Jakarta (antarasulteng.com) - Gangguan regulasi aliran darah yang dialami penderita diabetes ternyata berdampak buruk pada kognisi dan kemampuan pembuatan keputusannya, menurut studi dalam jurnal Neurology.
Untuk sampai pada kesimpulan ini, para peneliti merancang studi yang melibatkan 40 orang. Sekitar 21 orang di antaranya menderita diabetes tipe dua. Rata-rata usia para partisipan ini ialah 66 tahun.
Mereka yang menderita diabetes umumnya telah menjalani masa lebih dari lima tahun bersama penyakitnya itu.
Untuk keperluan studi, para peneliti melakukan sejumlah tes pada para partisipan, seperti memeriksa fungsi memori dan kognitif partisipan menggunakan MRI (magnetic resonance imaging) dan tes darah.
Hal ini dilakukan untuk mengukuran ukuran otak, aliran darah dan inflamasi yang dialami partisipan. Setelah dua tahun, peneliti meminta partisipan mengulang tes ini.
Hasil penelitian memperlihatkan, partisipan yang regulasi aliran darahnya paling tergangu berisiko lebih besar mengalami penurunan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas rutin dalam hidupnya, seperti mandi dan memasak.
Penderita diabetes tipe dua umumnya mengalami gangguan dalam regulasi aliran darahnya.
Selain itu, mereka yang mengalami inflamasi atau peradangan dengan tingkatan paling tinggi berisiko paling besar menurun regulasi aliran darahnya, sekalipun diabetes dan tekanan darahnya terkontrol.
Menanggapi hasil ini, peneliti studi dari Harvard Medical School di Boston, MA. Dr. Vera Novak, mengatakan, deteksi dini dan pengawasan regulasi aliran darah menjadi prediktor penting dalam perubahan kognitif dan kemampuan pembuatan keputusan.
"Deteksi dini dan pengawasan regulasi aliran darah bisa menjadi prediktor penting dalam perubahan kognitif dan kemampuan pembuatan keputusan," kata Novak seperti dilansir Medical News Today. (skd)
Untuk sampai pada kesimpulan ini, para peneliti merancang studi yang melibatkan 40 orang. Sekitar 21 orang di antaranya menderita diabetes tipe dua. Rata-rata usia para partisipan ini ialah 66 tahun.
Mereka yang menderita diabetes umumnya telah menjalani masa lebih dari lima tahun bersama penyakitnya itu.
Untuk keperluan studi, para peneliti melakukan sejumlah tes pada para partisipan, seperti memeriksa fungsi memori dan kognitif partisipan menggunakan MRI (magnetic resonance imaging) dan tes darah.
Hal ini dilakukan untuk mengukuran ukuran otak, aliran darah dan inflamasi yang dialami partisipan. Setelah dua tahun, peneliti meminta partisipan mengulang tes ini.
Hasil penelitian memperlihatkan, partisipan yang regulasi aliran darahnya paling tergangu berisiko lebih besar mengalami penurunan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas rutin dalam hidupnya, seperti mandi dan memasak.
Penderita diabetes tipe dua umumnya mengalami gangguan dalam regulasi aliran darahnya.
Selain itu, mereka yang mengalami inflamasi atau peradangan dengan tingkatan paling tinggi berisiko paling besar menurun regulasi aliran darahnya, sekalipun diabetes dan tekanan darahnya terkontrol.
Menanggapi hasil ini, peneliti studi dari Harvard Medical School di Boston, MA. Dr. Vera Novak, mengatakan, deteksi dini dan pengawasan regulasi aliran darah menjadi prediktor penting dalam perubahan kognitif dan kemampuan pembuatan keputusan.
"Deteksi dini dan pengawasan regulasi aliran darah bisa menjadi prediktor penting dalam perubahan kognitif dan kemampuan pembuatan keputusan," kata Novak seperti dilansir Medical News Today. (skd)