Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan lingkungan pondok pesantren bisa menjadi sentra pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah, terutama dalam kondisi pandemi COVID-19.
"Implementasi kartu santri digital dan QRIS yang mendukung cashless society di pondok pesantren merupakan salah satu contoh adaptasi kebiasaan baru dalam pandemi COVID-19," kata dia dalam pidato kunci Peluncuran Implementasi Ekosistem Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Berbasis Pondok Pesantren di Jakarta, Selasa (28/7) malam.
Ia menjelaskan selama ini pondok pesantren telah berperan dalam memberikan edukasi maupun literasi keuangan syariah secara daring tidak hanya kepada civitas tetapi juga masyarakat sekitar pondok pesantren.
Selain itu, pondok pesantren bisa mendukung terjadinya ekosistem pemberdayaan ekonomi pada sektor riil yang dapat diintegrasikan dengan keuangan syariah untuk mendukung terjadinya rantai nilai berbagai produk halal (halal value chain).
"Pemberdayaan ekonomi pesantren sebagai arus baru perekonomian menjadi salah satu upaya pemulihan perekonomian pada masa pandemi COVID-19, dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku," kata Airlangga.
Berdasarkan hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019, tingkat inklusi keuangan syariah di Indonesia hanya sekitar sembilan persen dengan tingkat literasi keuangan syariah baru mencapai 8,93 persen. Padahal 87,18 persen total penduduk Indonesia adalah muslim.
Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah membutuhkan pondok pesantren yang jumlahnya mencapai 28.194 di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 44,2 persen atau 12.469 mempunyai potensi ekonomi dari sektor agribisnis, peternakan, perkebunan dan sektor lainnya.
Pemerintah telah memutuskan untuk meluncurkan implementasi ekosistem pengembangan ekonomi dan keuangan syariah berbasis pondok pesantren dengan lokasi uji coba terpilih adalah Pondok Pesantren Kyai Haji Aqiel Siradj (KHAS) Kempek, Kabupaten Cirebon sejak Desember 2019.
Tidak hanya menjadi menjadi sarana edukasi maupun pembiayaan syariah bagi UMKM, pondok pesantren itu juga didukung adanya Unit Layanan Keuangan Syariah (ULKS) yang terdiri dari Agen Bank Syariah, Agen Pegadaian Syariah, Agen Fintech Syariah, yang terintegrasi dengan Unit Pengumpul Zakat (UPZ), dan Halal Centre Pondok Pesantren.
Ked epannya, keberhasilan proyek percontohan itu akan direplikasi pada 170 pondok pesantren binaan BRI Syariah. Dengan demikian, implementasi ekosistem itu dapat terlaksana sepenuhnya pada 2024 untuk sekitar 3.300 pondok pesantren di seluruh Indonesia.
“Untuk ke depannya, Kemenko Perekonomian mengharapkan terwujudnya optimalisasi sinergi program lintas sektor dan daerah dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di seluruh wilayah Indonesia secara terintegrasi," ujarnya.
Baca juga: Akademisi: pondok pesantren pilar tegaknya NKRI
"Implementasi kartu santri digital dan QRIS yang mendukung cashless society di pondok pesantren merupakan salah satu contoh adaptasi kebiasaan baru dalam pandemi COVID-19," kata dia dalam pidato kunci Peluncuran Implementasi Ekosistem Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Berbasis Pondok Pesantren di Jakarta, Selasa (28/7) malam.
Ia menjelaskan selama ini pondok pesantren telah berperan dalam memberikan edukasi maupun literasi keuangan syariah secara daring tidak hanya kepada civitas tetapi juga masyarakat sekitar pondok pesantren.
Selain itu, pondok pesantren bisa mendukung terjadinya ekosistem pemberdayaan ekonomi pada sektor riil yang dapat diintegrasikan dengan keuangan syariah untuk mendukung terjadinya rantai nilai berbagai produk halal (halal value chain).
"Pemberdayaan ekonomi pesantren sebagai arus baru perekonomian menjadi salah satu upaya pemulihan perekonomian pada masa pandemi COVID-19, dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku," kata Airlangga.
Berdasarkan hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019, tingkat inklusi keuangan syariah di Indonesia hanya sekitar sembilan persen dengan tingkat literasi keuangan syariah baru mencapai 8,93 persen. Padahal 87,18 persen total penduduk Indonesia adalah muslim.
Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah membutuhkan pondok pesantren yang jumlahnya mencapai 28.194 di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 44,2 persen atau 12.469 mempunyai potensi ekonomi dari sektor agribisnis, peternakan, perkebunan dan sektor lainnya.
Pemerintah telah memutuskan untuk meluncurkan implementasi ekosistem pengembangan ekonomi dan keuangan syariah berbasis pondok pesantren dengan lokasi uji coba terpilih adalah Pondok Pesantren Kyai Haji Aqiel Siradj (KHAS) Kempek, Kabupaten Cirebon sejak Desember 2019.
Tidak hanya menjadi menjadi sarana edukasi maupun pembiayaan syariah bagi UMKM, pondok pesantren itu juga didukung adanya Unit Layanan Keuangan Syariah (ULKS) yang terdiri dari Agen Bank Syariah, Agen Pegadaian Syariah, Agen Fintech Syariah, yang terintegrasi dengan Unit Pengumpul Zakat (UPZ), dan Halal Centre Pondok Pesantren.
Ked epannya, keberhasilan proyek percontohan itu akan direplikasi pada 170 pondok pesantren binaan BRI Syariah. Dengan demikian, implementasi ekosistem itu dapat terlaksana sepenuhnya pada 2024 untuk sekitar 3.300 pondok pesantren di seluruh Indonesia.
“Untuk ke depannya, Kemenko Perekonomian mengharapkan terwujudnya optimalisasi sinergi program lintas sektor dan daerah dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di seluruh wilayah Indonesia secara terintegrasi," ujarnya.
Baca juga: Akademisi: pondok pesantren pilar tegaknya NKRI