sama seperti orang yang tidak hamil, 3J, 1C, 1M (jaga jarak, jangan kumpul, jangan keluar rumah; cuci tangan; memakai masker. Masker kain cukup). Kalau harus keluar rumah, empat tadi dikerjain (jaga jarak, jangan kumpul, cuci tangan, memakai masker). Dengan demikian risiko transmisi akan menurun," kata dia dalam webinar, Rabu.
Yassin menegaskan, memakai masker, menjaga jarak, tidak berkerumun masih sangat relevan untuk kondisi pandemi COVID-19 saat ini.
Baca juga: Rekomendasi dokter jika COVID-19 dinyatakan menular melalui udara
Namun, mengingat temuan baru Pusat Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) yang menyatakan virus penyebab COVID-19 bisa menyebar di udara dari orang yang terinfeksi sejauh 1,8 meter, apa menjaga jarak dua meter masih efektif?
"Jaga jarak tetap relevan mengurangi risiko infeksi karena tidak semua percikan liur dapat bertahan sejauh itu di udara. Lebih dari satu meter apalagi dua meter percikan liur tersebut akan jatuh ke bawah," ujar dokter Vito A. Damay kepada ANTARA, Rabu.
Sebelumnya, menyatakan virus SARS CoV-2 penyebab COVID-19 bisa menyebar di udara dari orang yang terinfeksi sejauh 1,8 meter. Menurut mereka, virus ini dapat tersebar melalui partikel-partikel kecil yang mampu bertahan di udara dan menginfeksi orang dengan jarak yang sebelumnya dianggap aman.
Dokter divisi penyakit tropik dan infeksi di Departemen Penyakit Dalam FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Adityo Susilo pernah mengatakan, terkait risiko penularan COVID-19 melalui udara, maka jaga jarak sosial dan fisik sejauh dua meter bisa jadi tak lagi efektif.
Kemudian, bahkan jika seseorang menjaga jarak lebih dari dua meter tetapi berada di ruangan yang sama dengan orang yang dicurigai terkena COVID-19 dan berbagai sirkulasi udara dengan dia, maka dia berisiko terkena penyakit yang sama.
Hal senada juga diungkapkan Vito. Dia menuturkan, ada kemungkinan pada tempat yang tidak memiliki sirkulasi udara yang baik, percikan liur yang sangat halus lebih lama mengambang di udara dan bisa dihirup orang lain.
Dalam hal ini, mengenakan masker sudah wajib dan tidak bisa dinegosiasikan lagi. Dokter menyarankan, masker kain sudah cukup asalkan sesuai standar kesehatan yakni tiga lapis kain katun dan dipakai secara benar.
"Kalau pakai masker yang kain tiga lapis apalagi masker bedah, maka bersin pun pasti tetap dalam masker air liurnya. Kalau kita sehat dan pakai masker maka kemungkinan menghirup udara yang ada unsur partikel liur dan virusnya pun lebih kecil," kata Vito yang merupakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dan pembicara di berbagai kesempatan mengenai COVID-19.
Sementara itu, khusus pada wanita hamil dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan fertilitas, endokrinologi, reproduksi di RS Pondok Indah – Pondok Indah, Yassin Yanuar Mohammad merekomendasikan penerapan protokol kesehatan yang sama seperti orang pada umumnya.
"Rekomendasinya sama seperti orang yang tidak hamil, 3J, 1C, 1M (jaga jarak, jangan kumpul, jangan keluar rumah; cuci tangan; memakai masker. Masker kain cukup). Kalau harus keluar rumah, empat tadi dikerjain (jaga jarak, jangan kumpul, cuci tangan, memakai masker). Dengan demikian risiko transmisi akan menurun," kata dia dalam webinar, Rabu.
Yassin menegaskan, memakai masker, menjaga jarak, tidak berkerumun masih sangat relevan untuk kondisi pandemi COVID-19 saat ini.
Baca juga: Rekomendasi dokter jika COVID-19 dinyatakan menular melalui udara