Jakarta (antarasulteng.com) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku kecewa dengan kejadian suap yang menimpa auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diduga terkait dengan pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan Kementerian Desa PDTT.
"Kejadian di mana kementerian lembaga dan BPK sendiri menerima suap, mengecewakan betul," kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin.
Sri Mulyani menilai kemitraan antara Kementerian Lembaga dengan BPK sudah terjalin dengan baik dan profesional, sehingga Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) untuk pertama kalinya dalam 12 tahun mendapatkan opini WTP.
"Kita melakukan pembahasan dengan BPK secara profesional selama ini, jadi kita memandang apa yang disampaikan BPK adalah hal-hal yang memang baik memenuhi standar akuntansi," katanya.
Untuk itu, apabila terdapat upaya penyalahgunaan wewenang dan dugaan suap terkait pemberian opini WTP terhadap Kementerian Lembaga tertentu, Sri Mulyani meminta aparat hukum untuk mengusut tuntas.
Terkait pemberian opini WTP, Sri Mulyani mengharapkan status tersebut bisa dilaksanakan secara konsisten oleh Kementerian Lembaga agar penyusunan LKPP makin berkualitas dan penggunaan dana APBN dapat bermanfaat bagi masyarakat.
"Status dari WTP sendiri kita memiliki kepentingan, supaya kredibilitas status itu ditegakkan secara konsisten, apapun mekanismenya kita serahkan ke BPK," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Anggota BPK Agung Firman Sampurna berupaya menyakinkan masyarakat bahwa opini yang diberikan atas laporan keuangan terhadap pemerintah pusat maupun daerah sudah melalui sistem yang teruji.
"Kami punya keyakinan seluruh opini yang diberikan kepada kementerian/lembaga atau pemda, khususnya pada LKPP, sudah melalui sistem ketat dan sistem tersebut teruji. Jadi kalau kami sampaikan WTP, itu benar WTP," ujar Agung.
Agung menjelaskan pemeriksaan keuangan hingga pemberian opini oleh BPK prosesnya cukup panjang, mulai dari perencanaan, pengumpulan bukti, pengujian, klarifikasi, diskusi hingga proses penyusunan laporan hasil pemeriksaan dan rencana aksi (action plan).
Selain itu, kata dia, juga terdapat jaminan kualitas (quality assurance) dan pengendalian kualitas (quality control) untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan.
Pemeriksaan tersebut juga melibatkan banyak pihak dalam struktural BPK, mulai dari anggota tim pemeriksa, kepala auditorat, hingga pimpinan BPK.
Untuk itu, Agung menyayangkan apabila ada pihak yang ingin mendegradasi opini tersebut dan menganggap hal itu sebagai upaya deletigimasi terhadap presiden dan upaya-upaya yang telah dilakukannya.
"Kami sangat sesalkan kalau ada orang mendegradasi opini tersebut sama dengan mendeletigimasikan presiden dan upaya-upayanya. Presiden dan wakil presiden sudah tunjukkan upaya yang signifikan buat negara ini lebih akuntabel," ujar Agung.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dua auditor BPK, atas dugaan penyuapan terkait pemberian opini WTP untuk Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT). (skd)
"Kejadian di mana kementerian lembaga dan BPK sendiri menerima suap, mengecewakan betul," kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin.
Sri Mulyani menilai kemitraan antara Kementerian Lembaga dengan BPK sudah terjalin dengan baik dan profesional, sehingga Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) untuk pertama kalinya dalam 12 tahun mendapatkan opini WTP.
"Kita melakukan pembahasan dengan BPK secara profesional selama ini, jadi kita memandang apa yang disampaikan BPK adalah hal-hal yang memang baik memenuhi standar akuntansi," katanya.
Untuk itu, apabila terdapat upaya penyalahgunaan wewenang dan dugaan suap terkait pemberian opini WTP terhadap Kementerian Lembaga tertentu, Sri Mulyani meminta aparat hukum untuk mengusut tuntas.
Terkait pemberian opini WTP, Sri Mulyani mengharapkan status tersebut bisa dilaksanakan secara konsisten oleh Kementerian Lembaga agar penyusunan LKPP makin berkualitas dan penggunaan dana APBN dapat bermanfaat bagi masyarakat.
"Status dari WTP sendiri kita memiliki kepentingan, supaya kredibilitas status itu ditegakkan secara konsisten, apapun mekanismenya kita serahkan ke BPK," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Anggota BPK Agung Firman Sampurna berupaya menyakinkan masyarakat bahwa opini yang diberikan atas laporan keuangan terhadap pemerintah pusat maupun daerah sudah melalui sistem yang teruji.
"Kami punya keyakinan seluruh opini yang diberikan kepada kementerian/lembaga atau pemda, khususnya pada LKPP, sudah melalui sistem ketat dan sistem tersebut teruji. Jadi kalau kami sampaikan WTP, itu benar WTP," ujar Agung.
Agung menjelaskan pemeriksaan keuangan hingga pemberian opini oleh BPK prosesnya cukup panjang, mulai dari perencanaan, pengumpulan bukti, pengujian, klarifikasi, diskusi hingga proses penyusunan laporan hasil pemeriksaan dan rencana aksi (action plan).
Selain itu, kata dia, juga terdapat jaminan kualitas (quality assurance) dan pengendalian kualitas (quality control) untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan.
Pemeriksaan tersebut juga melibatkan banyak pihak dalam struktural BPK, mulai dari anggota tim pemeriksa, kepala auditorat, hingga pimpinan BPK.
Untuk itu, Agung menyayangkan apabila ada pihak yang ingin mendegradasi opini tersebut dan menganggap hal itu sebagai upaya deletigimasi terhadap presiden dan upaya-upaya yang telah dilakukannya.
"Kami sangat sesalkan kalau ada orang mendegradasi opini tersebut sama dengan mendeletigimasikan presiden dan upaya-upayanya. Presiden dan wakil presiden sudah tunjukkan upaya yang signifikan buat negara ini lebih akuntabel," ujar Agung.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dua auditor BPK, atas dugaan penyuapan terkait pemberian opini WTP untuk Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT). (skd)