Banjarmasin (ANTARA) - Setiap tanggal 2 Februari diperingati “Hari Lahan Basah Sedunia“ yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya lahan basah bagi kehidupan.
Peringatan ini mengadopsi perjanjian internasional tentang pelestarian lahan basah yang disepakati dan ditandatangani pada 2 Februari 1971 di Kota Ramsar, Iran, atau kemudian disebut sebagai Konvensi Ramsar.
Pelestarian ekosistem lahan basah itulah yang kini menjadi fokus perhatian Dr Amalia Rezeki, pejuang dan pelestari hutan mangrove rambai di Pulau Curiak, habitat utama dari primata kharismatik khas lahan basah yang juga ikon Provinsi Kalimantan Selatan yaitu bekantan (Nasalis larvatus).
Kawasan Pulau Curiak di Kabupaten Barito Kuala adalah laboratorium hidup ekosistem lahan basah yang merupakan bagian dari taman bumi “Meratus Geopark“ Kalimantan Selatan.
Amel, sapaan akrab Amalia Rezeki, melalui Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) bersama Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dan Pemerintah Kabupaten Barito Kuala, mengelola kawasan Pulau Curiak.
Keberadaan primata endemik pulau Kalimantan, seperti bekantan dan lutung kelabu (trachypithecus cristatus) atau lebih populer dengan sebutan silvered langur, setiap tahun populasinya terus bertambah seiring semakin luasnya kawasan hutan mangrove rambai (sonneratia caseolaris) yang direstorasi oleh SBI berkolaborasi bersama berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah, swasta dan masyarakat.
Di kawasan ini terdapat pula sekitar 42 jenis aves yang menghuni kawasan yang menjadi Stasiun Riset Bekantan dan Ekosistem Lahan Basah. Di kawasan ini juga dapat dijumpai burung langka seperti burung paruh katak atau frogmouth (batrachostomus mixtus) dan berbagai burung elang yang dilindungi, di antaranya elang brontok (spizaetus cirrhatus), elang bondol (haliastur indus) serta elang tikus (elanus caeruleus).
Sedangkan jenis mamalia lainnya yang paling mendominasi kawasan Sungai Curiak yang membelah kawasan ini adalah kawanan oter atau berang-berang jenis lutra cinerea atau aonyx cinereus.
Berang-berang merupakan mamalia semi akuatik dengan penampilan lucu yang berperan penting dalam ekosistem lahan basah dengan perannya sebagai salah satu predator puncak.
Sebagai mamalia karnivora, berang-berang berperan besar dalam menjaga siklus keseimbangan ekosistem lahan basah, sehingga dijadikan indikator tingkat kelestarian lingkungan di alam.
Sementara kegiatan konservasi yang dilakukan di Stasiun Riset Bekantan berupa perlindungan dan pelestarian flora dan fauna ekosistem lahan basah di luar kawasan konservasi. Kegiatan itu meliputi sosialisasi, edukasi, penguatan kelembagaan, patroli kawasan, perbaikan habitat satwa liar, khususnya bekantan, dengan cara memuliakan alam dan memulihkan ekosistemnya, serta upaya penanaman kembali pohon rambai sebagai vegetasi utama.
Sudah lebih dari 20.000 bibit pohon rambai ditanam, bahkan telah membentuk kawasan baru dan menjadi green belt atau kawasan penyangga habitat bekantan serta keragaman hayati khas lahan basah lainnya.
Dr Amalia Rezeki saat melakukan penanaman bibit rambai di kawasan Pulau Curiak bersama akademisi pegiat lingkungan dunia. (ANTARA/Firman)
Penerima Kalpataru
Kerja keras Amel sebagai doktor konservasi bekantan dari Universitas Lambung Mangkurat ini mengantarkan dirinya dan tim di SBI foundation menerima penghargaan Kalpataru pada tahun 2022, yang merupakan penghargaan tertinggi bidang lingkungan oleh Pemerintah Indonesia dengan kategori penyelamat lingkungan.
Tumbuh kembangnya populasi bekantan di kawasan restorasi mangrove rambai adalah bukti konkrit keberhasilan program tersebut. Begitu juga riuhnya suara burung menandakan beragam satwa golongan aves ini mulai mengisi kawasan yang telah direstorasi, ditambah meningkatnya aktivitas nelayan lokal mencari ikan dan udang di sekitar kawasan juga menandakan pulihnya ekosistem sungai.
Dalam program restorasi mangrove rambai yang terus dilakukan Amel dan timnya SBI, pelibatan masyarakat merupakan hal penting untuk keberlanjutan program.
Berbagai manfaat mulai dirasakan baik dari sisi peningkatan kualitas ekosistem dengan bertambahnya keanekaragaman hayati. Selain itu, perbaikan ekosistem juga membawa dampak positif secara ekonomi bagi masyarakat desa yang menghuni desa penyangga hutan.
