Phnom Penh (ANTARA) - Di tengah gedung-gedung berwarna beige yang mendominasi di sejumlah lokasi perhelatan cabang-cabang olahraga di SEA Games 2023 Kamboja, terdapat pemandangan yang cukup menyegarkan mata.
Mereka adalah pemuda-pemudi berpakaian ungu dengan tulisan "volunteer" berwarna putih di belakangnya. Cukup menyita perhatian, dan tentu saja, mereka dengan senang hati menerima perhatian tersebut -- demi membantu siapa pun yang membutuhkan kehadirannya.
Di tengah cuaca panas yang senantiasa menyelimuti Kamboja, anak-anak muda itu dengan gesit dan ramah mengantarkan para jurnalis menuju venue demi venue pertandingan, hingga menunjukkan penonton yang datang dari negara-negara sahabat untuk mencari kudapan hingga jaringan internet.
Impian masa kecil
Di Stadion Nasional Olimpiade Phnom Penh, ada Chea, pemuda berusia 21 tahun yang tak kuasa menyembunyikan lengkungan garis matanya di balik masker yang ia kenakan. Gemuruh yang menyelimuti stadion indoor tempat dimana timnas voli putra antarnegara ASEAN bertanding adalah penyemangatnya di tengah teriknya matahari ibu kota kala itu.
"Saya menyukai bola voli sejak kecil. Ini pertama kalinya saya mengalami langsung pertandingan voli, melihat atlet-atlet favorit saya dari berbagai negara," kata Chea.
Beralih ke Chroy Changvar Convention Center, ada Noy, gadis berusia 23 tahun yang menjadi volunteer atau sukarelawan pada SEA Games perdana di Kamboja itu. Noy, terlihat kontras dengan teman-temannya yang memadati venue vovinam karena wajahnya yang kecil dihiasi dengan bingkai kacamata bulat dan besar.
Ia adalah pemudi yang kini tinggal di Phnom Penh selama beberapa tahun untuk melanjutkan studinya di jurusan hubungan internasional. Sembari kuliah, Noy juga berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya serta keluarganya yang tinggal jauh di provinsi Siem Reap.
Olahraga sendiri bukanlah hal yang asing bagi Noy. Saat ia megenyam pendidikan di bangku sekolah dasar dan menengah pertama, Noy sempat menekuni olahraga sepak bola.
Menjadi seorang pemain sepak bola pun sempat terbesit di kepalanya waktu itu, karena sepanjang hari ia hanya memikirkan tentang olahraga tersebut dan bermain bersama teman-temannya.
Para volunteer SEA Games 2023 yang dijumpai di Chroy Changvar Convention Center Phnom Penh, Kamboja, Selasa (9/5/2023). (ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira)
Namun, seiring bertambahnya usia, Noy memutuskan untuk berhenti agar bisa fokus di sisi akademis. Tepat sebelum ia berusia 20 tahun, anak bungsu dari lima bersaudara itu merantau ke ibu kota demi belajar di universitas sekaligus bekerja untuk ikut membantu perekonomian keluarganya.
"Saya pernah belajar main sepak bola saat SD hingga SMP, tapi saya memilih untuk berhenti agar bisa belajar lebih baik lagi di sekolah, karena saya ingin kuliah. Saya juga harus bekerja demi keluarga saya yang tinggal jauh," cerita Noy, dengan kacamatanya yang tiba-tiba berembun -- entah karena angin dingin yang keluar dari AC, atau karena butiran air yang tiba-tiba menghiasi pinggiran matanya.
Karena letak Siem Reap -- provinsi tempat dimana Angkor Wat dengan gagah berdiri itu cukup jauh, maka Noy hanya bisa pulang ke kampung halamannya sekali atau dua kali dalam setahun -- yakni saat perayaan tahun baru dan libur nasional.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah Kamboja untuk meliburkan semua institusi pendidikan demi mensukseskan SEA Games 2023, yang sudah dinantikan negara tersebut selama setidaknya lebih dari enam dekade, membuat Noy dan ribuan teman-teman lainnya berminat untuk menjadi volunteer.
Terlepas dari kebijakan tersebut, Noy mengaku SEA Games dapat menjadi pengingat baginya bahwa ia pernah terlibat dalam sesuatu -- yang menurutnya begitu besar -- serta kecintaannya akan olahraga yang selalu membara di dalam tubuh mungilnya.
