Palu (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah, mengingatkan warga penyintas bencana di daerah itu menunaikan zakat di Bulan Suci Ramadhan jika hartanya berkecukupan.
"Jika harta lebih dari cukup, maka sebagai seorang Muslim menjadi kewajiban mengeluarkan 2,5 persen hartanya untuk orang berhak menerima sebagai zakat maal, begitu pun zakat fitrah, jika berkecukupan maka diwajibkan, begitu pun sebaliknya," kata Ketua MUI Kota Palu Prof Dr Zainal Abidin, M.Ag, di Palu, Senin.
Zainal menjelaskan, menurut syariat Islam, zakat fitrah atau zakat badan individu dikeluarkan saat Bulan Suci Ramadhan, sedangkan zakat maal kapan saja bisa dikeluarkan sepanjang harta yang bersangkutan lebih.
Sebagian ulama berpendapat berdasarkan mazhab, bahwa zakat fitrah biasanya dikeluarkan menjelang Hari Raya Idul Fitri, bahkan bisa saat malam Lebaran, namun di tengah pendemi COVID-19 sebagaimana fatwa MUI pusat, sebaiknya zakat dikeluarkan pada awal Ramadhan, sebab banyak kebutuhan masyarakat menjelang hari besar keagamaan tersebut, termasuk warga penyintas yang masih tinggal di selter pengungsian maupun hunian sementara (huntara).
Saat ini, kata dia, keadaan memang mengalami perubahan, namun tidak mengurangi substansi zakat karena situasi yang tidak kondusif akibat dampak wabah virus corona
Oleh karena itu, dalam situasi kebencanaan dia mengajak korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi, agar tetap berlapang dada serta tabah menjalani ujian yang diberikan Allah SWT, meskipun mereka sudah tahun kedua melaksanakan ibadah puasa dan Idul Fitri di tempat pengungsian.
"Dari ujian Allah SWT ini ada hikmah di balik peristiwa itu, Insya Allah situasi ini secepatnya pulih agar kita bisa hidup lebih layak pascabencana ini," kata Zainal menambahkan.
Dikemukakannya, zakat fitrah dapat dikeluarkan dalam bentuk bahan pokok (beras) dengan ukuran 3,5 liter per jiwa atau 2,5 kilogram beras per jiwa atau diganti uang tunai senilai Rp30.000 per jiwa untuk wilayah Kota Palu dan sekitarnya.
"Boleh jadi di daerah lain nilainya lebih tinggi atau rendah karena disesuaikan dengan harga beras di pasaran," ujar guru besar IAIN Palu ini.
Baca juga: MUI Palu: Al Quran bawa perubahan bangun peradaban manusia
Baca juga: MUI Palu: Corona musuh bersama semua umat beragama
Baca juga: MUI: Maknai musibah pandemi COVID-19 sebagai cobaan
"Jika harta lebih dari cukup, maka sebagai seorang Muslim menjadi kewajiban mengeluarkan 2,5 persen hartanya untuk orang berhak menerima sebagai zakat maal, begitu pun zakat fitrah, jika berkecukupan maka diwajibkan, begitu pun sebaliknya," kata Ketua MUI Kota Palu Prof Dr Zainal Abidin, M.Ag, di Palu, Senin.
Zainal menjelaskan, menurut syariat Islam, zakat fitrah atau zakat badan individu dikeluarkan saat Bulan Suci Ramadhan, sedangkan zakat maal kapan saja bisa dikeluarkan sepanjang harta yang bersangkutan lebih.
Sebagian ulama berpendapat berdasarkan mazhab, bahwa zakat fitrah biasanya dikeluarkan menjelang Hari Raya Idul Fitri, bahkan bisa saat malam Lebaran, namun di tengah pendemi COVID-19 sebagaimana fatwa MUI pusat, sebaiknya zakat dikeluarkan pada awal Ramadhan, sebab banyak kebutuhan masyarakat menjelang hari besar keagamaan tersebut, termasuk warga penyintas yang masih tinggal di selter pengungsian maupun hunian sementara (huntara).
Saat ini, kata dia, keadaan memang mengalami perubahan, namun tidak mengurangi substansi zakat karena situasi yang tidak kondusif akibat dampak wabah virus corona
Oleh karena itu, dalam situasi kebencanaan dia mengajak korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi, agar tetap berlapang dada serta tabah menjalani ujian yang diberikan Allah SWT, meskipun mereka sudah tahun kedua melaksanakan ibadah puasa dan Idul Fitri di tempat pengungsian.
"Dari ujian Allah SWT ini ada hikmah di balik peristiwa itu, Insya Allah situasi ini secepatnya pulih agar kita bisa hidup lebih layak pascabencana ini," kata Zainal menambahkan.
Dikemukakannya, zakat fitrah dapat dikeluarkan dalam bentuk bahan pokok (beras) dengan ukuran 3,5 liter per jiwa atau 2,5 kilogram beras per jiwa atau diganti uang tunai senilai Rp30.000 per jiwa untuk wilayah Kota Palu dan sekitarnya.
"Boleh jadi di daerah lain nilainya lebih tinggi atau rendah karena disesuaikan dengan harga beras di pasaran," ujar guru besar IAIN Palu ini.
Baca juga: MUI Palu: Al Quran bawa perubahan bangun peradaban manusia
Baca juga: MUI Palu: Corona musuh bersama semua umat beragama
Baca juga: MUI: Maknai musibah pandemi COVID-19 sebagai cobaan