Pontianak (ANTARA) - Banjir yang melanda wilayah Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, sejak 21 Oktober 2021 sampai sekarang belum sepenuhnya surut.

Banjir yang semula hanya meliputi daerah pinggiran sungai sudah meluas, menyebabkan permukiman warga tergenang di 12 dari 14 wilayah kecamatan di Kabupaten Sintang.

Wilayah kecamatan yang terdampak banjir meliputi Kayan Hulu, Kayan Hilir, Binjai Hulu, Sintang, Sepauk, Tempunak, Ketungau Hilir, Dedai, Serawai, Ambalau, Sei Tebelian, dan Kelam Permai. 

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir yang terjadi di Kabupaten Sintang menyebabkan setidaknya empat warga meninggal dunia.

Bencana tersebut berdampak pada 29.623 keluarga yang terdiri atas 88.148 orang dan memaksa 10.381 keluarga yang terdiri atas 33.221 orang mengungsi di 32 tempat pengungsian. 

Banjir menimbulkan dampak paling parah di wilayah Kecamatan Kayan Hulu, Kayan Hilir, dan Sintang.

Nancy Salmiarni (48), seorang warga Sintang, harus mengungsi bersama keluarganya karena rumahnya kebanjiran.

Dia sudah 17 hari meninggalkan rumahnya di Kompleks Citra Baning Permai, Blok B11 Jalan Dharma Putra, Simpang Lima Sintang.

"Saya tidak berani mengambil risiko karena ada anak-anak," katanya saat dihubungi dari Kota Pontianak.

Nancy menuturkan, saat keluarganya meninggalkan rumah genangan di daerah permukimannya sudah setinggi satu meter lebih, sedada orang dewasa. 

"Rumah saya tergolong agak tinggi di banding rumah tetangga sekitar. Mereka (tetangga) sudah duluan mengungsi karena di dalam rumah mereka sudah sebetis bahkan ada yang selutut," katanya, menambahkan, saat itu tinggi genangan di dalam rumahnya baru semata kaki.

Sejak menghuni rumah di Kompleks Citra Baning Permai pada tahun 2008, keluarga Nancy sudah dua kali mengalami banjir. Namun banjir yang terjadi sebelumnya tidak sampai membuat rumah mereka tergenang.

Banjir pernah terjadi pada tahun 2020, namun tidak besar. Banjir hanya menimbulkan genangan di jalan perumahan. Airnya tidak sampai masuk ke rumah. Rumah Nancy bahkan sama sekali tidak terdampak banjir ketika itu.

Pada Oktober tahun ini, Nancy menuturkan, jalan di kompleks perumahan sudah tergenang saat air mulai pasang dan saat air pasang semakin besar jalanan di bagian depan rumah pun tergenang. Hujan kemudian membuat banjir semakin parah, membuat air masuk ke dalam rumah-rumah warga.

Kondisi yang demikian memaksa Nancy dan suaminya, Erwan Chandra, memboyong anak-anak untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Keluarga Nancy bersama dua keluarga yang lain mengungsi ke GOR Sintang yang jaraknya kurang dari satu kilometer dari tempat tinggal mereka.

Selama mengungsi, mereka mendapat bantuan makanan dari dapur umum dan bantuan berupa mi instan, susu, dan beras dari warga dan sekolah.

Bersama keluarga lain yang mengungsi, keluarga Nancy menunggu air surut untuk kembali ke rumah mereka.

Nancy dan korban banjir yang lain berharap pemerintah menyemprot lingkungan permukiman menggunakan insektisida guna mencegah munculnya penyakit seperti demam berdarah setelah banjir.

"Kami mulai bersiap-siap untuk pulang ke rumah tetapi kondisi di sana nyamuk sangat banyak, mohon agar dari dinas terkait mulai menyiapkan untuk penyemprotan nyamuk," katanya.

Dia juga mengharapkan bantuan kendaraan untuk mengangkut barang-barang yang rusak akibat banjir dari rumah.

Selain itu, dia berharap otoritas terkait melakukan upaya-upaya untuk mencegah dan meminimalkan dampak banjir.

