Bandarlampung (ANTARA) - Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang fokus mengembangkan beragam komoditas pangan melalui penguatan sektor pertanian. Porsi sektor pertanian menyumbang 27,90 persen dari capaian kinerja ekonomi daerah pada 2022.
Lampung terus berusaha menopang kebutuhan pangan secara nasional yang terlihat dari produksi berbagai komoditas unggulan yang mampu memenuhi konsumsi provinsi sekitar.
Kontribusi Lampung untuk pangan nasional adalah produksi padi 3.332.235 ton atau sebagai penyumbang kelima secara nasional, ubi kayu 6.719.088 ton menjadi peringkat pertama nasional, jagung 3.280.952 ton sebagai peringkat ketiga nasional.
Meskipun demikian, peran strategis Lampung dalam pembangunan ekonomi regional dan nasional melalui penguatan ketahanan pangan tersebut menghadapi tantangan dalam beberapa waktu ini.
Tantangan tersebut diperkuat adanya peringatan potensi terjadinya defisit beras dalam negeri pada akhir tahun sebagaimana disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Defisit beras tersebut dimungkinkan terjadi karena adanya penurunan produksi beras di lima sentra produksi beras, salah satunya Lampung, bersama dengan Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Adanya penurunan produksi beras pada akhir tahun tersebut digolongkan sebagai fenomena tahunan.
Dengan identifikasi itu, Badan Pusat Statistik telah meminta daerah sentra produksi padi untuk mengambil langkah guna menjaga panen padi tetap optimal.
Meski dinilai akan mengalami penurunan, daerah sentra produksi beras diharap bisa tetap konsisten menyumbang produksi beras untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Ilustrasi- Ketersediaan beras yang ada di Gudang Bulog Lampung sebagai cadangan pangan daerah. ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi.
Adanya potensi kerawanan pangan itu terjadi akibat perubahan musim di sebagian besar wilayah di Indonesia, dimana tiga hingga empat bulan sebelum akhir tahun merupakan puncak musim kemarau. Kenyataan itu juga bersamaan fenomena el nino yang dengan intensitas hujan berkurang.
Berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), fenomena iklim el nino tahun ini lebih ekstrem dibandingkan pada 2019, sebab wilayah yang terdampak kekeringan akan mengalami kondisi lebih kering dibandingkan sebelumnya.
Dengan adanya kondisi tersebut untuk tetap menjaga produktivitas Lampung sebagai salah satu "lumbung pangan", pemerintah daerah tetap optimis mampu memenuhi kebutuhan pangan daerah serta nasional, meski harus melalui musim kemarau yang cukup ekstrem.
Untuk tetap menjaga produktivitas sektor pertanian dalam rangka mencegah adanya kerawanan pangan, Pemerintah Provinsi Lampung terus mendorong petani tetap bertanam, dengan pengaturan air yang lebih cermat untuk mencegah gagal panen.
Pada September ini luasan tanaman padi di daerah itu mencapai 11.832 hektare. Luasan itu belum termasuk program Gerakan Tanam Nasional (Gernas) untuk Lampung seluas 11.904 hektare sehingga total target tanam padi pada September 2023 mencapai 23.736 hektare.
Sementara target tanam untuk Oktober melalui program Gernas seluas 4.274 hektare. Dengan target tanam itu, pada akhir tahun 2023, jumlah panen padi Provinsi Lampung diperkirakan mencapai 139.277 ton, dari panes seluas 23.379 hektare untuk November 2023.
Untuk program Desember 2023, target produksi padi sebanyak 63.029 ton, yang didapat dari luas tanam 10.115 hektare.
Pemprov Lampung berkomitmen untuk tidak membuat jumlah panen tersebut lebih rendah dari yang sudah ditargetkan, melalui berbagai strategi yang disiapkan, khususnya terkait antisipasi adanya fenomena el nino.
Salah satu strategi yang dilakukan ialah melaksanakan optimalisasi infrastruktur sumber daya air untuk mendukung aktivitas pertanian daerah, terutama di kabupaten yang menjadi sentra pertanian.
Hal tersebut dilaksanakan dengan tujuan akhir, agar sumber daya air bisa mengalir di seluruh lahan pertanian yang menjadi sarana tanam pada September dan Oktober. Sementara untuk keperluan tanam November hingga Desember diperkirakan sudah turun hujan.
