Poso (ANTARA) - Sejumlah petani di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, di masa pandemi COVID-19 mengalami kesulitan untuk memasarkan produk beras mereka, sehingga kini masih tertampung di beberapa tempat penggilingan padi.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Poso, Suratno yang dihubungi di Poso, Rabu, mengatakan petani sulit memasarkan produknya karena pembeli yang biasa datang ke tempat penggilingan padi mereka tidak bisa ke lokasi tersebut karena ketatnya pengawasan dari Tim Gugus Tugas COVID-19 yang mengizinkan keluar masuknya orang ke wilayah itu.
"Hasil peninjauan di lapangan, orang yang membawa kendaraan truk untuk membeli beras petani di wilayah itu, rupanya dilarang masuk. Saya sudah sampaikan masalah ini melalui WhatsApp grup Covid Poso, untuk diklarifikasi," kata Suratno.
Menurut dia, para petani saat ini tengah melakukan panen seluas 1.000 hektar lebih, dan selama dua bulan ke depan masih kegiatan panen padi, sehingga dikhawatirkan nanti tidak ada pembeli dan akan tertampung banyak beras petani.
"Hal ini juga akan berdampak pada petani yang tidak bisa menjual berasnya, begitu juga pemilik usaha penggilingan padi tidak bisa lagi beroperasi, karena tidak ada biaya solar atau gaji karyawan," ujarnya.
Suratno mengatakan dirinya telah dihubungi pihak Bulog yang akan membeli beras petani itu dengan harga pembelian petani (HPP) senilai Rp7.300 per kilogram dan harga komersial senilai Rp8.300 per kilogram, namun para petani masih enggan menerima tawaran harga tersebut.
"Beras petani ini harus diantar langsung ke gudang Bulog. Nah merekai tidak mau dengan harga segitu, tapi maunya seharga Rp9.000 per kilogram dan mesti dibeli di tempat penggiligan itu, karena petani tidak mau ribet," ujarnya.
Kadek Danau, salah seorang petani padi yang dihubungi di Desa Meko Kecamatan Pamona Barat Kabupaten Poso mengakui terjadi penumpukan beras mereka karena tidak ada lagi pembeli dengan harga Rp9.000 per kilogram.
"Kami tidak mau kalau hanya harga seperti yang ditawarkan Bulog, kami mau harga Rp9.000 per kilogram," ujar Kadek.
Ia mengatakan sebelum pandemi virua corona, para pembeli produk beras mereka berasal dari Makassar dan Poso, namun saat ini sepi pembeli karena tidak diberikan ijin masuk untuk membeli beras di wilayah itu.
"Terpaksa saat ini kami hanya bisa menjual eceran 1-2 kilogram saja dari rumah, agar bisa laku terjual beras itu," kata Kadek.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Poso, Suratno yang dihubungi di Poso, Rabu, mengatakan petani sulit memasarkan produknya karena pembeli yang biasa datang ke tempat penggilingan padi mereka tidak bisa ke lokasi tersebut karena ketatnya pengawasan dari Tim Gugus Tugas COVID-19 yang mengizinkan keluar masuknya orang ke wilayah itu.
"Hasil peninjauan di lapangan, orang yang membawa kendaraan truk untuk membeli beras petani di wilayah itu, rupanya dilarang masuk. Saya sudah sampaikan masalah ini melalui WhatsApp grup Covid Poso, untuk diklarifikasi," kata Suratno.
Menurut dia, para petani saat ini tengah melakukan panen seluas 1.000 hektar lebih, dan selama dua bulan ke depan masih kegiatan panen padi, sehingga dikhawatirkan nanti tidak ada pembeli dan akan tertampung banyak beras petani.
"Hal ini juga akan berdampak pada petani yang tidak bisa menjual berasnya, begitu juga pemilik usaha penggilingan padi tidak bisa lagi beroperasi, karena tidak ada biaya solar atau gaji karyawan," ujarnya.
Suratno mengatakan dirinya telah dihubungi pihak Bulog yang akan membeli beras petani itu dengan harga pembelian petani (HPP) senilai Rp7.300 per kilogram dan harga komersial senilai Rp8.300 per kilogram, namun para petani masih enggan menerima tawaran harga tersebut.
"Beras petani ini harus diantar langsung ke gudang Bulog. Nah merekai tidak mau dengan harga segitu, tapi maunya seharga Rp9.000 per kilogram dan mesti dibeli di tempat penggiligan itu, karena petani tidak mau ribet," ujarnya.
Kadek Danau, salah seorang petani padi yang dihubungi di Desa Meko Kecamatan Pamona Barat Kabupaten Poso mengakui terjadi penumpukan beras mereka karena tidak ada lagi pembeli dengan harga Rp9.000 per kilogram.
"Kami tidak mau kalau hanya harga seperti yang ditawarkan Bulog, kami mau harga Rp9.000 per kilogram," ujar Kadek.
Ia mengatakan sebelum pandemi virua corona, para pembeli produk beras mereka berasal dari Makassar dan Poso, namun saat ini sepi pembeli karena tidak diberikan ijin masuk untuk membeli beras di wilayah itu.
"Terpaksa saat ini kami hanya bisa menjual eceran 1-2 kilogram saja dari rumah, agar bisa laku terjual beras itu," kata Kadek.