Impian masa depan
Chea dan Noy adalah dua dari ribuan jiwa muda yang turut serta pada SEA Games perdana Kamboja tahun ini. Di balik keceriaannya, hiduplah semangat dan impian-impian yang ingin mereka gapai dari keikutsertaan mereka di ajang tersebut.
Mimpi-mimpi ketika mereka kecil -- entah itu menjadi pemain sepak bola, atau menonton pertandingan secara langsung saat timnas tampil gagah membela negara -- ada yang belum dan sudah tercapai bagi dua insan itu.
Bagi Chea, SEA Games menjadi penyemangatnya untuk bertemu dengan banyak orang, memperluas kemampuan sosialnya agar bisa berlari lebih jauh lagi.
"Saya suka punya banyak teman. Ini adalah tempat yang sempurna buat saya untuk memulai dan melihat dunia melalui cerita teman-teman dari negara lain yang datang ke sini," kata Chea dengan senyuman yang seakan tidak bisa lepas dari wajahnya.
Sementara untuk Noy, ia senang bisa menjadi bagian dari SEA Games Kamboja karena ini adalah pertama kalinya negaranya menjadi tuan rumah ajang olahraga yang besar. Baginya, ini juga menjadi ajang dia berkenalan dengan banyak orang dari negara-negara tetangga, dan ingin mengenalkan negaranya ke dunia.
Ia juga berharap Kamboja bisa lebih dikenal sebagai negara yang ramah dan mau terus berkembang lebih jauh. Noy yang belajar hubungan internasional itu menilai Kamboja memiliki banyak hal menarik untuk diketahui, terlepas dari polemik yang dulu pernah menghantui.
"Saya, setelah SEA Games ini, ingin terus belajar dan menyelesaikan studi saya agar harapan itu bisa terwujud di masa depan, dan tentu saja, agar bisa membawa keluarga saya untuk melihat saya diwisuda," ujar Noy sembari melepas kacamatanya, dan membersihkan lensanya yang sempat berembun.
Sejatinya, SEA Games adalah tempat untuk merayakan banyak hal bersama banyak orang. Bagi pemuda dan pemudi Kamboja yang terlibat di dalamnya, ini adalah kesempatan yang ingin mereka manfaatkan, dan cerita yang ingin mereka terus kenang bersama hingga SEA Games-SEA Games lainnya bergulir, hingga perhelatan ini kembali di rumah mereka.
Mereka adalah pemuda-pemudi berpakaian ungu dengan tulisan "volunteer" berwarna putih di belakangnya. Cukup menyita perhatian, dan tentu saja, mereka dengan senang hati menerima perhatian tersebut -- demi membantu siapa pun yang membutuhkan kehadirannya.
Di tengah cuaca panas yang senantiasa menyelimuti Kamboja, anak-anak muda itu dengan gesit dan ramah mengantarkan para jurnalis menuju venue demi venue pertandingan, hingga menunjukkan penonton yang datang dari negara-negara sahabat untuk mencari kudapan hingga jaringan internet.
Impian masa kecil
Di Stadion Nasional Olimpiade Phnom Penh, ada Chea, pemuda berusia 21 tahun yang tak kuasa menyembunyikan lengkungan garis matanya di balik masker yang ia kenakan. Gemuruh yang menyelimuti stadion indoor tempat dimana timnas voli putra antarnegara ASEAN bertanding adalah penyemangatnya di tengah teriknya matahari ibu kota kala itu.
"Saya menyukai bola voli sejak kecil. Ini pertama kalinya saya mengalami langsung pertandingan voli, melihat atlet-atlet favorit saya dari berbagai negara," kata Chea.
Beralih ke Chroy Changvar Convention Center, ada Noy, gadis berusia 23 tahun yang menjadi volunteer atau sukarelawan pada SEA Games perdana di Kamboja itu. Noy, terlihat kontras dengan teman-temannya yang memadati venue vovinam karena wajahnya yang kecil dihiasi dengan bingkai kacamata bulat dan besar.
Ia adalah pemudi yang kini tinggal di Phnom Penh selama beberapa tahun untuk melanjutkan studinya di jurusan hubungan internasional. Sembari kuliah, Noy juga berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya serta keluarganya yang tinggal jauh di provinsi Siem Reap.