Kesiapan melalui penyediaan sumber daya air bagi lahan pertanian tersebut, sesuai data di Dinas Ketahanan Pangan dan Tanaman Pangan Hortikultura Lampung, daerah itu memiliki cukup banyak infrastruktur sumber daya air untuk aktivitas pertanian.
Saat ini, tercatat ada 55 unit embung, 74 unit irigasi perpompaan, 17 unit irigasi perpipaan, 111 unit sumur bor, 4 unit cek dam atau dam penahan, dan 314 unit irigasi tersier.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Lampung juga telah mendistribusikan 250 unit pompa air kepada petani secara kondisional, sesuai daerah pertanian mana yang membutuhkan. Langkah lainnya adalah mengatur pengairan di daerah pertanian, sesuai jadwal tanam, untuk mencegah adanya ketidakmerataan pengairan di lahan pertanian.
Untuk menjaga kondisi air baku dalam infrastruktur sumber daya air mampu memenuhi permintaan pengairan, pemerintah daerah juga telah berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung untuk melakukan pemantauan dan pengecekan kondisi air di Lampung secara berkala.
Hingga saat ini, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung terus melakukan pemantauan muka air sejumlah bendungan yang ada di daerah itu guna menjaga ketersediaan sumber daya air di wilayahnya pada musim kemarau.
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung mencatat berdasarkan pemantauan muka air bendungan, saat ini dalam kondisi operasional atau masih di atas batas minimum dan maksimum.
Artinya, kondisi air di bendungan yang ada di Lampung masih terbilang aman dari dampak terjadinya fenomena iklim el nino.
Untuk menjaga ketersediaan sumber daya air di bendungan dan bendung, terus dilakukan pemeliharaan secara berkala, sekaligus memeriksa sedimentasi di setiap bendungan. Upaya lainnya adalah terus memastikan agar air tetap masuk ke saluran irigasi pertanian yang dikelola oleh petani.
Saat ini, di Provinsi Lampung ada lima bendungan yang sudah beroperasi, meliputi Bendungan Batutegi di Kabupaten Tanggamus, Bendungan Way Sekampung di Kabupaten Pringsewu, Bendungan Way Rarem di Kabupaten Lampung Utara, Bendungan Way Jepara di Kabupaten Lampung Timur, dan Bendungan Marga Tiga di Kabupaten Lampung Timur yang segera dioperasikan.
Berdasarkan data Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung, untuk Bendungan Batutegi, permukaan genangan normal (NWL) atau elevasi maksimum di permukaan air bendungan dalam kondisi normal atau 274,00 meter, dengan volume 687.767 juta meter kubik, dan luas 21.100 kilometer kubik.
Pada kondisi terbaru kondisi elevasi masih di angka 247,25 meter, volume 264.249 juta meter kubik, luas 11.122 kilometer persegi, dan debit air yang masuk ke tampungan 5.167 meter kubik per detik.
Untuk Bendungan Way Sekampung, elevasi maksimum di permukaan air bendungan dalam kondisi normal sebesar 124,00 meter, volume 68,06 juta juta meter kubik, dan luas 5.020.800 kilometer persegi. Kondisi elevasi masih di angka 121,18 meter, volume 55.116.800 meter kubik, luas 4.201.190 kilometer persegi, dan debit air yang masuk ke tampungan 25,47 meter kubik per detik.
Bendungan Way Rarem, elevasi 54,00 meter, volume 70.451 juta meter kubik, luas 10.310 kilometer persegi. Kondisi elevasi bendungan mencapai 48,31 meter, volume 28.181 juta meter kubik, luas 6.306 kilometer persegi, debit air yang masuk ke tampungan 5,20 meter kubik per detik.
Bendungan Way Jepara elevasi 36,89 meter, volume 35.825 juta meter kubik, luas 3.209 kilometer persegi. Kondisi elevasi 31,33 meter, volume 21.759.000 meter kubik, luas 2.194.650 meter persegi, dan debit air yang masuk 0,266 meter kubik per detik.
Berbagai upaya tersebut terus dilakukan oleh pemerintah daerah serta pihak terkait untuk menjaga Provinsi Lampung sebagai daerah lumbung pangan agar tetap produktif menghasilkan beragam komoditas, terutama padi, untuk memenuhi konsumsi masyarakat serta menjaga ketahanan pangan daerah, regional, hingga nasional, di tengah musim kering yang masih akan berlangsung hingga akhir 2023.
