Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery menilai revisi UU nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sangat krusial dilakukan secara bersama, khususnya menyangkut konstruksi pencemaran nama baik.

"Dari kacamata Komisi III DPR, selain merevisi UU ITE seperti pasal 27 misalnya, revisi KUHP juga menjadi sesuatu yang krusial sebab konstruksi pencemaran nama baik juga diatur di KUHP," kata Herman saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.

Hal itu dikatakannya menyikapi pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo memberi perhatian pada Pasal 27 UU ITE yang selama ini dianggap bermasalah.

Herman mengatakan dinamika beberapa tahun terakhir, UU ITE memang tidak bisa dipungkiri telah menyebabkan pro dan kontra di masyarakat.

Menurut dia, aspirasi masyarakat terkait revisi UU ITE turut menambah krusialnya pengesahan RUU KUHP yang sempat tertunda untuk disahkan pada pengambilan Keputusan Tingkat II.

"Jika melihat fenomena hukum belakangan ini, seperti misalnya pemidanaan dalam UU ITE. Aspirasi publik atas revisi UU ITE ini membutuhkan juga revisi pada KUHP, khususnya terkait konstruksi pasal pencemaran nama baik," ujarnya.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengakui bahwa UU ITE sudah menjadi perhatian Presiden Jokowi karena sudah banyak masyarakat yang mengadu telah menjadi korban UU tersebut khususnya Pasal 27.

Hal itu dikatakan Mahfud saat bertemu pengacara Hotman Paris Hutapea di Jakarta, Sabtu.

Mahfud menjelaskan, Presiden Jokowi sudah memerintahkan jajarannya untuk mengkaji dan melihat urgensi dilakukannya revisi UU ITE dan pemerintah telah membentuk tim pengkaji.


Pewarta : Imam Budilaksono
Uploader : Sukardi
Copyright © ANTARA 2024