Jakarta (ANTARA) -
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau Kak Seto menyatakan bahwa kasus perundungan atau bullying di lingkungan sekolah yang marak terjadi akhir-akhir ini terjadi karena ada pembiaran.

"Selama ini dalam setiap Undang-Undang Pidana Anak juga sudah mengakomodir kasus perundungan, tetapi fenomena gunung es ini terjadi karena adanya pembiaran, karena ada kesempatan pada pelaku," kata Kak Seto pada jumpa pers LPAI tentang perlindungan anak secara daring di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan, selama ini beberapa pihak sekolah, bahkan orang tua seringkali memberikan pemakluman misalnya menganggap perilaku anak kecil yang bertengkar adalah hal yang wajar.

"Beberapa sekolah mengatakan namanya juga anak, namanya juga laki-laki, jadi kekerasan justru diinspirasi kekerasan yang dilakukan oleh guru dan orang tua, sehingga perlu ada ketegasan sikap guru atau orang tua untuk tidak mentoleransi kekerasan yang dilakukan anak ini," ujar dia.

Menurutnya, pola asuh dan pola mendidik anak dari orang tua juga perlu lebih diperhatikan, salah satunya dengan lebih mengapresiasi anak saat melakukan hal-hal kecil yang positif.

"Seringkali kekerasan juga terjadi karena tidak adanya apresiasi dari orang tua atau gurunya," tuturnya.



Untuk itu, Kak Seto selaku Ketua LPAI beserta komunitas yang peduli pada pengasuhan berbasis anak yakni Akademi Suluh Keluarga, Perkumpulan keluarga pendidikan (Kerlip), dan Asosiasi Sekolahrumah dan Pendidikan Alternatif (Asah pena) merekomendasikan empat hal untuk mencegah anak melakukan perundungan dan melindungi korban perundungan.

Pertama, yakni pelatihan terkait hak anak, sistem peradilan anak dan pedoman pemberitaan ramah anak tidak hanya pada wartawan tetapi pada seluruh pengguna media sosial.

Kedua, mendesak Dewan Pers untuk lebih aktif memastikan pemahaman dan penegakan pedoman pemberitaan ramah anak.

Ketiga, mendesak dinas pendidikan tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk secara proaktif melaksanakan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) nomor 46 tahun 2022 dan menyediakan dukungan baik sarana dan prasarana bagi satuan pendidikan untuk membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).

Keempat, mendesak pemerintah pusat untuk kembali menghidupkan direktorat kepengasuhan guna kembali menggiatkan pengasuhan atau parenting.

Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meminta orang tua agar meluangkan waktu untuk mendengar cerita dari anak tentang pengalaman mereka saat berada di sekolah.

"Sebagai orang tua, pekerjaan kita banyak di kantor, di rumah nanti masih bersih-bersih, beres-beres. Ketika anak ingin cerita, nanti dulu lah, seolah-olah dia bukan bagian dari yang harus kita dengarkan," kata Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan KemenPPPA Amurwani Dwi Lestariningsih.



 

Pewarta : Lintang Budiyanti Prameswari
Editor : Andilala
Copyright © ANTARA 2024