Kota Palu (ANTARA) - Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah mengatakan limbah makanan harus dikelola dengan baik sejak dini untuk keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi.

“Limbah makanan yang dibiarkan membusuk di tempat pembuangan akhir (TPA) menghasilkan gas metana yang berkontribusi besar pada perubahan iklim, hal itu dipandang tidak sehat untuk bumi,” kata Wakil Wali Kota Palu Reny A Lamadjido di Kota Palu, Sabtu, menyoroti dampak lingkungan yang dihasilkan dari food waste atau sisa makanan yang dinilai membahayakan keberlanjutan lingkungan.

Ia mengemukakan dari sisi ekonomi bahwa food waste atau makanan yang siap dikonsumsi oleh manusia namun dibuang begitu saja dan akhirnya menumpuk di TPA menyebabkan kerugian besar, baik di sektor rumah tangga, bisnis, maupun nasional.

“Selain itu, food waste juga mengancam keberlanjutan sistem pangan global, terutama di tengah tantangan pertumbuhan populasi manusia,” ujarnya.

Guna mengatasi masalah tersebut, Pemkot Palu telah merancang strategi pengolahan limbah rumah tangga melalui dokumen kebijakan dan strategi darah (Jakstrada), salah satu langkah konkret adalah edukasi untuk mengurangi sampah makanan di tingkat rumah tangga.

Ia menegaskan pentingnya penanganan masalah limbah makanan, sebab dampak ditimbulkan sangat signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan dalam jangka panjang.

"Saya berharap melalui Jakstrada pemerintah daerah (pemda) lebih mampu menekan sampah rumah tangga khususnya food waste," tutur Reny.

Menurut kajian teknis persampahan, limbah makanan menumpuk di TPA menghasilkan gas metana dan karbondioksida yang dinilai tidak baik untuk keberlangsungan lingkungan.

Dari pemrosesan secara alami, gas-gas tersebut terbawa ke atmosfer dan berpotensi merusak lapisan ozon, kondisi tersebut dapat mengganggu keberlanjutan lingkungan.

"Langkah sederhana mengatasi risiko dampak lingkungan, limbah makanan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos untuk pertanian," kata dia.


Pewarta : Mohamad Ridwan
Editor : Andilala
Copyright © ANTARA 2024