Lampung terus berusaha menopang kebutuhan pangan secara nasional yang terlihat dari produksi berbagai komoditas unggulan yang mampu memenuhi konsumsi provinsi sekitar.
Kontribusi Lampung untuk pangan nasional adalah produksi padi 3.332.235 ton atau sebagai penyumbang kelima secara nasional, ubi kayu 6.719.088 ton menjadi peringkat pertama nasional, jagung 3.280.952 ton sebagai peringkat ketiga nasional.
Meskipun demikian, peran strategis Lampung dalam pembangunan ekonomi regional dan nasional melalui penguatan ketahanan pangan tersebut menghadapi tantangan dalam beberapa waktu ini.
Tantangan tersebut diperkuat adanya peringatan potensi terjadinya defisit beras dalam negeri pada akhir tahun sebagaimana disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Defisit beras tersebut dimungkinkan terjadi karena adanya penurunan produksi beras di lima sentra produksi beras, salah satunya Lampung, bersama dengan Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Adanya penurunan produksi beras pada akhir tahun tersebut digolongkan sebagai fenomena tahunan.
Dengan identifikasi itu, Badan Pusat Statistik telah meminta daerah sentra produksi padi untuk mengambil langkah guna menjaga panen padi tetap optimal.
Meski dinilai akan mengalami penurunan, daerah sentra produksi beras diharap bisa tetap konsisten menyumbang produksi beras untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Adanya potensi kerawanan pangan itu terjadi akibat perubahan musim di sebagian besar wilayah di Indonesia, dimana tiga hingga empat bulan sebelum akhir tahun merupakan puncak musim kemarau. Kenyataan itu juga bersamaan fenomena el nino yang dengan intensitas hujan berkurang.
Berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), fenomena iklim el nino tahun ini lebih ekstrem dibandingkan pada 2019, sebab wilayah yang terdampak kekeringan akan mengalami kondisi lebih kering dibandingkan sebelumnya.
Dengan adanya kondisi tersebut untuk tetap menjaga produktivitas Lampung sebagai salah satu "lumbung pangan", pemerintah daerah tetap optimis mampu memenuhi kebutuhan pangan daerah serta nasional, meski harus melalui musim kemarau yang cukup ekstrem.
Untuk tetap menjaga produktivitas sektor pertanian dalam rangka mencegah adanya kerawanan pangan, Pemerintah Provinsi Lampung terus mendorong petani tetap bertanam, dengan pengaturan air yang lebih cermat untuk mencegah gagal panen.
Pada September ini luasan tanaman padi di daerah itu mencapai 11.832 hektare. Luasan itu belum termasuk program Gerakan Tanam Nasional (Gernas) untuk Lampung seluas 11.904 hektare sehingga total target tanam padi pada September 2023 mencapai 23.736 hektare.
Sementara target tanam untuk Oktober melalui program Gernas seluas 4.274 hektare. Dengan target tanam itu, pada akhir tahun 2023, jumlah panen padi Provinsi Lampung diperkirakan mencapai 139.277 ton, dari panes seluas 23.379 hektare untuk November 2023.
Untuk program Desember 2023, target produksi padi sebanyak 63.029 ton, yang didapat dari luas tanam 10.115 hektare.
Pemprov Lampung berkomitmen untuk tidak membuat jumlah panen tersebut lebih rendah dari yang sudah ditargetkan, melalui berbagai strategi yang disiapkan, khususnya terkait antisipasi adanya fenomena el nino.
Salah satu strategi yang dilakukan ialah melaksanakan optimalisasi infrastruktur sumber daya air untuk mendukung aktivitas pertanian daerah, terutama di kabupaten yang menjadi sentra pertanian.
Hal tersebut dilaksanakan dengan tujuan akhir, agar sumber daya air bisa mengalir di seluruh lahan pertanian yang menjadi sarana tanam pada September dan Oktober. Sementara untuk keperluan tanam November hingga Desember diperkirakan sudah turun hujan.
