Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dr Cut Nurul Hafifah mengatakan, terdapat banyak sekali gejala penyakit langka pada anak, dan saking banyaknya tanda-tanda tersebut dapat terlewatkan oleh para tenaga medis pula.
Akan tetapi, katanya dalam seminar bertajuk "Pentingnya Tes Genetik untuk Percepatan Penegakan Diagnosis Penyakit Langka di Indonesia" yang diselenggarakan oleh GSI Lab di Jakarta Minggu, ada sejumlah pertanda yang paling patut orang tua perhatikan, dan bila perlu, dicurigai sebagai pertanda penyakit langka.
Yang pertama, katanya, adalah kalau anaknya lahir normal, namun semakin lama kondisinya semakin menurun.
"Yang kedua, gejalanya susah dikendalikan. Contoh, kejang. Udah pakai dua obat, gak baik-baik. Mungkin ini penyakit langka," kata dokter itu
Yang ketiga, katanya, adalah adanya hubungan saudara di antara kedua orang tua anak tersebut. Misalnya, bapak dan ibunya memiliki buyut atau kakek yang sama. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko penyakit genetik.
Adapun yang keempat, kata Cut, adalah riwayat keluarga di mana satu anggotanya meninggal tanpa diketahui penyebab pastinya.
Dia menuturkan, penyebabnya perlu segera dicari tahu, karena bisa jadi mereka meninggal karena penyakit langka yang dapat membahayakan gen.
Dokter itu menyebut bahwa terdapat sejumlah tipe gejala, yaitu asimptomatik, di mana gejalanya belum ada, kemudian presimptomatik, di mana gejala sudah mulai tampak namun tidak terlalu jelas, dan simptomatik, di mana gejala-gejalanya sudah terlihat.
Pada gejala asimptomatik, katanya, skrining pada bayi yang baru lahir diperlukan guna melihat kelainan, misalnya pada enzim, kromosom, DNA, atau gen anak.
dr Cut juga menyebut bahwa sejumlah gejala penyakit langka menyerupai gejala penyakit lain, contohnya, masalah berat badan seperti yang umum dialami pasien tuberkulosis. Padahal, si anak tidak punya TBC.
"Lemas, keterlambatan perkembangan. Banyak kan yang seperti itu ya. Muntah berulang, sesak, kuning, koma, pendarahan sulit berhenti," katanya.
Dia menambahkan, ada juga gejala yang dapat terlihat oleh dokter kandungan pada saat bayi masih di perut, misalnya celah pada bibir.
Pada kesempatan itu, dia menjelaskan bahwa penanganan penyakit langka masih memiliki sejumlah tantangan, seperti tingginya kans misdiagnosis pada pasien, dan perlunya waktu bertahun-tahun hingga kepastian tentang penyakitnya ada.
"Ketemu 15 dokter dulu belum tentu ketemu sakitnya. Jadi, mesti cari orang yang tepat, yang sudah terbiasa," katanya.
Menurutnya, dokter-dokter di masa kini juga perlu diberikan edukasi mengenai penyakit langka, sehingga tidak hanya orang tua pasien saja yang mengetahui tentang kondisi itu.
Saat ini, katanya, terdapat 10 ribu penyakit langka, dan ada kemungkinan lima tahun lagi jumlah penyakit langka ada 15 ribu. Hal tersebut adalah karena ilmu pengetahuan senantiasa berkembang, dan penyakit langka lainnya ditemukan.
Seminar tersebut diadakan dalam rangka Hari Penyakit Langka Sedunia yang diperingati setiap 29 Februari.
Akan tetapi, katanya dalam seminar bertajuk "Pentingnya Tes Genetik untuk Percepatan Penegakan Diagnosis Penyakit Langka di Indonesia" yang diselenggarakan oleh GSI Lab di Jakarta Minggu, ada sejumlah pertanda yang paling patut orang tua perhatikan, dan bila perlu, dicurigai sebagai pertanda penyakit langka.
Yang pertama, katanya, adalah kalau anaknya lahir normal, namun semakin lama kondisinya semakin menurun.
"Yang kedua, gejalanya susah dikendalikan. Contoh, kejang. Udah pakai dua obat, gak baik-baik. Mungkin ini penyakit langka," kata dokter itu
Yang ketiga, katanya, adalah adanya hubungan saudara di antara kedua orang tua anak tersebut. Misalnya, bapak dan ibunya memiliki buyut atau kakek yang sama. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko penyakit genetik.
Adapun yang keempat, kata Cut, adalah riwayat keluarga di mana satu anggotanya meninggal tanpa diketahui penyebab pastinya.
Dia menuturkan, penyebabnya perlu segera dicari tahu, karena bisa jadi mereka meninggal karena penyakit langka yang dapat membahayakan gen.
Dokter itu menyebut bahwa terdapat sejumlah tipe gejala, yaitu asimptomatik, di mana gejalanya belum ada, kemudian presimptomatik, di mana gejala sudah mulai tampak namun tidak terlalu jelas, dan simptomatik, di mana gejala-gejalanya sudah terlihat.
Pada gejala asimptomatik, katanya, skrining pada bayi yang baru lahir diperlukan guna melihat kelainan, misalnya pada enzim, kromosom, DNA, atau gen anak.
dr Cut juga menyebut bahwa sejumlah gejala penyakit langka menyerupai gejala penyakit lain, contohnya, masalah berat badan seperti yang umum dialami pasien tuberkulosis. Padahal, si anak tidak punya TBC.
"Lemas, keterlambatan perkembangan. Banyak kan yang seperti itu ya. Muntah berulang, sesak, kuning, koma, pendarahan sulit berhenti," katanya.
Dia menambahkan, ada juga gejala yang dapat terlihat oleh dokter kandungan pada saat bayi masih di perut, misalnya celah pada bibir.
Pada kesempatan itu, dia menjelaskan bahwa penanganan penyakit langka masih memiliki sejumlah tantangan, seperti tingginya kans misdiagnosis pada pasien, dan perlunya waktu bertahun-tahun hingga kepastian tentang penyakitnya ada.
"Ketemu 15 dokter dulu belum tentu ketemu sakitnya. Jadi, mesti cari orang yang tepat, yang sudah terbiasa," katanya.
Menurutnya, dokter-dokter di masa kini juga perlu diberikan edukasi mengenai penyakit langka, sehingga tidak hanya orang tua pasien saja yang mengetahui tentang kondisi itu.
Saat ini, katanya, terdapat 10 ribu penyakit langka, dan ada kemungkinan lima tahun lagi jumlah penyakit langka ada 15 ribu. Hal tersebut adalah karena ilmu pengetahuan senantiasa berkembang, dan penyakit langka lainnya ditemukan.
Seminar tersebut diadakan dalam rangka Hari Penyakit Langka Sedunia yang diperingati setiap 29 Februari.