Semarang (antarasulteng.com) - Budayawan yang juga pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibien Rembang KH A Mustofa Bisri yang akrab disapa Gus Mus mengajak masyarakat menghindarkan diri dari sikap saling menyalahkan.

"Orang Islam itu terbagi dua, yakni yang njobo njero (luar dalam) namanya mukmin dan yang luar tok namanya munafik," katanya saat seminar kebangsaan di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Senin.

Namun, kata Gus Mus, tidak kemudian bisa dengan mudah mengatakan seseorang yang masih berada dalam koridor sebagai orang Islam tersebut sebagai munafik yang definisinya adalah percaya di luar tetapi tidak di dalam.

Ia mengingatkan manusia hanya bisa melihat sesuatu sebatas dari luarnya atau lahiriyah, sementara apa yang di dalam atau bersifat batiniyah tidak bisa sehingga tidak semestinya kemudian saling menyalahkan.

"Kalau ada orang yang dengan mudah mengatakan orang lain munafik, menurut saya terlalu angkuh. Sebab, tidak ada orang yang tahu dalamnya orang. Kalau ciri-cirinya, iya, sudah diberitahu Rasulullah," wantinya.

Menurut dia, ulama, ustaz, akademisi atau siapa pun yang berbicara tentang Islam pasti mengatakan pedomannya adalah Alquranul Karim, tetapi apakah kelakuan dan perbuatannya sudah sesuai dengan apa yang dipedomani.

"Sekarang ini, yang namanya survei kan luar biasa. Pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan presiden (pilpres) belum selesai sudah bisa mengetahui siapa pemenangnya. Tulung itu disurvei umat Islam di Indonesia," katanya.

Yang perlu disurvei, kata Gus Mus, berapa persen dari umat Islam yang mayoritas di Indonesia yang bisa membaca Alquran, kemudian dari yang bisa membaca Alquran disurvei berapa persen yang mengerti makna Alquran.

"Dari sekian yang ngerti maknanya (Alquran, red.), berapa persen yang mengamalkannya? Kalau ada penelitian seperti itu, Insya Allah bisa menyelesaikan masalah keindonesiaan karena di Indonesia mayoritas umat Islam," katanya.

Untuk itulah, Gus Mus mengajak para pemimpin yang muslim di Indonesia untuk tidak lepas dari Alquran sebagai pedomannya, sebab Alquran mengajarkan sebaik-baiknya keteladanan dan tuntunan sebagaimana kepemimpinan Rasulullah SAW.

Yang pasti, kata ulama kharismatik itu, Alquran dan Islam adalah rahmat bagi semesta alam yang ajarannya sangat indah membangun relasi setara dalam hubungan sesama manusia denga tidak saling menyalahkan, apalagi mengafirkan.

Sementara itu, Rektor Unissula Semarang Anis Malik Thoha mengatakan pemimpin dalam konteks sekarang ini semestinya wajib mengamalkan Pancasila yang konsep lima silanya sama sekali tidak berlawanan dengan Alquran.

"Pemimpin wajib mengamalkan Pancasila. Konsep lima sila dalam Pancasila sama sekali tidak berlawanan dengan Alquran. Umat Islam layak mengamalkannya, di samping tetap menjunjung tinggi perintah Tuhan," tegasnya.

Seminar kebangsaan yang berlangsung di Masjid Kampus Unissula Semarang dan dimoderatori budayawan Prie GS dihadiri ribuan mahasiswa, dosen, dan karyawan Unissula, termasuk Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko. (skd)

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2024