Palu, (antarasulteng.com) - Mantan Kadis PU Sulawesi Tengah Masud Kasim mengatakan pembangunan proyek kolam renang Bukit Jabal Nur yang sedang ditangani penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, dibahas secara kolektif oleh berbagai pihak yang berwenang.
"Waktu itu kita rapat di ruang Sekwilda, menyusun konsep MoU (nota kesepahaman) dan dihadiri kepala biro hukum, kepala biro keuangan, biro pembangunan dan instansi lain. Jadi, kita bahas secara kolektif," kata Masud di Palu, Rabu.
Dia mengatakan sebelum proyek tersebut dikerjakan, Gubernur Sulawesi Tengah Aminuddin Ponulele ketika itu membentuk tim gabungan dari berbagai instansi sebanyak sembilan personel. Masud Kasim sendiri ditunjuk sebagai ketua tim.
Tim tersebut disahkan Gubernur pada 2 Juli 2004 dalam satu surat keputusan. Tim diberi tugas antara lain mengadakan rapat koordinasi sehubungan dengan kegiatan penyusunan MoU pembangunan prasarana olahraga kolam renang di lokasi eks STQ. Memantau pelaksanaan kegiatan, melaksanakan kegiatan dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab dan melaporkan hasil kegiatan pada gubernur.
Menurut Masud, sebagai ketua tim, dirinya tidak pernah mengambil keputusan sendiri terkait tahapan pelaksanaan proyek itu.
"Semua keputusan itu keputusan kolektif. Saya tidak pernah mengambil keputusan sendiri," katanya.
Demikian halnya dengan rancangan nota kesepahaman yang ditandatangani gubernur dan perusahaan, dibahas secara bersama bahkan dihadiri DPRD.
"Makanya disetujui oleh pimpinan DPRD ketika itu," katanya.
Menurut Masud, MoU ketika itu ditandatangani di atas bukit Jabal Nur, dihadiri para tokoh, unsur muspida, kepala instansi dan DPRD.
"Peletakan batu bertama dilakukan gubernur dihadiri Ketua DPRD, dan Wali Kota Palu Suardin Suebo," katanya.
Dia mengatakan tugas dinas yang ia pimpin hanya melihat dari aspek teknis saja.
"Dari aspek teknis memang bisa dibangun di situ. Dari aspek hukumnya mereka yang melihat itu, bukan kami," katanya.
Proyek senilai Rp16,9 miliar yang rencananya dikerjakan tahun jamak mulai 2004 itu berakhir di tangan penegak hukum karena diduga terdapat kerugian negara dan melanggar ketentuan perundang-undangan.
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah telah menetapkan sembilan tersangka antara lain mantan Gubernur Sulawesi Tengah Aminuddin Ponulele, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Muhidin Said, mantan Ketua DPRD Murad Nasir dan mantan Kadis Pekerjaan Umum Masud Kasim.
Sebelumnya Muhidin Said mengatakan dirinya menandatangani MoU selaku Direktur PT Bhakti Baru Rediapratama bersama gubernur.
"Saya hanya sebatas menandatangani MoU karena setelah itu saya terpilih menjadi anggota DPR RI sehingga selanjutnya anak saya yang urus," katanya.
Menurut Muhidin, pemerintah telah membayarkan nilai proyek sebanyak Rp2,4 miliar pada 2005.
Proyek tersebut diserahterimakan antara PT Bhakti Baru Rediapratama dengan Pemimpin Kegiatan pada 26 Oktober 2005.
Perusahaan kembali melanjutkan pekerjaan tersebut dengan menelan anggaran Rp3,930 miliar. Perusahaan mengajukan permohonan pembayaran pekerjaan pada 24 November 2006, namun tidak dapat direalisasikan pemerintah hingga sekarang ini.
"Justru daerah yang berutang dengan perusahaan saya," kata Muhidin. (skd)
"Waktu itu kita rapat di ruang Sekwilda, menyusun konsep MoU (nota kesepahaman) dan dihadiri kepala biro hukum, kepala biro keuangan, biro pembangunan dan instansi lain. Jadi, kita bahas secara kolektif," kata Masud di Palu, Rabu.
Dia mengatakan sebelum proyek tersebut dikerjakan, Gubernur Sulawesi Tengah Aminuddin Ponulele ketika itu membentuk tim gabungan dari berbagai instansi sebanyak sembilan personel. Masud Kasim sendiri ditunjuk sebagai ketua tim.
Tim tersebut disahkan Gubernur pada 2 Juli 2004 dalam satu surat keputusan. Tim diberi tugas antara lain mengadakan rapat koordinasi sehubungan dengan kegiatan penyusunan MoU pembangunan prasarana olahraga kolam renang di lokasi eks STQ. Memantau pelaksanaan kegiatan, melaksanakan kegiatan dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab dan melaporkan hasil kegiatan pada gubernur.
Menurut Masud, sebagai ketua tim, dirinya tidak pernah mengambil keputusan sendiri terkait tahapan pelaksanaan proyek itu.
"Semua keputusan itu keputusan kolektif. Saya tidak pernah mengambil keputusan sendiri," katanya.
Demikian halnya dengan rancangan nota kesepahaman yang ditandatangani gubernur dan perusahaan, dibahas secara bersama bahkan dihadiri DPRD.
"Makanya disetujui oleh pimpinan DPRD ketika itu," katanya.
Menurut Masud, MoU ketika itu ditandatangani di atas bukit Jabal Nur, dihadiri para tokoh, unsur muspida, kepala instansi dan DPRD.
"Peletakan batu bertama dilakukan gubernur dihadiri Ketua DPRD, dan Wali Kota Palu Suardin Suebo," katanya.
Dia mengatakan tugas dinas yang ia pimpin hanya melihat dari aspek teknis saja.
"Dari aspek teknis memang bisa dibangun di situ. Dari aspek hukumnya mereka yang melihat itu, bukan kami," katanya.
Proyek senilai Rp16,9 miliar yang rencananya dikerjakan tahun jamak mulai 2004 itu berakhir di tangan penegak hukum karena diduga terdapat kerugian negara dan melanggar ketentuan perundang-undangan.
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah telah menetapkan sembilan tersangka antara lain mantan Gubernur Sulawesi Tengah Aminuddin Ponulele, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Muhidin Said, mantan Ketua DPRD Murad Nasir dan mantan Kadis Pekerjaan Umum Masud Kasim.
Sebelumnya Muhidin Said mengatakan dirinya menandatangani MoU selaku Direktur PT Bhakti Baru Rediapratama bersama gubernur.
"Saya hanya sebatas menandatangani MoU karena setelah itu saya terpilih menjadi anggota DPR RI sehingga selanjutnya anak saya yang urus," katanya.
Menurut Muhidin, pemerintah telah membayarkan nilai proyek sebanyak Rp2,4 miliar pada 2005.
Proyek tersebut diserahterimakan antara PT Bhakti Baru Rediapratama dengan Pemimpin Kegiatan pada 26 Oktober 2005.
Perusahaan kembali melanjutkan pekerjaan tersebut dengan menelan anggaran Rp3,930 miliar. Perusahaan mengajukan permohonan pembayaran pekerjaan pada 24 November 2006, namun tidak dapat direalisasikan pemerintah hingga sekarang ini.
"Justru daerah yang berutang dengan perusahaan saya," kata Muhidin. (skd)