Palu (ANTARA) - Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Sulawesi Tengah meningkatkan wawasan 50 penceramah tentang moderasi beragama untuk meningkatkan kerukunan dan perdamaian di Sulteng.
Ketua Tanfidziyah PWNU Sulteng Prof KH Lukman S Thahir di Palu, Rabu, mengemukakan peningkatan kerukunan umat beragama telah menjadi komitmen NU, yang dilakukan dengan memberikan penguatan pemahaman dai/penceramah tentang moderasi beragama secara berkelanjutan.
"Dengan harapan para penceramah menjadi penggerak perdamaian, dan penggerak peningkatan kerukunan dalam kehidupan sosial keagamaan yang inklusif. Hal ini dilakukan oleh PWNU Sulteng kerja sama Pimpinan Pusat NU," kata Lukman.
Peningkatan kapasitas dan wawasan 50 dai dilakukan oleh PWNU Sulteng kerja sama Pimpinan Pusat NU melalui lokakarya revolusi mental penguatan moderasi beragama bagi da’i daiyah Nahdliyin berlangsung di Palu pada 30 Agustus hingga 1 September 2022.
Lukman yang merupakan Guru Besar Ilmu Filsafat UIN Datokarama mengatakan peningkatan wawasan penceramah tentang moderasi beragama penting dilakukan, karena adanya perkembangan faham intoleransi, radikalisme dan terorisme.
"Maka, penguatan wawasan tentang moderasi beragama menjadi satu bentuk pendekatan untuk menangkal tumbuh dan berkembangnya gerakan intoleransi dan radikalisme di Sulteng," ungkap Lukman yang juga peneliti tentang terorisme di Sulteng.
Ia menyebutkan radikalisme saat ini telah menjadi salah satu bagian dari problem yang tidak hanya dihadapi oleh negeri-negeri mayoritas Muslim, tapi menjadi bagian dari persoalan global.
Di Indonesia, kata dia, pemerintah secara tegas menyatakan bahwa radikalisme adalah musuh bersama, karena dianggap sebagai ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Seiring dengan itu, menurut dia, penanggulangan dengan mengedepankan pendekatan lunak sangat penting. Oleh karena itu, sebut dia, NU mengembangkan dakwah moderat, terutama di kalangan Nahdlatu Ulama. Hal ini agar terjaga ajaran ahlu sunnah waljamaah yang berwawasan moderat (wasathiyah).
"Moderasi beragama sebagai praktik keberagamaan dan sosial-kultural di Tanah Air bukanlah hal baru," ujarnya.
Ia berharap para penceramah yang dibekali dengan pemahaman wawasan moderasi beragama, dapat menyosialisasikan gagasan, pengetahuan, dan pemahaman tentang moderasi beragama kepada aktivis da’i daiyah Nahdliyin di Sulawesi Tengah, membangun dan atau meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberagamaan yang moderat dan toleran.
"Serta dapat membentuk kepribadian da’I daiyah Nahdliyin menjadi penceramah yang moderat berwawasan religius dan nasionalis, berdampak pada masyarakat pada umumnya
dalam wawasan kebangsaan dan keagamaan Islam Ahlu Sunnah Waljamaa," kata dia.
Foto bersama para penceramah dengan pengurus PWNU Sulteng dan Pimpinan Pusat NU pada lokakarya revolusi mental penguatan moderasi beragama bagi da’i daiyah Nahdliyin dilaksanakan oleh NU Sulteng kerja sama Pimpinan Pusat NU, mulai tanggal 30 - 1 September 2022 di Palu. (ANTARA/HO-Kiswanto)
Ketua Tanfidziyah PWNU Sulteng Prof KH Lukman S Thahir di Palu, Rabu, mengemukakan peningkatan kerukunan umat beragama telah menjadi komitmen NU, yang dilakukan dengan memberikan penguatan pemahaman dai/penceramah tentang moderasi beragama secara berkelanjutan.
"Dengan harapan para penceramah menjadi penggerak perdamaian, dan penggerak peningkatan kerukunan dalam kehidupan sosial keagamaan yang inklusif. Hal ini dilakukan oleh PWNU Sulteng kerja sama Pimpinan Pusat NU," kata Lukman.
Peningkatan kapasitas dan wawasan 50 dai dilakukan oleh PWNU Sulteng kerja sama Pimpinan Pusat NU melalui lokakarya revolusi mental penguatan moderasi beragama bagi da’i daiyah Nahdliyin berlangsung di Palu pada 30 Agustus hingga 1 September 2022.
Lukman yang merupakan Guru Besar Ilmu Filsafat UIN Datokarama mengatakan peningkatan wawasan penceramah tentang moderasi beragama penting dilakukan, karena adanya perkembangan faham intoleransi, radikalisme dan terorisme.
"Maka, penguatan wawasan tentang moderasi beragama menjadi satu bentuk pendekatan untuk menangkal tumbuh dan berkembangnya gerakan intoleransi dan radikalisme di Sulteng," ungkap Lukman yang juga peneliti tentang terorisme di Sulteng.
Ia menyebutkan radikalisme saat ini telah menjadi salah satu bagian dari problem yang tidak hanya dihadapi oleh negeri-negeri mayoritas Muslim, tapi menjadi bagian dari persoalan global.
Di Indonesia, kata dia, pemerintah secara tegas menyatakan bahwa radikalisme adalah musuh bersama, karena dianggap sebagai ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Seiring dengan itu, menurut dia, penanggulangan dengan mengedepankan pendekatan lunak sangat penting. Oleh karena itu, sebut dia, NU mengembangkan dakwah moderat, terutama di kalangan Nahdlatu Ulama. Hal ini agar terjaga ajaran ahlu sunnah waljamaah yang berwawasan moderat (wasathiyah).
"Moderasi beragama sebagai praktik keberagamaan dan sosial-kultural di Tanah Air bukanlah hal baru," ujarnya.
Ia berharap para penceramah yang dibekali dengan pemahaman wawasan moderasi beragama, dapat menyosialisasikan gagasan, pengetahuan, dan pemahaman tentang moderasi beragama kepada aktivis da’i daiyah Nahdliyin di Sulawesi Tengah, membangun dan atau meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberagamaan yang moderat dan toleran.
"Serta dapat membentuk kepribadian da’I daiyah Nahdliyin menjadi penceramah yang moderat berwawasan religius dan nasionalis, berdampak pada masyarakat pada umumnya
dalam wawasan kebangsaan dan keagamaan Islam Ahlu Sunnah Waljamaa," kata dia.