Fuzhou (ANTARA) - Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan RI Didi Sumedi menyebut penerapan perdagangan elektronik (e-commerce) diharapkan dapat mempercepat informasi suatu produk ke calon konsumen dengan tetap menaati persyaratan ekspor-impor.

"'Crossborder e-commerce' itu kerja sama dari sisi tukar-menukar informasi dagang, informasi produk dan lainnya. Pertukaran informasi itu lebih cepat kalau dilakukan melalui 'e-commerce', tapi tidak 'loss' begitu saja karena China juga ada persyaratan yang harus ditempuh oleh masing-masing negara eksportir," kata Didi di Fuzhou, provinsi Fujian, China pada Senin (18/3).

Didi menyampaikan hal tersebut pada sela-sela pembukaan "The 4th China Cross-border E-commerce" di kota Fuzhou, Provinsi Fujian, China pada 18-20 Maret 2024. Pameran itu bertujuan menunjukkan perkembangan serta inovasi produk dan layanan terkini seperti "platform e-commerce", pergudangan logistik, maupun penyedia layanan teknologi lainnya.

"Misalnya kita akan mengekspor sarang burung walet, walau dengan 'e-commerce' tetap mereka pun memberlakukan syarat misalnya syarat ambang batas dioksin yang diperkenankan atau hal lain yang sifatnya teknis namun dari sisi komersial, 'e-commerce' lebih mempercepat penyampaian informasi kepada calon konsumen," ungkap Didi.

Hal tersebut juga terkait dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem untuk Elektronik yang mengatur soal pelarangan penjualan secara langsung oleh pedagang (merchant) ke Indonesia melalui platform e-commerce lintas negara.

"Dari semangat Permendag itu pemerintah ingin menjaga perlindungan terhadap industri nasional kita terutama yang di level UMKM, ini harus kita lindungi karena secepat apapun informasi dan teknologi perdagangan itu terjadi antara dua negara, tetap pemerintah ada keberpihakan kepada UMKM. Bahkan tidak hanya UMKM saja tapi level industri nasional pun perlu kita lindungi," tambah Didi.

Pemerintah, menurut Didi, berharap ada produk-produk dengan nilai tambah tinggi seperti produk manufaktur juga dapat masuk ke pasar China.

"Tapi tanpa melupakan produk-produk yang sifatnya sudah berkelanjutan misalnya minyak sawit, batu bara, besi baja, bubur kertas, tetap harus kita dorong tapi kita juga ingin mencari produk lain yang sebenarnya di 'niche market' China itu bisa kita bersaing," ungkap Didi.

Produk Indonesia yang punya potensi besar di China menurut Didi termasuk produk mebel.

"Misalnya produk-produk 'furniture' walau 'furniture' di China sudah masif tapi ada sisi keunikan Indonesia yang berbeda sehingga saya kira masih bisa masuk,selain itu produk-produk makanan olahan kita tentu masih bisa menggenjot ke China karena lidah antara Indonesia dan China rasanya tidak terlalu jauh bedanya," jelas Didi.

Meski Didi mengakui terjadi penurunan total perdagangan Indonesia-China pada 2023 dibanding 2022, namun ia menyebut ajang tersebut diharapkan dapat mendorong volume dan nilai perdagangan kedua negara.

"Menurut saya 'e-commerce cross border' ini bisa menjadi salah satu bentuk cara untuk membantu memulihkan hubungan perdagangan Indonesia China, mudah-mudahan di tahun depan bahkan tahun ini kita bisa kembali 'reborn' seperti tahun 2022. Berapa jumlahnya ya kita tidak tahu, tapi ini dipercaya menurut saya bisa mendorong ekspor kita ke China lebih dalam lagi dan seiring pembicaraan protokol persyaratan dagang Indonesia-China," ungkap Didi.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada Oktober 2023 terdapat lima negara utama yang mengimpor barang melalui "e-commerce" ke Indonesia.

China tercatat sebagai negara yang paling banyak memasok barang ke "e-commerce" RI yaitu mencapai 61,9 juta dolar AS atau berkontribusi sebesar 24,3 persen pada Mei 2023 dari nilai total barang yang diimpor.

Sedangkan Bank Indonesia (BI) mencatat nilai transaksi "e-commerce" sepanjang 2023 juga turun dibanding tahun sebelumnya yaitu Rp 453,75 triliun atau turun sekitar 4,7 persen dari 2022 yang mencapai Rp 476,3 triliun.

Penurunan nilai juga dialami transaksi perdagangan Indonesia-China pada 2023 yaitu mencapai 127,9 miliar dolar AS dengan nilai ekspor Indonesia ke China sebesar 64,9 miliar dolar AS atau turun 1,37 persen dibandingkan tahun sebelumnya berdasarkan data Kementerian Perdagangan. Sedangkan Indonesia mengimpor 62,8 miliar dolar AS dari China yang juga turun 7,15 persen dari 2022.

Kementerian Perdagangan menyebut banyak potensi pasar yang belum tergarap seperti feronikel, bijih tembaga dan konsentratnya, minyak sawit dan turunannya, produk baja tahan karat setengah jadi, serta biji aluminium dan konsentratnya. Potensi yang belum tergarap dari produk tersebut sekitar 13,78 miliar dolar AS.

Hadir juga dalam acara tersebut Staf Khusus Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Jona Widhagdo Putri, Duta Besar Indonesia untuk China Djauhari Oratmangun, Ketua Kantor Kamar Dagang Indonesia Komite Tiongkok (KIKT) Garibaldi Thohir dan sejumlah perwakilan dari pengusaha Indonesia antara lain Sekretaris Jenderal KIKT Anthony Akili, Ketua Kadin di China Liky Sutikno, perwakilan dari Salim Group Eddy Sanusi, Chief Public Policy and Government Relations Grup GoTo Ade Mulya dan lainnya.


 

Pewarta : Desca Lidya Natalia
Editor : Andriy Karantiti
Copyright © ANTARA 2024