New York (ANTARA) - Setidaknya satu rumah sakit di New York telah mulai menempatkan dua pasien pada mesin ventilator tunggal, sebuah protokol mode krisis eksperimental yang dikhawatirkan oleh beberapa dokter terlalu berisiko tetapi dinilai sejumlah pihak lain diperlukan saat wabah corona membuat sumber daya medis kewalahan.

Corona menyebabkan penyakit pernapasan yang disebut COVID-19 yang pada kasus-kasus parah dapat merusak paru-paru.

Penyakit ini telah menewaskan sedikitnya 281 orang selama beberapa minggu di New York City, yang sedang berjuang dengan salah satu beban kasus terbesar di dunia dengan hampir 22.000 kasus yang dikonfirmasi.

Ventilator adalah alat bantu terakhir yang melibatkan memasukkan tabung ke tenggorokan pasien. Ventilator mekanis dapat membantu seseorang yang tidak lagi bisa bernapas tanpa bantuan. Kota ini hanya memiliki beberapa ribu dan sedang berusaha mendapatkan puluhan ribu lebih.

Craig Smith, kepala ahli bedah di New York-Presbyterian / Columbia University Medical Center di Manhattan, menulis dalam buletin kepada staf bahwa tim anestesiologi dan perawatan intensif telah bekerja "siang dan malam" untuk menjalankan percobaan ventilator yang digunakan bersama.

Pada Rabu, ia menulis, ada "dua pasien yang dirawat dengan hati-hati pada satu ventilator."

Gubernur New York Andrew Cuomo, yang mengatakan stafnya berjuang untuk menemukan cukup banyak mesin di pasar, dan telah menggembar-gemborkan adaptasi itu sebagai penyelamat potensial. "Itu tidak ideal," katanya kepada wartawan, "tapi kami yakin itu bisa diterapkan."

Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS, yang mengatur pabrikan perangkat medis, memberikan otorisasi darurat pada Selasa yang memungkinkan ventilator dimodifikasi menggunakan tabung pemisah untuk melayani beberapa pasien COVID-19, meskipun pabrikan masih harus berbagi informasi keselamatan metode itu dengan regulator.

Beberapa asosiasi medis menentang metode yang tidak terbukti itu.

Pada Kamis, Perhimpunan Perawatan Kritis, Asosiasi Amerika untuk Perawatan Pernafasan dan empat kelompok praktisi lainnya mengeluarkan pernyataan bersama yang mengatakan bahwa praktik tersebut "tidak boleh dilanjutkan karena tidak dapat dilakukan dengan aman dengan peralatan saat ini."

Cukup sulit untuk menyesuaikan ventilator agar tetap berfungsi bahkan untuk satu pasien dengan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), kata pernyataan itu; menggunakannya bersama untuk banyak pasien akan memperburuk hasil untuk semua. Mereka mengusulkan dokter sebagai gantinya memilih satu pasien per ventilator yang dianggap paling mungkin untuk bertahan hidup.

Di Kolumbia, Smith mencatat bahwa mereka tidak serta merta menggunakan ventilator pada dua pasien COVID-19, tetapi hanya memasangkan pasien dengan kebutuhan pernapasan yang cukup serupa.

Di seberang Manhattan, Rumah Sakit Mount Sinai mengatakan kepada staf dalam sebuah surel bahwa para pejabat "bekerja untuk mencari tahu" apakah mereka dapat menggunakan ventilator tunggal untuk beberapa pasien.

Para ahli di Columbia menunjuk pada penelitian 2006 di mana para peneliti, menggunakan simulator paru-paru, menyimpulkan bahwa satu ventilator dapat menopang empat orang dewasa dalam skenario darurat.

Salah satu penulis penelitian itu, Dr. Greg Neyman, memperingatkan penerapannya dalam kasus COVID-19 sebagian karena paru-paru dalam kondisi terinfeksi. Jika paru-paru satu pasien memburuk lebih cepat, katanya, itu dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam sistem tertutup. Satu pasien bisa kekurangan oksigen sementara paru-paru pasien yang lain akan mengalami peningkatan tekanan.

"Kecuali mereka diawasi dengan sangat ketat, pengaturan seperti itu mungkin jauh lebih berbahaya daripada kebaikannya," tulis Neyman dalam surelnya kepada Reuters.

Sumber: Reuters

 

Pewarta : Gusti Nur Cahya Aryani
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024