"Walaupun memang di Sintang yang namanya banjir itu sudah bukan hal yang aneh lagi karena sering setiap tahunnya, apalagi bagi mereka yang tinggal di pinggiran sungai," kata dia.


Dampak Banjir

Kepala BNPB Mayjen TNI Suharyanto saat mengunjungi Sintang pada Sabtu (20/11) mengatakan bahwa tinggi genangan di daerah yang terdampak banjir di Kabupaten Sintang masih sekitar 80 cm.

Kondisi yang demikian membuat aktivitas sehari-hari masyarakat terganggu. Warga hanya bisa bertahan di rumah atau tempat pengungsian saat jalanan dan daerah permukiman mereka tergenang akibat banjir. 

Banjir juga menyebabkan rumah-rumah warga rusak dan penyelenggaraan pelayanan air minum, listrik, dan telekomunikasi terganggu.

Di Kabupaten Sintang, banjir mendorong peliburan sementara kegiatan belajar mengajar di sekolah, membuat para pegawai tidak bisa bekerja di kantor, dan memaksa panitia membatalkan penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) XXIX Kalimantan Barat di Sintang.

Selain melanda wilayah Kabupaten Sintang, banjir juga meliputi wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, Sanggau, Sekadau, dan Melawi. 

Daerah-daerah itu dilintasi oleh Sungai Kapuas, yang berhulu di Danau Sentarum, Kabupaten Kapuas Hulu.

Curah hujan yang tinggi dan kerusakan lingkungan akibat penebangan pohon dan eksploitasi hutan dianggap sebagai penyebab terjadinya banjir di wilayah Kalimantan Barat.

Presiden Joko Widodo saat menyampaikan keterangan pers di Gerbang Tol Rangkas Bitung pada Selasa (16/11) mengatakan bahwa banjir terjadi akibat kerusakan lingkungan di daerah-daerah tangkapan air.

"Masalah utamanya ada di situ," kata Presiden. 

Aktivis lingkungan juga menyebut kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai sebagai penyebab utama banjir di Kalimantan Barat.

Presiden mengemukakan pentingnya perbaikan lingkungan di daerah aliran sungai untuk meminimalkan risiko banjir pada masa mendatang, termasuk penghijauan di daerah hulu sungai.

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa penanganan masalah banjir di Kabupaten Sintang akan dilakukan sebagaimana penanganan banjir akibat luapan air Sungai Masamba di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. 

"Untuk penanganan jangka pendek, kami akan ukur dulu dan pasang geobag di area terdampak besar, seperti pusat ekonomi kota," katanya sebagaimana dikutip di laman resmi kementerian.

"Saya menugaskan Balai Wilayah Sungai Kalimantan 1 dan PT Wijaya Karya untuk segera bergerak karena BMKG memprediksi puncak hujan akan terjadi di sekitar Januari-Februari 2022, jadi segera akan kita buat geobag yang kuat pada area yang tepat," katanya.

Dalam jangka panjang, Basuki mengatakan, pemerintah akan menyusun rencana induk penanganan banjir di daerah aliran Sungai Kapuas dan Sungai Melawi, termasuk mengeruk dan merehabilitasi danau-danau. 

Berdasarkan data Balai Wilayah Sungai Kalimantan 1, ada lebih dari 50 danau di sepanjang wilayah Sungai Kapuas.

"Kita akan hitung kapasitas tampung danau-danau alami tersebut untuk direhabilitasi," kata Basuki.

Ia mengatakan bahwa pemerintah melakukan pengerukan tiga danau pada 2021 dan berencana melakukan pengerukan tujuh danau pada 2022 dalam upaya menghadirkan penampung air.

"Saya juga minta pada tahun 2022 untuk dilalukan survei, investigasi, dan desain untuk pembangunan bendungan di hulu Sungai Pinoh sebagai anak Sungai Melawi," katanya. 

Di samping itu, pemerintah daerah juga harus memperbaiki kondisi daerah-daerah tangkapan air, menghijaukan kembali kawasan hutan yang rusak atau mengalami degradasi, dan lebih berhati-hati dalam menerbitkan izin penggunaan lahan untuk mencegah banjir berulang pada masa mendatang.


 
 

Pewarta : Nurul Hayat
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024