Jenewa (ANTARA) - Bayangan kehancuran massal nuklir yang menghantui masyarakat abad lalu kini kembali, ucap Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres.

“Perpecahan geopolitik, kompetisi persenjataan tanpa henti … menghasilkan jalan buntu. Militer kini mengembangkan aplikasi teknologi baru yang menakutkan, termasuk kecerdasan buatan dan sistem senjata otomatis,” ucapnya di Konferensi Perlucutan Senjata.

“Bahaya nuklir yang menghantui masyarakat abad lalu kini telah kembali,” lanjut Guterres.

“Beberapa negarawan bahkan menyiratkan bahwa mereka siap untuk mengerahkan tenaga nuklir, sebuah ancaman memalukan yang harus dikecam dengan jelas dan keras oleh dunia,” ucap Guterres seperti dilansir TASS.

Guterres kembali menegaskan seruannya untuk melaksanakan seluruh komitmen perlucutan senjata nuklir berdasarkan Perjanjian Nonproliferasi Nuklir serta memberlakukan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty).

Pada Oktober 2023, Departemen Energi Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa “ledakan kimia di bawah permukaan” telah dilakukan di Nevada untuk meningkatkan kemampuan AS dalam mendeteksi ledakan nuklir berkekuatan rendah di seluruh dunia.

Direktur Departemen Nonproliferasi dan Pengendalian Senjata Kementerian Luar Negeri Rusia Vladimir Yermakov menyatakan bahwa Rusia percaya AS masih melakukan uji coba nuklir.

Pada Februari 2024, Utusan Rusia untuk kantor PBB dan organisasi internasional di Geneva Gennady Gatilov menyatakan bahwa Konferensi Perlucutan Senjata tak memiliki alternatif lain, tetapi upaya besar konferensi tersebut dihalangi oleh tak adanya minat dan keinginan politik negara-negara Barat untuk mengembangkan instrumen pengendalian senjata yang efektif dan mengikat secara hukum.

Gatilov menyatakan bahwa masalah ada pada AS dan para sekutunya yang mengupayakan kebijakan untuk mempertahankan hegemoni global mereka.

AS dan para sekutu bertujuan untuk mencapai keunggulan ekonomi, politik, dan militer atas pusat-pusat kekuasaan lain yang saat ini sedang mendapat pengakuan internasional, sehingga mereka tak ingin terikat pada kewajiban hukum tambahan, ucap Gatilov.
 



 


Pewarta : Yuni Arisandy Sinaga
Editor : Andilala
Copyright © ANTARA 2024