Jakarta (ANTARA) - Microsoft menemukan kasus malware dan ransomware pada dunia siber Indonesia sepanjang 2019 masih tinggi, lebih tinggi dari kasus rata-rata di kawasan Asia Pasifik.
"Seringkali, kasus malware tinggi berkorelasi dengan tingkat pembajakan dan keamanan dunia maya secara keseluruhan, yang mencakup patching dan pembaruan perangkat lunak secara berkala," kata Presiden Direktur Microsoft Indonesia, Haris Izmee, dalam keterangan resmi, dikutip Minggu.
Temuan tersebut berdasarkan riset Security Endpoint Threat Report 2019 bahwa kasus malware di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Pasifik. Indonesia tercatat memiliki tingkat kasus malware 10,68 persen pada 2019.
Kondisi tersebut dua kali lebih tinggi dari rata-rata regional, meski pun sudah mengalami penurunan 39 persen pada 2019 lalu.
Sementara kasus ransomware Indonesia pada 2019 menduduki posisi kedua tertinggi di Asia Pasifik, sebesar 0,14 persen atau 2,8 kali lebih tinggi dari rata-rata regional.
Kasus ransomware tahun lalu juga turun sebesar 46 persen dibandingkan 2018.
Haris menyatakan negara yang memiliki tingkat pembajakan lebih tinggi dan pengetahuan keamanan siber yang lebih rendah cenderung terdampak lebih besar ancaman siber.
Indonesia juga mengalami kasus penambangan mata uang kripto, atau cryptomining, yang tinggi sebanyak 0,10 persen. Kasus tersebut dua kali lebih tinggi dari rata-rata regional.
"Dengan fluktuasi nilai cryptocurrency sekarang serta meningkatnya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan uang digital ini, para penjahat kembali memfokuskan upaya mereka untuk terus mengeksploitasi pasar yang memiliki kesadaran dan adopsi praktik keamanan dunia maya yang rendah," kata Haris.
Berkaitan dengan keamanan siber terkini, Microsoft melihat pandemi virus corona juga menimbulkan serangan di dunia maya. Tim Microsoft Intelligence Protection menemukan setiap negara setidaknya memiliki satu serangan bertema COVID-19.
Serangan tersebut sebenarnya merupakan cara lama, namun, penjahat siber mengubahnya sedikit dengan tema COVID-19. Mereka menyerang dengan mengirim malware, phishing maupun ransomware yang memuat kata COVID-19.
Microsoft menyarankan untuk mengurangi serangan siber, pengguna individu maupun perusahaan perlu menggunakan perangkat lunak yang sah, patching perangkat lunak, serta memastikan perangkat lunak selalu diperbarui.
"Seringkali, kasus malware tinggi berkorelasi dengan tingkat pembajakan dan keamanan dunia maya secara keseluruhan, yang mencakup patching dan pembaruan perangkat lunak secara berkala," kata Presiden Direktur Microsoft Indonesia, Haris Izmee, dalam keterangan resmi, dikutip Minggu.
Temuan tersebut berdasarkan riset Security Endpoint Threat Report 2019 bahwa kasus malware di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Pasifik. Indonesia tercatat memiliki tingkat kasus malware 10,68 persen pada 2019.
Kondisi tersebut dua kali lebih tinggi dari rata-rata regional, meski pun sudah mengalami penurunan 39 persen pada 2019 lalu.
Sementara kasus ransomware Indonesia pada 2019 menduduki posisi kedua tertinggi di Asia Pasifik, sebesar 0,14 persen atau 2,8 kali lebih tinggi dari rata-rata regional.
Kasus ransomware tahun lalu juga turun sebesar 46 persen dibandingkan 2018.
Haris menyatakan negara yang memiliki tingkat pembajakan lebih tinggi dan pengetahuan keamanan siber yang lebih rendah cenderung terdampak lebih besar ancaman siber.
Indonesia juga mengalami kasus penambangan mata uang kripto, atau cryptomining, yang tinggi sebanyak 0,10 persen. Kasus tersebut dua kali lebih tinggi dari rata-rata regional.
"Dengan fluktuasi nilai cryptocurrency sekarang serta meningkatnya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan uang digital ini, para penjahat kembali memfokuskan upaya mereka untuk terus mengeksploitasi pasar yang memiliki kesadaran dan adopsi praktik keamanan dunia maya yang rendah," kata Haris.
Berkaitan dengan keamanan siber terkini, Microsoft melihat pandemi virus corona juga menimbulkan serangan di dunia maya. Tim Microsoft Intelligence Protection menemukan setiap negara setidaknya memiliki satu serangan bertema COVID-19.
Serangan tersebut sebenarnya merupakan cara lama, namun, penjahat siber mengubahnya sedikit dengan tema COVID-19. Mereka menyerang dengan mengirim malware, phishing maupun ransomware yang memuat kata COVID-19.
Microsoft menyarankan untuk mengurangi serangan siber, pengguna individu maupun perusahaan perlu menggunakan perangkat lunak yang sah, patching perangkat lunak, serta memastikan perangkat lunak selalu diperbarui.