Jakarta (Antaranews Sulteng) - Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menilai stagnasi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2017 karena banyaknya korupsi politik dan korupsi yang dilakukan oleh para penegak hukum.
"Kali ini pulling down faktornya masih maraknya korupsi di sektor politik dan korupsi aparat penegak hukum, termasuk polisi, jaksa, hakim," kata Laode saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.
Skor IPK Indonesia 2017 berdasarkan survei yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII) berada di angka 37 atau sama dengan tahun 2016. Dalam skala 0-100, angka 0 dipersepsikan paling korup dan 100 paling bersih.
Dengan skor itu, peringkat Indonesia melorot ke urutan 96 dari 180 negara, padahal pada 2016, Indonesia berada di peringkat ke-90 dari 176 negara.
"Untungnya ada catatan spesial dari TII bahwa kerja KPK dihargai tapi masih `dimusuhi` oleh parlemen dan pemerintah," tambah Laode.
Catatan khusus yang dimaksud Laode dalam laporan itu adalah "Indonesia telah menempuh waktu panjang untuk melawan korupsi, namun sulit untuk meningkatkan peringkat karena dalam 5 tahun terakhir hanya berubah dari angka 32 ke 37. Peningkatan yang tidak signifikan itu terjadi karena kerja dari lembaga terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia yaitu KPK untuk memberantas para koruptor menghadapi perlawanan kuat dari pemerintah dan parlemen".
"Sehingga memang masih ada perlawanan untuk kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK di Indonesia," ungkap Laode.
IPK Indonesia 2017 dalam laporan TII masih berada di bawah rata-rata global (43) dan ASEAN (41). Dari 11 negara anggota ASEAN, skor Indonesia sama dengan Thailand. Indonesia bahkan kalah dibanding Timor Leste yang skornya adalah 38, dan tentu berada di bawah Singapura (84), Brunei Darussalam (62) dan Malaysia (47).
Skor IPK diukur dengan menggunakan sembilan sumber data berupa indeks dari bidang hukum, ekonomi, politik, hingga demokrasi.
Salah satu penyebab turunnya skor Indonesia, menurut peneliti TII Wawan Sujatmiko, adalah penurunan angka World Justice Project 2017 yang mengukur efektivitas penegakan hukum dan integritas penegak hukum.
Dari data KPK, dari 2004-2017, ada 17 hakim dan 7 jaksa ditangkap karena korupsi. Selain itu, 144 anggota parlemen, 69 wali kota/bupati, dan 18 gubernur juga diproses hukum.