Contohnya, Sulaiman, Ketua Kelompok Tani Mangrove Rambai Lestari yang sudah lama bergabung dengan SBI mulai tahun 2015. Dia merupakan petani dan juga nelayan yang sering menangkap ikan di kawasan Pulau Curiak.
Sulaiman sering diberikan tambahan pengetahuan mengenai pelestarian lingkungan serta dilatih untuk mempelajari cara pembibitan mangrove rambai hingga menanam dan memeliharanya. Dengan terpeliharanya mangrove rambai maka ikan-ikan dan udang akan lebih sering bertelur.
Memberikan kehidupan bagi masyarakat
Zulfa Asma Vikra selaku Ketua Kaukus Lingkungan Hidup Legislatif Provinsi Kalimantan Selatan menyebut Konvensi Ramsar telah membawa perubahan pemikiran, dari persepsi bahwa lahan basah tidak bernilai menjadi pemahaman lahan basah yang memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat.
Sehubungan dengan peringatan Hari Lahan Basah Sedunia, dia pun mengapresiasi kerja keras Amalia Rezeki beserta timnya yang berupaya memulihkan ekosistem lahan basah di kawasan Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak.
Kerja keras Amel dan tim telah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan keragaman hayatinya maupun peningkatan nilai ekonomis kawasan yang memberikan kehidupan bagi masyarakat di sekitar.
Sementara Ambra, aktivis lingkungan asal Italia, yang bekerja di organisasi nirlaba atau Non-Governmental Organization (NGO) Sicillian dan bergerak di bidang pelestarian lingkungan serta penguatan kapasitas masyarakat berkesempatan berkunjung ke kawasan Mangrove Rambai Center di Pulau Curiak, menyatakan kekagumannya dengan apa yang dilakukan oleh Amel dan timnya dalam merestorasi lahan basah di kawasan tersebut.
“Program yang luar biasa. Saya sangat berharap tempat ini dapat dilestarikan. Terima kasih kepada orang-orang yang luar biasa yang bekerja keras melestarikannya," kata Ambra sambil merangkul Amel.
Bagi Amel dan timnya di SBI tidak boleh lelah untuk sebuah amanah mulia. Terus bergerak berjuang menjaga dan rawat yang sudah bertumbuh kembang yang telah dihijaukannya dari sebutir biji mangrove rambai hingga membentuk sebuah ekosistem lahan basah yang kemudian menghidupi berbagai keragaman hayati untuk membangun peradaban yang lestari.
Peringatan ini mengadopsi perjanjian internasional tentang pelestarian lahan basah yang disepakati dan ditandatangani pada 2 Februari 1971 di Kota Ramsar, Iran, atau kemudian disebut sebagai Konvensi Ramsar.
Pelestarian ekosistem lahan basah itulah yang kini menjadi fokus perhatian Dr Amalia Rezeki, pejuang dan pelestari hutan mangrove rambai di Pulau Curiak, habitat utama dari primata kharismatik khas lahan basah yang juga ikon Provinsi Kalimantan Selatan yaitu bekantan (Nasalis larvatus).
Kawasan Pulau Curiak di Kabupaten Barito Kuala adalah laboratorium hidup ekosistem lahan basah yang merupakan bagian dari taman bumi “Meratus Geopark“ Kalimantan Selatan.
Amel, sapaan akrab Amalia Rezeki, melalui Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) bersama Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dan Pemerintah Kabupaten Barito Kuala, mengelola kawasan Pulau Curiak.
Keberadaan primata endemik pulau Kalimantan, seperti bekantan dan lutung kelabu (trachypithecus cristatus) atau lebih populer dengan sebutan silvered langur, setiap tahun populasinya terus bertambah seiring semakin luasnya kawasan hutan mangrove rambai (sonneratia caseolaris) yang direstorasi oleh SBI berkolaborasi bersama berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah, swasta dan masyarakat.
Di kawasan ini terdapat pula sekitar 42 jenis aves yang menghuni kawasan yang menjadi Stasiun Riset Bekantan dan Ekosistem Lahan Basah. Di kawasan ini juga dapat dijumpai burung langka seperti burung paruh katak atau frogmouth (batrachostomus mixtus) dan berbagai burung elang yang dilindungi, di antaranya elang brontok (spizaetus cirrhatus), elang bondol (haliastur indus) serta elang tikus (elanus caeruleus).
Sedangkan jenis mamalia lainnya yang paling mendominasi kawasan Sungai Curiak yang membelah kawasan ini adalah kawanan oter atau berang-berang jenis lutra cinerea atau aonyx cinereus.
Berang-berang merupakan mamalia semi akuatik dengan penampilan lucu yang berperan penting dalam ekosistem lahan basah dengan perannya sebagai salah satu predator puncak.
