Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa Indonesia mendorong kerja sama global untuk mengatasi tantangan ekonomi dan perubahan iklim pada Pertemuan Ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 di Brasil.
“Pentingnya koordinasi dan kerja sama ekonomi untuk menghadapi tantangan global, seperti perubahan iklim dan ketidaksetaraan,” kata Sri Mulyani dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin.
Dalam agenda utama G20 Brasil, Sri Mulyani menyatakan ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh ketegangan geopolitik, fluktuasi kebijakan moneter, dan pemilu global telah meningkatkan volatilitas pasar dan memperlambat investasi.
Untuk itu, perlu ada strategi kebijakan makroekonomi yang diperlukan untuk mengatasi ketidaksetaraan, dampak fluktuasi nilai tukar dan suku bunga, serta pengaruh ekonomi jangka menengah.
Salah satu upaya yang didorong adalah penerapan utang untuk iklim (debt-for-climate swap) demi pembangunan berkelanjutan. Sistem itu dapat membantu negara-negara dengan ruang fiskal terbatas untuk menyesuaikan kebutuhan masing-masing.
Indonesia telah mengambil langkah itu melalui kesepakatan pertukaran utang untuk alam senilai 35 juta dolar AS yang digunakan untuk melindungi ekosistem terumbu karang.
“Indonesia akan memperkuat kerangka pembiayaan keanekaragaman hayati nasional dan menutup kesenjangan pembiayaan untuk konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan,” kata Menkeu.
Di samping debt-for-climate swap, Sri Mulyani juga mendorong strategi terintegrasi untuk meningkatkan pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) tepat waktu dan berdampak. Pasalnya, penggunaan energi dan lahan hutan masih menjadi tantangan besar bagi perekonomian global.
Adapun mengenai perpajakan internasional, Menkeu RI mendorong pengenaan pajak orang kaya untuk meningkatkan keadilan pajak.
“Perlu kebijakan progresif yang efektif untuk mengurangi ketidaksetaraan pendapatan dan kekayaan, serta pentingnya pertukaran informasi untuk mengatasi perencanaan pajak agresif oleh individu-individu berpenghasilan tinggi,” jelasnya.
Sri Mulyani juga menyoroti reformasi Lembaga Keuangan Multilateral (MDBs) merupakan suatu keharusan agar tetap relevan dan efektif dalam mendukung kecukupan modal para anggotanya.
“MDBs juga harus meningkatkan representasi negara-negara berkembang termasuk dalam hal keterwakilan staf yang akan berperan penting untuk implementasi proyek yang lebih efektif dan memberikan wawasan tentang konteks dan budaya lokal,” tutur ia lagi.