Olahraga sendiri bukanlah hal yang asing bagi Noy. Saat ia megenyam pendidikan di bangku sekolah dasar dan menengah pertama, Noy sempat menekuni olahraga sepak bola.
Menjadi seorang pemain sepak bola pun sempat terbesit di kepalanya waktu itu, karena sepanjang hari ia hanya memikirkan tentang olahraga tersebut dan bermain bersama teman-temannya.
Namun, seiring bertambahnya usia, Noy memutuskan untuk berhenti agar bisa fokus di sisi akademis. Tepat sebelum ia berusia 20 tahun, anak bungsu dari lima bersaudara itu merantau ke ibu kota demi belajar di universitas sekaligus bekerja untuk ikut membantu perekonomian keluarganya.
"Saya pernah belajar main sepak bola saat SD hingga SMP, tapi saya memilih untuk berhenti agar bisa belajar lebih baik lagi di sekolah, karena saya ingin kuliah. Saya juga harus bekerja demi keluarga saya yang tinggal jauh," cerita Noy, dengan kacamatanya yang tiba-tiba berembun -- entah karena angin dingin yang keluar dari AC, atau karena butiran air yang tiba-tiba menghiasi pinggiran matanya.
Karena letak Siem Reap -- provinsi tempat dimana Angkor Wat dengan gagah berdiri itu cukup jauh, maka Noy hanya bisa pulang ke kampung halamannya sekali atau dua kali dalam setahun -- yakni saat perayaan tahun baru dan libur nasional.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah Kamboja untuk meliburkan semua institusi pendidikan demi mensukseskan SEA Games 2023, yang sudah dinantikan negara tersebut selama setidaknya lebih dari enam dekade, membuat Noy dan ribuan teman-teman lainnya berminat untuk menjadi volunteer.
Terlepas dari kebijakan tersebut, Noy mengaku SEA Games dapat menjadi pengingat baginya bahwa ia pernah terlibat dalam sesuatu -- yang menurutnya begitu besar -- serta kecintaannya akan olahraga yang selalu membara di dalam tubuh mungilnya.
Impian masa depan
Chea dan Noy adalah dua dari ribuan jiwa muda yang turut serta pada SEA Games perdana Kamboja tahun ini. Di balik keceriaannya, hiduplah semangat dan impian-impian yang ingin mereka gapai dari keikutsertaan mereka di ajang tersebut.
Mimpi-mimpi ketika mereka kecil -- entah itu menjadi pemain sepak bola, atau menonton pertandingan secara langsung saat timnas tampil gagah membela negara -- ada yang belum dan sudah tercapai bagi dua insan itu.
Bagi Chea, SEA Games menjadi penyemangatnya untuk bertemu dengan banyak orang, memperluas kemampuan sosialnya agar bisa berlari lebih jauh lagi.
"Saya suka punya banyak teman. Ini adalah tempat yang sempurna buat saya untuk memulai dan melihat dunia melalui cerita teman-teman dari negara lain yang datang ke sini," kata Chea dengan senyuman yang seakan tidak bisa lepas dari wajahnya.
Sementara untuk Noy, ia senang bisa menjadi bagian dari SEA Games Kamboja karena ini adalah pertama kalinya negaranya menjadi tuan rumah ajang olahraga yang besar. Baginya, ini juga menjadi ajang dia berkenalan dengan banyak orang dari negara-negara tetangga, dan ingin mengenalkan negaranya ke dunia.
Ia juga berharap Kamboja bisa lebih dikenal sebagai negara yang ramah dan mau terus berkembang lebih jauh. Noy yang belajar hubungan internasional itu menilai Kamboja memiliki banyak hal menarik untuk diketahui, terlepas dari polemik yang dulu pernah menghantui.
"Saya, setelah SEA Games ini, ingin terus belajar dan menyelesaikan studi saya agar harapan itu bisa terwujud di masa depan, dan tentu saja, agar bisa membawa keluarga saya untuk melihat saya diwisuda," ujar Noy sembari melepas kacamatanya, dan membersihkan lensanya yang sempat berembun.
Sejatinya, SEA Games adalah tempat untuk merayakan banyak hal bersama banyak orang. Bagi pemuda dan pemudi Kamboja yang terlibat di dalamnya, ini adalah kesempatan yang ingin mereka manfaatkan, dan cerita yang ingin mereka terus kenang bersama hingga SEA Games-SEA Games lainnya bergulir, hingga perhelatan ini kembali di rumah mereka.