Kesiapan melalui penyediaan sumber daya air bagi lahan pertanian tersebut, sesuai data di Dinas Ketahanan Pangan dan Tanaman Pangan Hortikultura Lampung, daerah itu memiliki cukup banyak infrastruktur sumber daya air untuk aktivitas pertanian.
Saat ini, tercatat ada 55 unit embung, 74 unit irigasi perpompaan, 17 unit irigasi perpipaan, 111 unit sumur bor, 4 unit cek dam atau dam penahan, dan 314 unit irigasi tersier.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Lampung juga telah mendistribusikan 250 unit pompa air kepada petani secara kondisional, sesuai daerah pertanian mana yang membutuhkan. Langkah lainnya adalah mengatur pengairan di daerah pertanian, sesuai jadwal tanam, untuk mencegah adanya ketidakmerataan pengairan di lahan pertanian.
Untuk menjaga kondisi air baku dalam infrastruktur sumber daya air mampu memenuhi permintaan pengairan, pemerintah daerah juga telah berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung untuk melakukan pemantauan dan pengecekan kondisi air di Lampung secara berkala.
Hingga saat ini, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung terus melakukan pemantauan muka air sejumlah bendungan yang ada di daerah itu guna menjaga ketersediaan sumber daya air di wilayahnya pada musim kemarau.
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung mencatat berdasarkan pemantauan muka air bendungan, saat ini dalam kondisi operasional atau masih di atas batas minimum dan maksimum.
Artinya, kondisi air di bendungan yang ada di Lampung masih terbilang aman dari dampak terjadinya fenomena iklim el nino.
Untuk menjaga ketersediaan sumber daya air di bendungan dan bendung, terus dilakukan pemeliharaan secara berkala, sekaligus memeriksa sedimentasi di setiap bendungan. Upaya lainnya adalah terus memastikan agar air tetap masuk ke saluran irigasi pertanian yang dikelola oleh petani.
Saat ini, di Provinsi Lampung ada lima bendungan yang sudah beroperasi, meliputi Bendungan Batutegi di Kabupaten Tanggamus, Bendungan Way Sekampung di Kabupaten Pringsewu, Bendungan Way Rarem di Kabupaten Lampung Utara, Bendungan Way Jepara di Kabupaten Lampung Timur, dan Bendungan Marga Tiga di Kabupaten Lampung Timur yang segera dioperasikan.
Berdasarkan data Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung, untuk Bendungan Batutegi, permukaan genangan normal (NWL) atau elevasi maksimum di permukaan air bendungan dalam kondisi normal atau 274,00 meter, dengan volume 687.767 juta meter kubik, dan luas 21.100 kilometer kubik.
Pada kondisi terbaru kondisi elevasi masih di angka 247,25 meter, volume 264.249 juta meter kubik, luas 11.122 kilometer persegi, dan debit air yang masuk ke tampungan 5.167 meter kubik per detik.
Untuk Bendungan Way Sekampung, elevasi maksimum di permukaan air bendungan dalam kondisi normal sebesar 124,00 meter, volume 68,06 juta juta meter kubik, dan luas 5.020.800 kilometer persegi. Kondisi elevasi masih di angka 121,18 meter, volume 55.116.800 meter kubik, luas 4.201.190 kilometer persegi, dan debit air yang masuk ke tampungan 25,47 meter kubik per detik.
Bendungan Way Rarem, elevasi 54,00 meter, volume 70.451 juta meter kubik, luas 10.310 kilometer persegi. Kondisi elevasi bendungan mencapai 48,31 meter, volume 28.181 juta meter kubik, luas 6.306 kilometer persegi, debit air yang masuk ke tampungan 5,20 meter kubik per detik.
Bendungan Way Jepara elevasi 36,89 meter, volume 35.825 juta meter kubik, luas 3.209 kilometer persegi. Kondisi elevasi 31,33 meter, volume 21.759.000 meter kubik, luas 2.194.650 meter persegi, dan debit air yang masuk 0,266 meter kubik per detik.
Berbagai upaya tersebut terus dilakukan oleh pemerintah daerah serta pihak terkait untuk menjaga Provinsi Lampung sebagai daerah lumbung pangan agar tetap produktif menghasilkan beragam komoditas, terutama padi, untuk memenuhi konsumsi masyarakat serta menjaga ketahanan pangan daerah, regional, hingga nasional, di tengah musim kering yang masih akan berlangsung hingga akhir 2023.