Jakarta (ANTARA) - Iwan Amat pria berusia 49 tahun merupakan petugas di Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Gamalama, Ternate, Maluku Utara.
Iwan kecil kerap membantu Darno Lamani, petugas senior pos yang menjadi inspirasinya untuk menempuh jalan hidup serupa.
"Sejak kecil saya sudah sering dipanggil untuk menemani Pak Darno bekerja, mengoperasikan alat-alat pos pengamatan," kata Iwan dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat.
Dirinya menilai, pengamat gunung api bukan hanya profesi, itu karena Iwan telah hidup berdampingan dengan aktivitas gunung sedari kecil. Rumahnya di Kelurahan Marikrubu, Ternate, serta bertetangga langsung dengan PGA Gamalama.
Tekadnya kian mantap, apalagi ketika melihat alat-alat pemantau gunung api yang menurutnya menarik.
Iwan Amat penjaga Pos Pengamatan Gunung Api Gamalama, Maluku Utara melakukan kegiatan pemantauan (ANTARA/HO-PVMBG)
"Waktu itu, alatnya masih manual, seperti seismograf Osaka. Semua pemantauan dilakukan langsung di lapangan. Saya tertarik menjadi pengamat gunung api, menjalankan alat-alat itu," ujarnya.
Secara resmi, Iwan bergabung sebagai petugas pengamatan gunung api pada 1995 di bawah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM. Penempatan pertamanya di Gunung Dukono, Halmahera Utara, menghadirkan tantangan berat.
Gunung yang kerap erupsi itu sempat mengharuskan Iwan berjibaku selama dua hari dua malam untuk melaporkan informasi letusan secara berkala. Saat itu, laporan hanya bisa disampaikan dua kali sehari melalui radio, yaitu pukul 10.00 dan 16.00 WIT.
"Kesulitan menyampaikan informasi saat letusan besar terasa sekali. Bahkan, untuk mengirim laporan ke Bandung, saya harus ke Tobelo dulu, sekitar 19 kilometer dari pos tanpa kendaraan dinas," kata Iwan.
Tantangan terbesar lainnya adalah saat anggota keluarga jatuh sakit. Jumlah personel yang terbatas sering kali menyulitkan Iwan untuk meninggalkan pos. Namun, ia selalu berusaha menjalankan tugasnya sebaik mungkin.
Kini, di Pos PGA Gamalama, Iwan bersama dua rekannya, Triyanto (34) dan Marjan (37), bertugas memantau aktivitas gunung yang masih berada dalam status Level II (Waspada). Ketiganya siap siaga mengawasi perkembangan visual dan instrumental Gamalama, demi memastikan keselamatan masyarakat di sekitar Ternate.
Keseharian mereka diisi dengan pengamatan visual, mengamati warna dan tekanan asap kawah, suhu solfatara, dan perubahan di sekitar permukaan kawah menggunakan teropong.
“Informasi yang akurat dan terkini sangat penting bagi masyarakat, apalagi dalam kondisi darurat, untuk meminimalkan risiko korban jiwa,” ujarnya.
Bagi Iwan dan timnya, pengawasan Gamalama bukan sekadar pekerjaan, melainkan pengabdian yang tak kenal lelah.
"Selalu waspada, ini tugas utama kami,” ujarnya
Iwan kecil kerap membantu Darno Lamani, petugas senior pos yang menjadi inspirasinya untuk menempuh jalan hidup serupa.
"Sejak kecil saya sudah sering dipanggil untuk menemani Pak Darno bekerja, mengoperasikan alat-alat pos pengamatan," kata Iwan dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat.
Dirinya menilai, pengamat gunung api bukan hanya profesi, itu karena Iwan telah hidup berdampingan dengan aktivitas gunung sedari kecil. Rumahnya di Kelurahan Marikrubu, Ternate, serta bertetangga langsung dengan PGA Gamalama.
Tekadnya kian mantap, apalagi ketika melihat alat-alat pemantau gunung api yang menurutnya menarik.
"Waktu itu, alatnya masih manual, seperti seismograf Osaka. Semua pemantauan dilakukan langsung di lapangan. Saya tertarik menjadi pengamat gunung api, menjalankan alat-alat itu," ujarnya.
Secara resmi, Iwan bergabung sebagai petugas pengamatan gunung api pada 1995 di bawah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM. Penempatan pertamanya di Gunung Dukono, Halmahera Utara, menghadirkan tantangan berat.
Gunung yang kerap erupsi itu sempat mengharuskan Iwan berjibaku selama dua hari dua malam untuk melaporkan informasi letusan secara berkala. Saat itu, laporan hanya bisa disampaikan dua kali sehari melalui radio, yaitu pukul 10.00 dan 16.00 WIT.
"Kesulitan menyampaikan informasi saat letusan besar terasa sekali. Bahkan, untuk mengirim laporan ke Bandung, saya harus ke Tobelo dulu, sekitar 19 kilometer dari pos tanpa kendaraan dinas," kata Iwan.
Tantangan terbesar lainnya adalah saat anggota keluarga jatuh sakit. Jumlah personel yang terbatas sering kali menyulitkan Iwan untuk meninggalkan pos. Namun, ia selalu berusaha menjalankan tugasnya sebaik mungkin.
Kini, di Pos PGA Gamalama, Iwan bersama dua rekannya, Triyanto (34) dan Marjan (37), bertugas memantau aktivitas gunung yang masih berada dalam status Level II (Waspada). Ketiganya siap siaga mengawasi perkembangan visual dan instrumental Gamalama, demi memastikan keselamatan masyarakat di sekitar Ternate.
Keseharian mereka diisi dengan pengamatan visual, mengamati warna dan tekanan asap kawah, suhu solfatara, dan perubahan di sekitar permukaan kawah menggunakan teropong.
“Informasi yang akurat dan terkini sangat penting bagi masyarakat, apalagi dalam kondisi darurat, untuk meminimalkan risiko korban jiwa,” ujarnya.
Bagi Iwan dan timnya, pengawasan Gamalama bukan sekadar pekerjaan, melainkan pengabdian yang tak kenal lelah.
"Selalu waspada, ini tugas utama kami,” ujarnya