Sebagai mamalia karnivora, berang-berang berperan besar dalam menjaga siklus keseimbangan ekosistem lahan basah, sehingga dijadikan indikator tingkat kelestarian lingkungan di alam.
Sementara kegiatan konservasi yang dilakukan di Stasiun Riset Bekantan berupa perlindungan dan pelestarian flora dan fauna ekosistem lahan basah di luar kawasan konservasi. Kegiatan itu meliputi sosialisasi, edukasi, penguatan kelembagaan, patroli kawasan, perbaikan habitat satwa liar, khususnya bekantan, dengan cara memuliakan alam dan memulihkan ekosistemnya, serta upaya penanaman kembali pohon rambai sebagai vegetasi utama.
Sudah lebih dari 20.000 bibit pohon rambai ditanam, bahkan telah membentuk kawasan baru dan menjadi green belt atau kawasan penyangga habitat bekantan serta keragaman hayati khas lahan basah lainnya.
Penerima Kalpataru
Kerja keras Amel sebagai doktor konservasi bekantan dari Universitas Lambung Mangkurat ini mengantarkan dirinya dan tim di SBI foundation menerima penghargaan Kalpataru pada tahun 2022, yang merupakan penghargaan tertinggi bidang lingkungan oleh Pemerintah Indonesia dengan kategori penyelamat lingkungan.
Tumbuh kembangnya populasi bekantan di kawasan restorasi mangrove rambai adalah bukti konkrit keberhasilan program tersebut. Begitu juga riuhnya suara burung menandakan beragam satwa golongan aves ini mulai mengisi kawasan yang telah direstorasi, ditambah meningkatnya aktivitas nelayan lokal mencari ikan dan udang di sekitar kawasan juga menandakan pulihnya ekosistem sungai.
Dalam program restorasi mangrove rambai yang terus dilakukan Amel dan timnya SBI, pelibatan masyarakat merupakan hal penting untuk keberlanjutan program.
Berbagai manfaat mulai dirasakan baik dari sisi peningkatan kualitas ekosistem dengan bertambahnya keanekaragaman hayati. Selain itu, perbaikan ekosistem juga membawa dampak positif secara ekonomi bagi masyarakat desa yang menghuni desa penyangga hutan.
Contohnya, Sulaiman, Ketua Kelompok Tani Mangrove Rambai Lestari yang sudah lama bergabung dengan SBI mulai tahun 2015. Dia merupakan petani dan juga nelayan yang sering menangkap ikan di kawasan Pulau Curiak.
Sulaiman sering diberikan tambahan pengetahuan mengenai pelestarian lingkungan serta dilatih untuk mempelajari cara pembibitan mangrove rambai hingga menanam dan memeliharanya. Dengan terpeliharanya mangrove rambai maka ikan-ikan dan udang akan lebih sering bertelur.
Memberikan kehidupan bagi masyarakat
Zulfa Asma Vikra selaku Ketua Kaukus Lingkungan Hidup Legislatif Provinsi Kalimantan Selatan menyebut Konvensi Ramsar telah membawa perubahan pemikiran, dari persepsi bahwa lahan basah tidak bernilai menjadi pemahaman lahan basah yang memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat.
Sehubungan dengan peringatan Hari Lahan Basah Sedunia, dia pun mengapresiasi kerja keras Amalia Rezeki beserta timnya yang berupaya memulihkan ekosistem lahan basah di kawasan Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak.
Kerja keras Amel dan tim telah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan keragaman hayatinya maupun peningkatan nilai ekonomis kawasan yang memberikan kehidupan bagi masyarakat di sekitar.
Sementara Ambra, aktivis lingkungan asal Italia, yang bekerja di organisasi nirlaba atau Non-Governmental Organization (NGO) Sicillian dan bergerak di bidang pelestarian lingkungan serta penguatan kapasitas masyarakat berkesempatan berkunjung ke kawasan Mangrove Rambai Center di Pulau Curiak, menyatakan kekagumannya dengan apa yang dilakukan oleh Amel dan timnya dalam merestorasi lahan basah di kawasan tersebut.
“Program yang luar biasa. Saya sangat berharap tempat ini dapat dilestarikan. Terima kasih kepada orang-orang yang luar biasa yang bekerja keras melestarikannya," kata Ambra sambil merangkul Amel.
Bagi Amel dan timnya di SBI tidak boleh lelah untuk sebuah amanah mulia. Terus bergerak berjuang menjaga dan rawat yang sudah bertumbuh kembang yang telah dihijaukannya dari sebutir biji mangrove rambai hingga membentuk sebuah ekosistem lahan basah yang kemudian menghidupi berbagai keragaman hayati untuk membangun peradaban yang lestari.