Palu (ANTARA) - Pada tanggal 18 dan 19 Oktober 2019, Yayasan Sikola Mombine melakukan pelatihan pengolahan usaha yaitu pertanian hidroponik, budidaya ikan lele dan pengolahan lahan yang ada di Desa Beka dan Lolu. Pelatihan ini dibawakan Noviani Pakiding dan Joharis dari Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Sigi.
Tim Yayasan Sikola Mombine juga turut serta menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut yakni membawakan materi tentang strategi manajemen usaha serta memberikan motivasi kepada penyintas yang dibawakan oleh Taufik dan Wulan Trisya, juga dari Stasiun BMKG Meteorologi Kelas II Mutiara Palu yang dibawakan oleh Affan Nugraha Diharsya, S.Si.
Joharis mengatakan untuk masalah pertanian lahan, ibu-ibu di Sigi paling paham proses penanamannya, tapi kalau untuk pertanian hidroponik itu masih sangat jarang atau kurang peminat karena memakan biaya yang cukup banyak.
Namun dalam pelatihan ini, para penyintas diajar bagaimana mengelola lahan rumah untuk menjadi tempat pertanian aquaponik, menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat dan mengelola lahan yang ada di sekitar rumah.
Staf dari Stasiun BMKG menjelaskan bahwa pada akhir 2019 akan menjadi awal kemarau yang panjang, hanya saja untuk Sulawesi Tengah memiliki satu musim yang berbeda yaitu musim pancaroba.
Tim Yayasan Sikola Mombine memberikan motivasi bagaimana penyelesaian masalah yang timbul di kelompok dan juga tindak lanjut program kedepannya.
Pelatihan pengolahan usaha pertanian dan perikanan terhadap perempuan penyintas seperti ini diharapkan menjadi salah satu acuan untuk pemerintah memikirkan pemulihan ekonomi untuk penyintas yang ada di huntara.
Baca juga: Staf Sikola Mombine dibekali teknik mencegah tindak kekerasan seksual
Baca juga: Perempuan korban gempa Palu diajar bela diri antisipasi kekerasan
Pemulihan ekonomi bagi para penyintas bencana alam 28 September 2019 yang kini tinggal di huntara tampaknya masih menjadi salah satu tantangan bagi pemerintah daerah.
Di Kabupaten Sigi sendiri masih banyak penyintas yang mengharapkan bantuan dari pemerintah dan lembaga-lembaga donor karena hilangnya mata pencaharian mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Sigi adalah petani, namun karena rusak dan hilangnya lahan serta kurangnya persediaan air untuk penyintas yang ada di huntara, menjadi hambatan dalam pemulihan ekonomi.
Pertanian dan perikanan menjadi salah satu alternatif untuk penyintas yang berada di huntara, tapi tetap saja memiliki hambatan yang belum bisa diatasi setahun bencana.
Ketersediaan air masih menjadi salah satu persoalan yang dialami pascabencana hingga penanganan satu tahun bencana, sementara untuk pertanian maupun perikanan membutuhkan pemakaian air yang lebih.
Daerah yang menjadi wilayah dampingan Yayasan Sikola Mombine di Kabupaten Sigi adalah Desa Beka dan Desa Lolu. Ada dua macam model pertanian yaitu pertanian hidroponik dan pertanian lahan. Namun, untuk pertanian hidroponik masih menjadi salah satu tantangan untuk perempuan penyintas yang akan menjadi bagian dari kelompok ekonomi. Pertanian hidroponik untuk wilayah Sigi sendiri masih bisa dikatakan sangat sedikit, karena pengeluaran untuk perawatan maupun alat dan bahan yang bisa dikatakan mahal. (Yayasan Sikola Mombine)
Suasana pelatihan pertanian hydroponik oleh Yayasan Sikola Mombine di Sigi, belum lama ini. (ANTARA/HO-Sikola Mombine)
Tim Yayasan Sikola Mombine juga turut serta menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut yakni membawakan materi tentang strategi manajemen usaha serta memberikan motivasi kepada penyintas yang dibawakan oleh Taufik dan Wulan Trisya, juga dari Stasiun BMKG Meteorologi Kelas II Mutiara Palu yang dibawakan oleh Affan Nugraha Diharsya, S.Si.
Joharis mengatakan untuk masalah pertanian lahan, ibu-ibu di Sigi paling paham proses penanamannya, tapi kalau untuk pertanian hidroponik itu masih sangat jarang atau kurang peminat karena memakan biaya yang cukup banyak.
Namun dalam pelatihan ini, para penyintas diajar bagaimana mengelola lahan rumah untuk menjadi tempat pertanian aquaponik, menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat dan mengelola lahan yang ada di sekitar rumah.
Staf dari Stasiun BMKG menjelaskan bahwa pada akhir 2019 akan menjadi awal kemarau yang panjang, hanya saja untuk Sulawesi Tengah memiliki satu musim yang berbeda yaitu musim pancaroba.
Tim Yayasan Sikola Mombine memberikan motivasi bagaimana penyelesaian masalah yang timbul di kelompok dan juga tindak lanjut program kedepannya.
Pelatihan pengolahan usaha pertanian dan perikanan terhadap perempuan penyintas seperti ini diharapkan menjadi salah satu acuan untuk pemerintah memikirkan pemulihan ekonomi untuk penyintas yang ada di huntara.
Baca juga: Staf Sikola Mombine dibekali teknik mencegah tindak kekerasan seksual
Baca juga: Perempuan korban gempa Palu diajar bela diri antisipasi kekerasan
Pemulihan ekonomi bagi para penyintas bencana alam 28 September 2019 yang kini tinggal di huntara tampaknya masih menjadi salah satu tantangan bagi pemerintah daerah.
Di Kabupaten Sigi sendiri masih banyak penyintas yang mengharapkan bantuan dari pemerintah dan lembaga-lembaga donor karena hilangnya mata pencaharian mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Sigi adalah petani, namun karena rusak dan hilangnya lahan serta kurangnya persediaan air untuk penyintas yang ada di huntara, menjadi hambatan dalam pemulihan ekonomi.
Pertanian dan perikanan menjadi salah satu alternatif untuk penyintas yang berada di huntara, tapi tetap saja memiliki hambatan yang belum bisa diatasi setahun bencana.
Ketersediaan air masih menjadi salah satu persoalan yang dialami pascabencana hingga penanganan satu tahun bencana, sementara untuk pertanian maupun perikanan membutuhkan pemakaian air yang lebih.
Daerah yang menjadi wilayah dampingan Yayasan Sikola Mombine di Kabupaten Sigi adalah Desa Beka dan Desa Lolu. Ada dua macam model pertanian yaitu pertanian hidroponik dan pertanian lahan. Namun, untuk pertanian hidroponik masih menjadi salah satu tantangan untuk perempuan penyintas yang akan menjadi bagian dari kelompok ekonomi. Pertanian hidroponik untuk wilayah Sigi sendiri masih bisa dikatakan sangat sedikit, karena pengeluaran untuk perawatan maupun alat dan bahan yang bisa dikatakan mahal. (Yayasan Sikola Mombine)