Jakarta (ANTARA) - Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf menilai besaran kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai Perpres 75/2019 masih cukup terjangkau dan tidaklah besar dibandingkan dengan manfaat yang akan didapat dari jaminan kesehatan sosial tersebut.
“Besaran iuran yang akan disesuaikan tidaklah besar apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan Program JKN-Kartu Indonesia Sehat (KIS) ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan,” kata Iqbal dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Dengan besaran iuran paling kecil Rp42 ribu, yaitu besaran premi untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III, peserta JKN sudah mendapatkan layanan kesehatan seperti cuci darah seumur hidup, kemoterapi untuk kanker, dan berbagai operasi lainnya.
Iqbal menambahkan, untuk buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp8 juta sampai dengan Rp12 juta saja. Artinya, pekerja dengan upah di bawah nominal tersebut tidak terkena dampak kenaikan atau membayar dengan besaran tarif yang sama seperti sebelumnya.
Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan resmi ditetapkan naik
“Untuk peserta buruh dan pemberi kerja, yang terdampak yaitu yang berpenghasilan Rp8 juta sampai dengan Rp12 juta, penyesuian iuran hanya menambah sebesar rata-rata Rp27.078 per bulan per buruh, angka ini sudah termasuk untuk lima orang, yaitu pekerja, satu pasangan (suami/istri) dan tiga orang anak. Artinya beban buruh adalah Rp5.400 per jiwa per bulan. Ini sama sekali tidak menurunkan daya beli buruh seperti yang dikabarkan,” kata Iqbal.
Perlu diketahui, dari 221 juta peserta JKN-KIS, hampir separuhnya dibiayai oleh pemerintah. Tepatnya, ada 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu yang iuran JKN-KIS-nya ditanggung negara lewat APBN dan 37,3 juta penduduk yang ditanggung oleh APBD.
Iqbal mengatakan hal tersebut menunjukkan komitmen pemerintah yang luar biasa agar Program JKN-KIS yang telah memberikan manfaat bagi orang banyak ini dapat terus diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Iqbal berharap melalui penyesuaian iuran, Program JKN-KIS akan mengalami perbaikan secara sistemik. Pekerjaan rumah lain untuk perbaikan program ini akan terus dilakukan, misalnya perbaikan dari aspek pemanfaatan dan kualitas layanan kesehatan serta manajemen kepesertaan.
Dia juga mengungkapkan bahwa pemerintah masih mendapatkan andil sebagai pembayar iuran terbesar. Yaitu pemerintah menanggung 73,63 persen dari total besaran penyesuaian iuran melalui peserta PBI APBN, penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah, pegawai pemerintah pusat dan daerah, TNI, dan Polri.
Baca juga: Peneliti: Iuran BPJS Kesehatan naik peserta akan turun kelas
“Besaran iuran yang akan disesuaikan tidaklah besar apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan Program JKN-Kartu Indonesia Sehat (KIS) ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan,” kata Iqbal dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Dengan besaran iuran paling kecil Rp42 ribu, yaitu besaran premi untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III, peserta JKN sudah mendapatkan layanan kesehatan seperti cuci darah seumur hidup, kemoterapi untuk kanker, dan berbagai operasi lainnya.
Iqbal menambahkan, untuk buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp8 juta sampai dengan Rp12 juta saja. Artinya, pekerja dengan upah di bawah nominal tersebut tidak terkena dampak kenaikan atau membayar dengan besaran tarif yang sama seperti sebelumnya.
Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan resmi ditetapkan naik
“Untuk peserta buruh dan pemberi kerja, yang terdampak yaitu yang berpenghasilan Rp8 juta sampai dengan Rp12 juta, penyesuian iuran hanya menambah sebesar rata-rata Rp27.078 per bulan per buruh, angka ini sudah termasuk untuk lima orang, yaitu pekerja, satu pasangan (suami/istri) dan tiga orang anak. Artinya beban buruh adalah Rp5.400 per jiwa per bulan. Ini sama sekali tidak menurunkan daya beli buruh seperti yang dikabarkan,” kata Iqbal.
Perlu diketahui, dari 221 juta peserta JKN-KIS, hampir separuhnya dibiayai oleh pemerintah. Tepatnya, ada 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu yang iuran JKN-KIS-nya ditanggung negara lewat APBN dan 37,3 juta penduduk yang ditanggung oleh APBD.
Iqbal mengatakan hal tersebut menunjukkan komitmen pemerintah yang luar biasa agar Program JKN-KIS yang telah memberikan manfaat bagi orang banyak ini dapat terus diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Iqbal berharap melalui penyesuaian iuran, Program JKN-KIS akan mengalami perbaikan secara sistemik. Pekerjaan rumah lain untuk perbaikan program ini akan terus dilakukan, misalnya perbaikan dari aspek pemanfaatan dan kualitas layanan kesehatan serta manajemen kepesertaan.
Dia juga mengungkapkan bahwa pemerintah masih mendapatkan andil sebagai pembayar iuran terbesar. Yaitu pemerintah menanggung 73,63 persen dari total besaran penyesuaian iuran melalui peserta PBI APBN, penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah, pegawai pemerintah pusat dan daerah, TNI, dan Polri.
Baca juga: Peneliti: Iuran BPJS Kesehatan naik peserta akan turun kelas