Jakarta (ANTARA) - Politikus Fahri Hamzah mengkritik Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir karena menyebut nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebelum membuat strategi konkret dalam memperbaiki BUMN.
"Kekeliruan Pak Erick Thohir, dia tidak boleh bicara orang dulu. Dia bicara strategi dulu. Bagaimana cara memperbaiki BUMN satu per satu ke depan. Setelah itu baru cari orang," kata Fahri, usai mengisi Forum Legislasi di Kompleks Parlemen RI Senayan, Jakarta, Selasa.
Fahri mengatakan setelah strategi itu dibentuk, baru Erick boleh menyiapkan orang yang dianggap tepat menjalankan strategi tersebut.
"Orang yang dia cari pun harus orang yang dianggap sudah tidak punya masalah, terutama secara hukum," kata Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu.
Politikus yang dikabarkan membentuk partai baru bernama Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia itu, juga mengkritisi sikap Erick Thohir yang tidak mencoba meluruskan isu yang berkembang di publik mengenai Ahok saat ini.
"Seharusnya yang mengangkat pun berani membela. Kasihan juga Ahok jadi kayak terombang-ambing begitu," ujar Fahri.
Ahok dijadikan sasaran empuk publik yang masih tidak mau menerima orang yang bermasalah hukum, karena pernah menjadi narapidana. Sedangkan Erick dirasa Fahri tidak melakukan pembelaan.
Fahri mengatakan sikap publik itu masih bisa dibantah, karena negara ternyata masih mengakui hak seorang mantan narapidana untuk berkedudukan sama di depan hukum dan pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945.
Dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 itu disebutkan bahwa 'segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.'
"Di Republik ini, semua orang punya hak yang sama di depan hukum dan pemerintahan, orang kalau sudah menjalankan hukumannya, ya sudah. Masa mau dihukum lagi," kata Fahri pula.
"Kekeliruan Pak Erick Thohir, dia tidak boleh bicara orang dulu. Dia bicara strategi dulu. Bagaimana cara memperbaiki BUMN satu per satu ke depan. Setelah itu baru cari orang," kata Fahri, usai mengisi Forum Legislasi di Kompleks Parlemen RI Senayan, Jakarta, Selasa.
Fahri mengatakan setelah strategi itu dibentuk, baru Erick boleh menyiapkan orang yang dianggap tepat menjalankan strategi tersebut.
"Orang yang dia cari pun harus orang yang dianggap sudah tidak punya masalah, terutama secara hukum," kata Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu.
Politikus yang dikabarkan membentuk partai baru bernama Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia itu, juga mengkritisi sikap Erick Thohir yang tidak mencoba meluruskan isu yang berkembang di publik mengenai Ahok saat ini.
"Seharusnya yang mengangkat pun berani membela. Kasihan juga Ahok jadi kayak terombang-ambing begitu," ujar Fahri.
Ahok dijadikan sasaran empuk publik yang masih tidak mau menerima orang yang bermasalah hukum, karena pernah menjadi narapidana. Sedangkan Erick dirasa Fahri tidak melakukan pembelaan.
Fahri mengatakan sikap publik itu masih bisa dibantah, karena negara ternyata masih mengakui hak seorang mantan narapidana untuk berkedudukan sama di depan hukum dan pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945.
Dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 itu disebutkan bahwa 'segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.'
"Di Republik ini, semua orang punya hak yang sama di depan hukum dan pemerintahan, orang kalau sudah menjalankan hukumannya, ya sudah. Masa mau dihukum lagi," kata Fahri pula.